Rusuh Papua
Sesama Daerah Separatis, Penyelesaian Konflik di Papua Tak Bisa Disamakan dengan Aceh
Tokoh agama di Papua membandingkan penyelesaian konflik yang dilakukan Indonesia terhadap Aceh. Pemerintah dianggap tidak menerapkan hal sama di Papua
Penulis: Desy Selviany | Editor: Dian Anditya Mutiara
“Dalam beberapa kunjungan dan saat bertugas di berbagai tempat saya selalu menceritakan kondisi Aceh yang berhasil menciptakan perdamaian dan menyelesaikan konflik yang terjadi," ujar Feith, Jumat (13/10/2015).
"Jadi (proses damai) ini memang pelajaran berharga bagi dunia dan negara-negara yang mengalami masalah yang sama seperti Filipina, Ukraina dan beberapa negara lainnya,” tambah Feith saat menghadiri peringatan 10 tahun proses damai Aceh pasca-MoU Helsinki di Banda Aceh.
“Saya melihat ada hal banyak berubah di Aceh, kini saya sudah bisa melihat masyarakat Aceh kembali tersenyum dan bisa meningkatkan taraf hidupnya yang lebih baik,” tambah dia.
• Pemuda Papua: Sayangkan Presiden Jokowi Dikelilingi Dosa lama Warisan Orde Baru
Feith mengakui, kondisi masyarakat Aceh saat perjanjian damai diteken pada 2005 sangat buruk dan menyedihkan.
“Saya bisa merasakan kesedihan masyarakat saat itu apalagi saat itu Aceh baru saja dilanda bencana tsunami, dan kini semua itu sudah tidak terlihat lagi,” ujarnya.
Melaksanakan implementasi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), sebut Feith, hendaknya pemerintah Aceh bisa mendahulukan pemenuhan kebutuhan rakyat, menghindari korupsi, dan meningkatkan kehidupan bertoleransi yang baik.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan, dalam 10 tahun terakhir telah banyak kemajuan yang telah dicapai Aceh.
Meski demikian masih ada beberapa hal yang harus ditingkatkan lagi.
Setidaknya proses yang terjadi selama 10 tahun ini menghadirkan sikap optimis bahwa Aceh berjalan ke arah yang lebih baik.
“Yang dibutuhkan adalah kebersamaan dan kekompakan dalam mengisi pembangunan, sehingga perdamaian ini mampu membawa masyarakat Aceh ke gerbang kesejahteraan,” ujar Zaini.