Polemik RKUHP
TERUNGKAP Penentuan Bobot Hukuman dalam RKUHP Kadang Pakai Perasaan, Contohnya Pasal Aborsi
"Kadang-kadang mohon maaf juga, ya kadang-kadang suka-suka saja begitu, contohnya nih segini, cocoknya segini, pakai rasa (perasaan) dia
Kendati demikian, kata Nasir, penentuan ancaman pidana juga dilakukan dengan cara lain, yakni menggunakan perasaan atau penyesuaian.
"Kadang-kadang mohon maaf juga, ya kadang-kadang suka-suka saja begitu, contohnya nih segini, cocoknya segini, pakai rasa (perasaan) dia, tetapi kenapa segitu ya tidak ada penjelasan. Itu bukan umum ya, itu pendapat saya," ucap politisi PKS itu.
Sebelumnya, Institute for Criminal and Justice System (ICJR) pernah mengkritik pengaturan tentang bobot hukuman.
• Brimob Amankan Sepucuk Senjata Api Rakitan dari Pelaku Pencurian Motor
Mereka menilai, sampai saat ini pemerintah belum pernah mempresentasikan ke publik mengenai metode atau pengaturan bobot hukuman. Hal ini rawan menghasilkan ancaman pidana yang tidak proporsional dan mengakibatkan jumlah pemenjaraan meningkat drastis.
Penjelasan Menkumham Soal Pasal Aborsi
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ( Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan soal pasal dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) yang menjadi perhatian publik.
Salah satunya yang menyangkut aborsi.
Ketentuan pemidanaan itu dimuat dalam Pasal 470 Ayat (1). Bunyinya,
"Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun."
• Tabrakan Beruntun di Tol Jakarta-Merak, Pengemudi Camry dan Innova Luka Parah, Mobilnya Juga Ringsek
"Ini sebenarnya sudah ada di KUHP yang sekarang (yang berlaku). Ancamannya berat, 12 tahun," kata Yasonna dalam konferensi pers di Kemenkumham, Jakarta, Jumat (20/9/2019).
Adapun dalam aturan yang berlaku saat ini, ketentuan pemidanaan aborsi tercantum dalam Pasal 347 Ayat (1). Bunyinya,
"Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun."
• Ucapan Waldono yang Pernah Bilang Ingin Pulang Bareng Lima Rekannya Jadi Firasat Kecelakaan di Tol
Menurut dia, ketentuan baru dalam RKUHP ini memiliki ancaman pidana yang lebih rendah dan tidak berlaku bagi korban perkosaan atau karena alasan medis.
"Seorang perempuan yang diperkosa oleh karena dia tidak menginginkan janinnya, dalam terminasi tertentu dapat dilakukan atau karena alasan medis, mengancam jiwa misalnya dan itu mekanismenya juga diatur dalam Undang-Undang Kesehatan," kata Yasonna.
Meski Presiden Joko Widodo sudah meminta pengesahan RKUHP ditunda, Yasonna menjelaskan pasal-pasal yang menjadi perhatian publik untuk meluruskan mispersepsi yang timbul dari pasal ini.