Unjuk Rasa Mahasiswa

Ketua YLBHI: Adanya RKUHP Bikin Rakyat Sadar Pemerintah Hadir untuk Menghukum Mereka

RKUHP yang dirancang pemerintah dan DPR RI dianggap bisa berbahaya bagi demokrasi Indonesia.

Penulis: Desy Selviany | Editor: Dian Anditya Mutiara
Ilustrasi KUHP dan KUHAP. (Kompas.com/Palupi Annisa Auliani) 

Rancangan Undang-undang - RUU KUHP dinilai bisa kriminalisasi masyarakat Indonesia.

Pasal-pasal yang dirancang pemerintah dianggap tidak cocok dengan demokrasi Indonesia saat ini.

Ketua YLBHI Asfinawati menjelaskan satu contoh soal RKUHP pertahanan dan penghinaan martabat Presiden yang dianggap isinya sangat multitafsir.

“Bahkan soal pertahanan saya lihat isinya sangat kabur, ada diksi patut diduga disitu, Kalau dia sebenarnya gak punya pengetahuan tentang patut diduga disitu bagaimana?” kata Asfin di acara dialog Dua Arah, Selasa (3/10/2019).

Mahfud MD Ungkap Saat Pertemuan Tokoh Sebut Jokowi Tertawa-tawa Saat Bahas Opsi Perppu KPK

Maka dari itu kata Asfin, ia tidak aneh jika gelombang unjuk rasa besar terjadi untuk menolak RKUHP tersebut.

“Pasal-pasal seperti inikan membuat masyarakat sadar, pemerintah hadir untuk menghukum mereka,” kata Asfin.

Meski demikian Pakar hukum pidana Suparji Ahmad tidak sepakat dengan Asfin.

Beda Sikap Jokowi Soal UU KPK dan RKUHP, Pengamat: Kepentingan Elit Politik Lebih Besar

Menurutnya RKUHP tidak dapat dilihat hanya dalam konteks kontrol sosial saja tetapi dilihat pula sebagai perbaikan sistem sosial.

“Saya kira lihat perspektif bukan negara hadir untuk menghukum tapi negara hadir untuk mendesain kehidupan lebih baik,” jelas Supriaji menjawab Asfin.

Ia mencontohkan, kehadiran negara di ruang-ruang privasi sudah terdapat di dalam KUHP lainnya seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

“Tapi negara hadir juga tidak jadi persoalan, kalau suatu yang privat dan menjadi universal negara harus hadir disitu,” jelas Supriaji.

DITANYA Kepanjangan RKUHP, Pelajar: Enggak Tau Bang, Teman-teman Menolak, Saya Juga Ikut Menolak

Sedangkan untuk pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden Supriaji mengklaim jika ada banyak perbaikan dari draft RKUHP sebelumnya.

Misalnya saja diksi penghinaan ditambah menjadi penghinaan martabat dan harkat.

Sifatnya juga berubah menjadi delik aduan dan memiliki kualifikasi pemidanaan.

“Dan telah ada kualifikasi jika itu kritik, kebijakan umum dan  mempertahankan diri itu tidak termasuk,” kata Supriadji.

Pernah Tersangkut Korupsi, Inilah Daftar Kekayaan La Nyalla Ketua DPD Periode 2019-2024

Oleh karenanya, ia menganggap penundaan pengesahan RKUHP tidak bisa menyelesaikan masalah saat ini.

“Saya fikir tidak menyelesaikan masalah penundaan itu, jadi mustinya harus segera disahkan,” kata Supriadji.  

Batal Disahkan

Diberitakan Kompas.com sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati penundaan pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP).

Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat paripurna ke-12 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/9/2019).

Awalnya Ketua DPR Bambang Soesatyo menuturkan bahwa sebelum rapat paripurna, pimpinan DPR menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) bersama pimpinan fraksi dan komisi.

Dalam rapat tersebut seluruh unsur pimpinan menyetujui usulan penundaan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang, salah satunya RKUHP.

Sudjiwo Tedjo: Perppu KPK Satu-satunya Cara Agar Jokowi dan DPR Kembali Dipercaya

"Bahwa tadi sebelum rapat paripurna ini telah diadakan rapat Bamus antarpimpinan DPR dan seluruh unsur pimpinan fraksi serta komisi terkait usulan penundaan atau carry over beberapa rancangan undang-undang yang akan kami selesaikan pada periode ini," ujar Bambang saat memimpin rapat paripurna.

"Apakah dapat disetujui?" kata dia.

Seluruh anggota DPR yang hadir pun menyatakan setuju. Selain RKUHP terdapat empat RUU yang ditunda dan dilanjutkan pembahasannya pada periode 2019-2024.

Keempat RUU tersebut adalah RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU Perkoperasian, dan RUU Pengawasan Obat dan Makanan.

Bambang mengatakan, dalam rapat Bamus, seluruh fraksi dan alat kelengkapan mengerti urgensi pengesahan RUU tersebut karena telah melalui proses yang panjang.

Namun, seluruh fraksi juga memahami situasi sehingga menyetujui RUU tersebut ditunda.

"Seluruh fraksi memahami situasi sehingga setuju RUU ditunda dan di-carry-over pada masa persidangan pertama pada periode yang akan datang," kata Bambang.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta DPR menunda pengesahan RKUHP yang menuai polemik di masyarakat.

Jokowi sudah memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

"Saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR ini agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tak dilakukan DPR periode ini," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019).

Jokowi menyebut permintaan ini karena ia mencermati masukan berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi RKUHP. "Saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut," kata Jokowi.

Presiden Jokowi juga telah memerintahkan Menkumham Yasonna Laoly untuk menampung masukan dari berbagai kalangan terkait revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Memerintahkan Menteri Hukum dan HAM untuk mencari masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat, sebagai bahan untuk menyempurnakan RUU KUHP yang ada," ucap Jokowi.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved