Kabut Asap
UPDATE Polda Riau Tetapkan 47 Tersangka Perorangan dan 1 Perusahaan Kasus Karhutla
Polda Riau Tetapkan 47 Tersangka Perorangan dan 1 Perusahaan Kasus Karhutla. Kabut Asap di Riau juga datang dari wilayah Sumatera Selatan
Tagar #IndonesiaDaruratAsap trending di media sosial Twitter.
Hingga Minggu (15/9/2019) pagi, tagar tersebut terpantau telah dibicarakan lebih dari 57 ribu kali.
Berdasarkan data, kabut asap di Riau terbukti lebih bahaya dari kabut asap di Jakarta.
Saat dikonfirmasi terkait kondisi kabut asap di Provinsi Riau, Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Agus Wibowo mengatakan kondisi karhutla terutama di Riau sudah parah.
Pasalnya selain terjadi di hampir sebagian wilayah, juga ada kiriman kabut asap dari Sumatera Selatan.
"Kalau titik api (Riau) tidak terlalu banyak, tapi gede-gede. Soal kabut asap, ini sudah sangat bahaya. Asap itu kan berbahaya," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (14/9/2019) malam.
Agus menambahkan, kualitas udara yang buruk dengan pekatnya kabut asap, imbuhnya mempunyai dampak yang cukup banyak, terutama bagi anak-anak.
Karena itu, sudah ada edaran dari Dinas Kesehatan untuk meliburkan sekolah guna menghindari adanya aktivitas di luar rumah agar terhindar atau menghidurp asap yang berbahaya tersebut.
"Kemarin kualitas udaranya sampai 360 lebih, itu kan membahayakan," papar dia.
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau saat ini, sambungnya, hampir mirip dengan kejadian kebakaran hutan dan lahan di tahun 2013-2014.
"Riau 2013-2014 mirip, sampai susah bernapas. Berat sekali, dari sisi kesehatan sangat berbahaya, menimbulkan dampak berbahaya," imbuh dia.
Lebih lanjut, Agus mengatakan karhutla di Riau hampir menyeluruh. "Kena semua," papar dia.
Jauh Lebih Buruk dari Jakarta
Untuk diketahui, kualitas udara di Riau dikabarkan sangat tidak sehat sejak beberapa hari terakhir.
Berdasarkan pemberitaan Kompas.com, Jumat (13/9/2019) kualitas udara di Pekanbaru, Riau hingga pukul 13.00 WIB tercatat lebih buruk daripada Jakarta.
Kualitas udara di Pekanbaru, Riau tercatat sangat tidak sehat, dengan Air Quality Index (AQI) atau indeks kualitas udara sebesar 264.
Padahal AQI Jakarta hanya 163. Walaupun kualitas udara di Jakarta tercatat lebih rendah dari Pekanbaru, indikatornya tetap dinyatakan tidak sehat.
Sementara, Rekapitulasi Data P3E Sumatera KLHK dan Dinas LHK Provinsi Riau mencatat indeks standar pencemar udara (ISPU) tertinggi di wilayah Pekanbaru 269, Dumai 170, Rohan Hilir 141, Siak 125, Bengkalis 121, dan Kampar 113 pada Kamis (14/9/2019) pada pukul 07.00-15.00 WIB.
Angka tersebut adalah indikasi dimana udara tidak sehat karena berada dalam rentang 101-199.
Minggu (15/9/2019) pagi, Kompas.com memantau kualitas udara di beberapa tempat di wilayah Riau.
Hasilnya, beberapa tempat di Riau yakni di Siak memiliki catatan angka 202 berdasarkan AQI atau indeks kualitas udara dengan status sangat tidak sehat.
Sementara beberapa tempat di Dumai, Batam, Pekanbaru dan Rumbai memiliki status tidak sehat dengan indeks AQI masing-masing 173, 160, 158, dan 193.
Tujuh Helikopter Dikerahkan
Saat ini, upaya penanganan kebakaran hutan terus dilakukan. BNPB terus mengerahkan personel untuk penanganan di beberapa provinsi.
Tujuh helikopter dikerahkan untuk pengeboman air dan patroli di wilayah Riau.
Terhitung sejak 19 Februari 2019 hingga 31 Oktober lalu lebih dari 124 juta liter air digelontorkan untuk pengeboman.
Sementara, lebih dari 159 garam digunakan untuk operasi hujan buatan atau teknologi modifikasi cuaca. Berdasarkan data BNPB, luas lahan terbakar akibat karhutla di wilayah Riau seluas 49.266 hektar dengan luasan lahan gambut 40.553 hektar dan mineral 8.713 hektar.
Fakta-fakta
Seperti diketahui, bencana kabut asap membuat warga di Pekanbaru berbondong-bondong mengantri pengobatan gratis yang digelar di kepolisian Satuan Lalu lintas (Satlantas) Polresta Pekanbaru, pada hari Jumat (13/9/2019).
Dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengingatkan masyarakat agar segera memeriksakan ke dokter sebelum kesehatannya semakin buruk akibat menghirup asap kebakaran hutan dan lahan.
Ketua Pokja Paru dan Lingkungan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Feni Fitriani Sp.P(K) saat dihubungi di Jakarta, Jumat, menekankan agar masyarakat bisa memerhatikan kondisi tubuh yang menurun dan segera berobat sebelum bertambah parah.
Dia menerangkan bahwa asap akibat kebakaran hutan dan lahan mengandung berbagai gas berbahaya seperti sulfur dioksida (SO), karbon monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2) dan Ozon Permukaan (O3).
Jika seseorang terpapar asap karhutla dalam jangka waktu yang lama, khususnya bila kandungan CO tinggi bisa menyebabkan keracunan dan membuat darah kekurangan oksigen. Ini akan menyebabkan tubuh lemas hingga pingsan.
Menurut Kasat Lantas Polresta Pekanbaru AKP Emil Eka Putra, kebanyakan warga yang datang mengeluhkan sesak napas dan batuk pilek.
Sementara itu, di Kota Dumai, beredar sebuah video seorang perempuan yang sedang mengendarai sepeda motor tiba-tiba lemas di tengah jalan yang dipenuhi kabut asap.
Sejumlah warga dan petugas kesehatan yang berada di sekitar lokasi, segera membantu perempuan tersebut. Diduga perempuan itu lemas karena terpapar kabut asap.
Berikut ini fakta lengkap bencana asap di Riau:
1. Korban kabut asap mengantri pengobatan gratis
AKP Emil Eka Putra mengatakan, masyarakat korban kabut asap cukup antusias mengikuti pengobatan gratis.
"Cukup ramai warga datang manfaatkan pengobatan gratis ini. Mereka rata-rata mengeluhkan gangguan pernapasan, seperti batuk, sesak napas. Karena kabut asap cukup pekat beberapa hari ini," kata Emil kepada Kompas.com melalui keterangan tertulis, Jumat.
Selain itu, pihaknya juga mengimbau masyarakat, terutama pengguna jalan, agar menggunakan masker.
Pengguna jalan juga diimbau agar lebih berhati-hati saat berkendara, karena jarak pandang terbatas.
"Pengguna jalan agar menyalakan lampu kendaraan di siang hari. Kemudian mengurangi kecepatan, karena jarak pandang terbatas. Dan, jangan melanggar peraturan lalu lintas," imbau Emil.
2. Kabut asap membuat jarak pandang sekitar 300 meter
Pada hari Jumat (13/9/2019), kabut asap dari kebakaran lahan dan hutan di Pekanbaru membuat jarak pandang makin menurun.
Selain itu, kualitas udara sudah masuk dalam kategori tidak sehat hingga berbahaya.
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru, jarak pandang pukul 07.00 WIB di Pekanbaru hanya 300 meter.
Waktu itu, BMKG sudah mengeluarkan peringatan untuk waspada terhadap penurunan kualitas udara dan jarak pandang tersebut.
Prakirawan BMKG Stasiun Pekanbaru Bibin Sulianto menyampaikan, pagi ini titik panas atau hotspot di Riau terdeteksi 239, yang tersebar di sembilan kabupaten dan kota di Riau.
"Pantauan kita jam 07.00 WIB, Pekanbaru jarak pandang 300 meter, Kabupaten Indragiri Hulu 300 meter, Dumai 400 meter dan Pelalawan 200 meter," sebut Bibin dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat.
3. Viral video perempuan lemas di tengah kabut asap
Sebuah Video seorang perempuan yang nyaris jatuh dari atas kendaraan roda dua, menjadi viral di media sosial.
Peristiwa tersebut diketahui terjadi di perempatan lampu lalu lintas Tugu PON Kota Dumai.
Diduga, perempuan tersebut lemas dan sesak nafas karena menghidrup udara berasap pada Jumat (13/9/2019) pagi sekitar pukul 07.35 WIB, seperti dikutip dari Antara.
"Terlihat dia sudah linglung dan beberapa kali menyandarkan kepala ke stang sepeda motor, saya mulai curiga dan tidak lama beberapa orang langsung membawanya ke ambulans," kata Rudi Fajrin, pemilik video.
4. Klaim Menhub terkait bencana kabut asap
Pengendara menembus kabut asap dampak dari kebakaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Riau, Kamis (12/9/2019).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengklaim kabut asap kebakaran hutan yang terjadi di Riau dan Kalimantan tak ganggu penerbangan.
“Sejauh ini belum ada dampak yang serius ya, tapi ke depan kalo tidak ada upaya-upaya menyelesaikan, ini akan serius,” ujar Budi di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Sementara itu, Budi mengatakan telah meminta Dirjen Perhubungan Udara Polana B Pramesti berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait kebakaran hutan di Riau dan Kalimantan.
“Memang Riau yang dalam posisi paling besar, karena 2 hal, yang dari selatan itu ke arah Riau dan dari Riau enggak bisa kemana-mana, karena ada angin tertentu yang di Selat Malaka, jadi mereka (asap) stop di Riau,” kata Budi.