Fintech

Bisnis Fintech P2P Lending Berkembang Pesat, Apakah Akan Bernasib seperti di China?

Bisnis Fintech P2P Lending Berkembang Pesat, Apakah Akan Bernasib seperti di China? Jumlah pinjaman yang sudah disalurkan mencapai Rp 49,7 miliar.

thinkstockphotos
Ilustrasi. 

WARTA KOTA, PALMERAH--- Bisnis fintech peer to peer (P2P) lending Indonesia memasuki usia empat tahun.

Kehadiran industri ini ditandai saat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Peraturan (POJK) 77 tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Selama itu pula bisnis ini tumbuh cepat dan menjamur.

Hingga Juli 2019, jumlah pinjaman yang sudah disalurkan P2P lending mencapai Rp 49,79 miliar.

Dari jumlah tersebut hanya 2,52 persen yang mengalami pinjaman bermasalah atau wanprestasi.

Melihat Jejak Kopi Indonesia di Yunani

Adapun pelaku usaha bisnis ini terus bertambah hingga 127 entitas, tujuh di antaranya telah mendapatkan izin dari regulator.

Sisanya masih mengantongi status terdaftar dari OJK.

Pertumbuhan industri P2P lending yang begitu cepat tidak hanya terjadi di Indonesia.

Mengutip Reuters yang dilansir Kontan, model bisnis ini sudah populer di China sejak 2011.

Bahkan hingga 2015, terdapat 3.500 entitas P2P lending di negeri bambu itu.

Namun, bisnis yang melaju kencang diawal ini, terseok dan jatuh seiring munculnya berbagai protes.

Pemerintah mengambil tindakan dan membuat aturan ketat pada Juni 2018.

Mau Beli Rumah Vokalis Nirvana? Apa Saja yang Ada di Dalam Rumah Itu

Berkat aturan ini, ribuan pelaku P2P lending China berguguran.

Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) menilai industri P2P lending Indonesia dan China sangat berbeda.

Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI, Tumbur Pardede, mengatakan, berkembang P2P lending di China tumbuh pesat, tetapi pemerintah China terlambat mengatur dan mengawasi melalui peraturan dan kebijakan.

“Sehingga industri P2P lending berkembang tanpa ada yang mengawasi operasional usaha penyelenggara P2P lending," kata Tumbur seperti dikutip dari Kontan, Kamis (3/10/2019).

Di China, isu utama adalah tidak ada perlindungan yang baik terhadap para pemberi pinjaman atau lender sehingga dana yang sudah disalurkan tidak dapat kembali.

Melihat Matahari Terbit dari Punthus Setumbu dengan Latar Candi Borobudur

"Ada yang karena platform tidak menjalankan mitigasi risiko dengan benar ada juga yang melakukan penggelapan dana lender. Saat pemerintah China ikut mengatur dan mengawasi, banyak P2P lending yang kolaps,” kata Tumbur.

Ia membandingkan dengan kondisi Indonesia.

Tumbur mengatakan, OJK mengawali industri P2P lending Indonesia melalui POJK 77.

Ia mengatakan, aturan ini mengatur penyelenggara P2P lending dengan cukup baik tanpa menghilangkan inovasi dan keleluasaan usaha.

Selain itu, kata Tumbur, AFPI juga telah ditunjuk oleh OJK untuk menjadi mitra regulator untuk self-regulatory organization atau SRO.

Asosiasi juga turut serta mengatur industri secara independen bagi kepentingan semua stakeholder.

Khususnya dengan memastikan menjalankan pedoman penyelenggaraan usaha (code of conduct) oleh semua anggota AFPI.

“POJK 77 dan Code of Conduct AFPI untuk saat ini masih dirasakan cukup membentengi namun ke depannya tidak cukup terkait dengan inovasi baru, business model baru, teknologi baru dan isu-isu baru yang timbul. Sehingga sangat diperlukan penyesuaian atau perubahan POJK dan CoC AFPI,” kata Tumbur.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi, mengatakan, selalu mendorong pertumbuhan industri ini.

Namun ia tidak menginginkan P2P lending Indonesia berakhir seperti di China.

Oleh sebab itu, OJK terus mengawasi dan menerapkan kehati-hatian.

“Kami tidak mau industri berakhir seperti di China yang mengalami kerusakan yang luar biasa. Kami akan jaga agar industri ini tetap sehat di masa depan,” kata Hendrikus.

Ingin Tahu Usia Orang Kaya di AS Ketika Mulai Jadi Pengusaha?

Berita ini sudah diunggah di Kontan dengan judul Tumbuh melesat, apakah P2P lending Indonesia bisa bernasib seperti di China?

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved