Anggaran DKI
Anies Baswedan Menilai Kesalahan Sistem e-Budgeting Warisan Gubernur Ahok karena Tidak Smart System
Kalau smart sistem, dia bisa melakukan pengecekan, verifikasi. Dia juga bisa menguji, ini sistem digital, tapi masih manual.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri |
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyalahkan sistem e-budgeting atau penganggaran elektronik warisan dari Gubernur DKI sebelumnya, Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI ini menyebut sistem digital tersebut tidak pintar atau smart.
“Kalau smart sistem, dia bisa melakukan pengecekan, verifikasi."
"Dia juga bisa menguji, ini sistem digital, tapi masih mengandalkan manual, sehingga kalau ada kegiatan-kegiatan, jadi gini (ditemukan masalah) ketika menyusun RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah),” kata Anies Baswedan di Balai Kota DKI pada Rabu (30/10/2019).
Hal itu dikatakan Anies saat menanggapi adanya usulan pembelian lem Aibon sebesar Rp 82,8 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat.
Kata Anies Baswedan, sebetulnya sistem tersebut digunakan di era gubernur sebelumnya.
• Dinas Pendidikan DKI Jakarta Melakukan Revisi Anggaran Pembelian Lem Aibon, Pulpen, dan Komputer
Bahkan, beberapa waktu lalu Anies telah menemukan adanya kejanggalan anggaran dalam belanja alat tulis kantor (ATK) di dinas mencapai Rp 1,6 triliun. Namun Anies tidak mencari ‘panggung’ dengan memarahi anak buahnya karena mengajukan anggaran yang tidak wajar.
“Kalau diumumkan hanya menimbulkan kehebohan."
"Sebenarnya, kelihatan keren marahi anak buah, tapi bukan itu yang saya cari."
"Namun, yang saya cari adalah ini ada masalah dan harus dikoreksi karena mengandalkan manual,” ujar Anies.
“Kalau ngeceknya manual akan selalu berulang seperti ini dengan melihat situasi, kami perhatikan sistemnya harus diubah supaya begitu mengisi, hasil komponennya relevan,” katanya.
• Wali Kota Jakarta Barat Buka Suara Soal Anggaran Lem Aibon Rp 82,8 Miliar Diduga karena Salah Ketik
Atas temuan yang tidak wajar itu, Anies lalu mengecek satu persatu bersama pegawai satuan perangkat kerja daerah (SKPD) di wilayah DKI untuk turut mengawasi.
Bahkan Anies telah menunjukkan keanehan anggaran yang diusulkan tersebut kepada para pegawai struktural.
“Saya tidak umumkan keluar, karena saya mau koreksi dan tidak bisa seperti ini terus. Kalau diumumkan menimbulkan kehebohan dan gubernurnya kelihatan keren sih,” ucapnya.
Hingga kini, Anies berupaya untuk memperbaiki sistem tersebut agar tidak terulang kepada gubernur selanjutnya.
Dengan demikian, proses penganggaran bisa berjalan dengan baik dan akuntabel tanpa menimbulkan polemik.
“PR (pekerjaan rumah) ini, karena saya menerima warisan sistem ini dan saya tidak ingin meninggalkan sistem ini untuk gubernur berikutnya. Tujuannya agar gubernur berikutnya tidak menemukan masalah yang sama dengan yang saya alami,” jelasnya.
• Sukarno Secara Sadar dan Suka Rela Mau Berkorban Agar Api Tidak Menyambar Rumah Warga
Sistem e-budgeting direncanakan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada 2013 lalu melalui Peraturan Gubernur Nomor 145 tahun 2013.
Sistem tersebut kemudian dijalankan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat menjabat gubernur pada 2015 lalu.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta mengungkap klaim, mereka tidak pernah mengunggah dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 di website apbd.jakarta.go.id.
Karena itu, diduga dokumen tersebut bocor, sehingga menimbulkan polemik di media dan masyarakat.
Kepala Bappeda DKI Jakarta, Sri Mahendra mengatakan, pihaknya baru akan mengunggah dokumen itu bila mendapat kekuatan hukum.
Artinya, jika telah ditetapkan oleh Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta.
“Kalau ada yang bisa menemukan alamatnya itu, saya juga tahu mungkin ada sistem yang bocor atau bug,” ujar Mahendra di Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan pada Rabu (30/10/2019).
Tidak hanya KUA-PPAS, kata dia, pemerintah juga tidak mengunggah dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang menjadi rancangan KUA-PPAS untuk APBD 2020.
Kata dia, dokumen RKPD yang dibuat pemerintah sebagai bahan untuk persiapan dalam membuat KUA-PPAS.
“Waktu itu asumsinya segera dibahas, dan begitu selesai bahas itu akan segera upload,” katanya.
Karena itu, bila dokumen itu hilang padahal sempat muncul di website pemerintah diduga ada kebocoran.
Dalam rapat bersama Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mahendra juga menjelaskan sempat munculnya dokumen rancangan anggaran DKI.
“Kami sedang investigasi kenapa yang bisa mendapatkan data itu karena kami belum pernah upload."
"Kemarin, informasinya setelah itu ditutup lagi,” katanya.
Ucapan Mahendra ini sekaligus menjawab pertanyaan dari anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana.
William mempertanyakan hilangnya dokumen KUA-PPAS yang diunggah oleh pemerintah DKI.
“Kenapa dihapus, harusnya dibiarkan saja biar masyarakat tahu karena ini bukannya uangnya gubernur bukan juga uangnya DPRD,” ucap William.

Gubernur DKI Jakara, Anies Baswedan, memerhatikan salah satu foto yang dipamerkan di acara pameran foto bertema 'Ruang Ketiga Jakarta' di Blok G, Balai Kota DKI Jakarta, Sabtu (19/10/2019) (Warta Kota/Fitriyandi Al Fajri)