Kilas Balik
Anak Muda Itu Bernama Kapten Pierre Tendean, Intelijen Usia 26 Tahun yang Berakhir di Lubang Buaya
Nama Kapten Pierre Tendean tak asing karena parasnya yang begitu menawan. Simak kenangannya semasa hidup yang disampaikan saksi hidup berikut
Nama Kapten Pierre Tendean tak asing karena parasnya yang begitu menawan.
Ia adalah sosok yang begitu misterius apalagi saat karirnya melesat sebagai ajudan
Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/KSAB Jenderal Abdul Haris Nasution.
Jiwa membara sebagai prajurit bangsa tidak terbantahkan meski keluarga Tendean
sempat menolak anak laki-laki satu-satunya masuk akademi militer.
Seperti ditulis Kompas.com, di balik sifat kaku dan disiplinnya, Pierre yang gemar
makan colenak ini juga memiliki pengalaman masa muda seperti anak seusianya dan
kisah cinta abadi bersama wanita pujaannya.
Menariknya, meski Pierre Tendean telah tutup usia tak disangka antusias generasi
muda mendalami kisah Pierre masih terlihat sampai sekarang.
Dalam episode ini Singkap mewawancarai sahabat satu angkatan Pierre di akademi
militer jurusan teknik, Effendi Ritonga yang mengenang masa-masa plonco saat
menjadi calon taruna.
Ada pula para penulis buku biografi resmi Pierre Tendean yang selama dua tahun
mengumpulkan arsip-arsip serta dokumentasi tentang Pierre, dan Yanti Nasution
(anak sulung Jenderal A.H Nasution) orang terkahir yang bersama Pierre saat malam
kelam 30 September 1965. (Kompas TV)
Perwira Intelijen yang Berakhir Lubang Buaya
Pierre Andreas Tendean atau dikenal sebagai Kapten Tendean merupakan seorang
perwira militer yang menjadi korban peristiwa Gerakan 30 September (G30S) tahun 1965.
Ia dibunuh secara tidak manusiawi dan dimasukkan kedalam sumur bersama keenam
perwira tinggi TNI lainnya, Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI Mas Tirtodarmo
Haryono, Mayjen TNI S Parman, Mayjen TNI R Soeprapto, Brigjen TNI Donalad Isaccus
Pandjaitan, dan Brigjen TNI Soetojo S.
Rumah Jenderal Nasution yang berlokasi di Jalan Teuku Umar Nomor 40, Gondangdia,
Jakarta Pusat, menjadi tempat terakhir Kapten Tendean singgah sebelum terbunuh
tragis oleh kelompok PKI.
Di museum inilah diorama serta foto-foto Kapten Tendean terbingkai rapi bersama
barang-barang peninggalan Jenderal Nasution.
Terlahir dari pasangan L. Tendean, seorang dokter berdarah Minahasa dan Maria
Elizabeth Cornet, wanita Indonesia berdarah Perancis, Pierre Tendean merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara.
Kakak dan adiknya masing-masing bernama Mitze Farre dan Rooswidiati.
Sejak kecil, perwira kelahiran Jakarta 21 Februari 1939 ini mulai tertarik untuk
menggeluti bidang militer.
Mulai mengenyam sekolah dasar di Magelang, ia melanjutkan sekolahnya SMP dan
SMA di Semarang, tempat ayahnya bertugas.
Hingga pada tahun 1958, ia memulai pendidikannya menjadi taruna di Akademi
Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung.
Karier awalnya di bidang militer dimulai dari menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni
Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan.
Setahun kemudian, ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Intelijen Negara di
Bogor.
Tamat sekolah intelijen, ia langsung ditugaskan oleh Dinas Pusat Intelijen Angkatan
Darat (DIPIAD) untuk menjadi mata-mata ke Malaysia sehubungan dengan konfrontasi
antara Indonesia dengan Malaysia yang dikenal dengan istilah Dwikora.
Ia bertugas untuk memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk
melakukan penyusupan ke Malaysia.
Sejak saat itu prestasi Pierre Tendean di bidang militer mulai menjanjikan.
Dibuktikan dengan setidaknya ada tiga jenderal yang menginginkan Pierre menjadi
ajudannya, yaitu Jenderal Nasution, Jenderal Hartawan, dan Jenderal Kadarsan.
Namun Jenderal Nasution berkeras menginginkan Pierre sebagai ajudannya.
Hingga pada tanggal 15 April 1965, Pierre mulai dipromosikan menjadi Letnan Satu
(Lettu) dan pengawal pribadi Jenderal Abdul Haris Nasution, menggantikan Kapten
Manullang yang gugur saat menjaga perdamaian di Kongo.
Pada usianya yang menginjak 26 tahun, Pierre menjadi salah satu pengawal termuda
yang dimiliki Jenderal Nasution.
Sejak ia bertugas dengan Jenderal Nasution, Tendean bisa dikatakan menjalin
hubungan keluarga yang cukup dekat dengan kedua anak Jenderal Nasution, Ade Irma
Suryani dan Hendrianti Sahara Nasution.
Salah satu kedekatan beliau dengan Ade Irma Suryani dapat dilihat dari bingkai foto
mereka yang terpampang di dalam Museum AH Nasution.
Tepat tanggal 30 September, Tendean yang biasanya berada di Semarang untuk
merayakan hari ulang tahun ibunya kala itu menunda kepulangannya karena bertugas
sebagai ajudan A.H Nasution di Jalan Teuku Umar Nomor 40 Jakarta Pusat.
Namun tak disangka, pasukan Tjakrabirawa datang menyerbu kediaman Jenderal
Nasution untuk melakukan penculikan.
Pierre Tendean yang saat itu sedang beristirahat di ruang tamu kediaman Jenderal
Nasution sontak terbangun dan mendatangi sumber kegaduhan.
Ia langsung disambut dengan todongan senapan oleh pasukan Tjakrabirwa.
Pierre Tendean yang diduga oleh Pasukan Tjakrabirawa sebagai Jenderal Nasution
langsung diculik dan dibawanya ke Lubang Buaya.
Selain menculik Pierre Tendean, nyawa Ade Irma Suryani Nasution, putri Jenderal
Nasution tak terselamatkan karena peluru yang menembus tubuhnya.
Diorama yang terletak di samping gedung utama Museum Dr. A.H Nasution
menjelaskan bagaimana kronologi penangkapan Kapten Tendean oleh Pasukan
Tjakrabirawa.
Nampak jelas bahwa Kapten Tendean yang terkepung oleh senjata Tjakrabirawa.
Diceritakan bahwa Kapten Tendean selaku ajudan Jenderal Nasution melindungi
pemimpinnya dengan berkata "Saya Jenderal AH Nasution."
Pierre pun dibawa ke Lubang Buaya bersama bersama keenam perwira tinggi TNI
lainnya yang kemudian dibunuh secara keji dan dimasukkan ke dalam sumur
berdiameter 75 cm dengan posisi kaki di atas.
Pierre Tendean meninggal di usianya yang menginjak 26 tahun.
Duka mendalam pun dialami ibunya dan juga calon istri bernama Rukmini Chaimin
yang menantinya di Medan untuk melaksanakan pernikahan pada bulan November 1965.
Pierre Tendean kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada
tanggal 5 Oktober 1965.
Bentuk kehormatan pun disampaikan dengan menaikkan pangkat beliau menjadi Kapten. (KOMPAS.COM/WIENDA PUTRI NOVIANTY)
