Ekspedisi Citorek Negeri di Atas Awan

Lebak Damar Wisata Instagramable, Berselfie Ria Sambil Mendengar Owa Jawa

Suara burung saling menyaut, sesekali tampak Owa Jawa timbul-tenggelam di antara pepohonan camar dan pinus.

Penulis: Feryanto Hadi | Editor: AchmadSubechi
Warta Kota
Pintu gerbang Lebak Damar. Para wistawan dikenakan tiket masuk Rp 15.000 per orang. Tiket masuk ini sudah termasuk biasa selfie di beberapa spot foto yang telah disediakan. 

PERJALANAN Tim Ekspedisi Negeri Di Atas Awan Citorek (Warta Kota Production), berlanjut ke Lebak Damar. Lokasinya berdekatan dengan perkebunan teh Cikuya, sekitar 1 Km.

Masih satu kawasan dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menuju ke Warung Banten. Berikut laporannya:

CAHAYA matahari menyusup di sela rimbunnya pohon damar, ketika fajar mulai menyambut Tim Ekspedisi Negeri di Atas Awan Citorek Warta Kota di Lebak Damar, Desa Hegarmanah, Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (20/10) pagi.

Sejak sehari sebelumnya, Sabtu (19/10), tim menginap di area camping ground di lokasi wisata itu.

Cuaca yang sempurna menjadi teman bagi kami merasakan sensasi pagi di ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut.

Tim Ekspedisi Citorek Negeri di Atas Awan (Warta Kota Production) sedang menyiapkan tenda untuk bermalam di Lebak Damar.
Tim Ekspedisi Citorek Negeri di Atas Awan (Warta Kota Production) sedang menyiapkan tenda untuk bermalam di Lebak Damar. (Warta Kota)

Suara burung saling menyaut, sesekali tampak Owa Jawa timbul-tenggelam di antara pepohonan camar dan pinus.

Sinar mentari mulai hangat ketika sejumlah wisatawan mulai berdatangan ke kawasan wisata itu.
Mereka segera menuju ke spot-spot foto yang tersebar di berbagai titik.

Mereka tampak gembira. Luapannya tampak dari senyum dan gurat di wajahnya ketika terus menerus beraksi di depan kamera.

Lebak Damar memang dikonsep sebagai ekowisata dengan keunggulan konsep selfie atau berfoto di tengah hutan.

Pengelola telah membangun ragam bangunan dan property sebagai objek foto yang instagramable.

Pengunjung bisa berselfie ria di sejumlah spot yang tertata rapi dan dikelola anak-anak muda.
Pengunjung bisa berselfie ria di sejumlah spot yang tertata rapi dan dikelola anak-anak muda. (Warta Kota)

Ketua Pokdar Wisata Desa Heugermana, Ardi, mengungkapkan, kawasan wisata itu awalnya dibangun secara swadaya oleh kelompok pemuda setempat semenjak 2018, sebelum akhirnya dikembangkan menjadi destinasi wisata melalui bantuan dari Kementerian Lingkungan Hidup.

"Dulunya ini hutan lindung milik Perhutani yang sempat dimanfaatkan warga. Kemudian, dilakukan reboisasi setelah masuk ke kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak," ujar Ardi.

Harga tiket masuk ke kawasan wisata ini dipatok Rp 15.000 per orang. Sudah termasuk tiket terusan ke area wisata Curug Ciporolak yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Lebak Damar.

Sejumlah spot dibangun seperti rumah pohon, instalasi matahari, ayunan cinta dan sebagainya. Sebuah gardu pandang di sisi tebing menyajikan pemandangan indah hutan.

Jika beruntung, pengunjung bisa menyaksikan habitat Owa Jawa, Lutung atau Surili.

Di lokasi itu juga dilengkapi dengan fasilitas mushola, toilet dan bangunan kantor yang bisa dimanfaatkan pengunjung untuk menginap, selain tenda-tenda yang disewakan.

Ardi mengatakan, kawasan wisata Lebak Damar masih akan terus dikembangkan.
Pasalnya, dari lahan seluas 34 hektar, saat ini baru setengah hektar yang difungsikan sebagai lokasi wisata.

Beginilah suasana view di Lebak Damar menjelang senja. Foto: Achmad Subechi
Beginilah suasana view di Lebak Damar menjelang senja. Foto: Achmad Subechi (Warta Kota)

"Potensi pengembangannya cukup besar karena baru setengah hektar saja yang saat ini difungsikan. Rencana dalam waktu dekat, kami akan buka area camping terpisah dengan kawasan spot foto ini," ungkapnya.

                                                                                ***
PULUHAN pemuda dari beberapa kampung di Desa Hegarmanah, dilibatkan dalam pengelolaan lokasi wisata Lebak Damar.

Lelaki-perempuan mengenakan baju seragam berwarna hitam, berkumpul pagi itu, saat kami selesai membongkar tenda.

Padahal, pada malam hari ketika kami datang, jumlah pemuda yang ada di lokasi itu hanya sekitar 5-6 orang.

"Camping di sini kami jamin aman. Kami menjaga kenyamanan pengunjung selama 24 jam," kata Ari yang biasa dipanggil Ompong, pengelola Lebak Damar.

Para pemuda yang mengelola lokasi wisata tersebut, sangat santun dan ringan tangan.

Mereka tak segan-segan bertanya kepada para wisatawan, apa yang mereka butuhkan.

Kepala Desa Hegarmanah, Asep Mulyana atau Jaro Asep mengungkapkan, pihaknya memang sengaja melibatkan para pemuda-pemudi desa untuk mengelola lokasi-lokasi wisata di Hegarmanah, termasuk di Lebak Damar.

Sejumlah pemuda bahkan telah dikirim ke Rangkasbitung, ibukota Kabupaten Lebak, mengikuti pelatihan khusus terkait pengelolaan kawasan wisata maupun menjadi guide bagi wisatawan.

"Kita kirim beberapa pemuda untuk ikuti program pelatihan. Yang jelas, target kami ke depan kawasan ini tidak hanya jadi wisata lokal. Harapan kami nanti ada tamu-tamu dari luar negeri juga," ungkapnya.

Agus Sutirta (27), merasakan perubahan hebat pada kehidupannya.  Sebelumnya, ia merantau ke berbagai kota di luar Lebak dan bekerja secara serabutan.

Suatu ketika ketika pulang kampung, ia berbicara dengan rekannya sesama pemuda Hegarmanah.
Ia melihat ada potensi kampungnya yang bisa dikembangkan menjadi obyek wisata.

"Terakhir saya bekerja di Bogor. Sejak itu saya putuskan pulang kampung dari merantau selama bertahun-tahun. Saya dan beberapa kawan merintis dari awal. Mempromosikan bersama-sama. Berjuang bersama-sama," ujar Agus.

Usaha keras Agus dan pemuda lainnya membuahkan hasil. Kini, kawasan Hegarmanah dan khususnya Lebak Damar, telah menjadi tempat wisata unggulan.

Yang lebih membanggakan, para pemuda kini tak perlu lagi pergi merantau jauh dari keluarga.

"Kami sudah komitmen bersama untuk memajukan kampung kami. Untuk penghasilan, alhamdulillah sudah mencukupi meski belum terlalu besar. Tapi, kami sangat syukuri daripada bekerja merantau jauh dari rumah," tandas Agus.

Jika para pemuda turut aktif mengelola kawasan wisata, warga lain, ikut mencari peruntungan dengan berdagang di area wisata.

Cukup mudah kita mendapati pedagang mie rebus, minuman ringan atau sekadar mengisi waktu santai di sela piknik dengan menyeruput kopi di warung-warung yang buka setiap hari itu.

Menurut Jaro Asep, dari sisi ekonomi, peningkatan yang dirasakan sebagian warga cukup pesat.
Mereka kini tak hanya mengandalkan hasil pertanian atau perkebunan.

"Efeknya ya sisi pendidikan anak juga. Jika dulunya mayoritas hanya lulusan SD atau SMP, kini banyak yang melanjutkan sekolahnya karena mereka ingin maju dan orangtuanya juga sudah punya penghasilan tambahan sebagai dampal adanya sektor pariwisata di desa ini," tandasnya. (Feryanto Hadi)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved