Berita Jakarta

Warga Kampung Bengek Jakarta Utara Hidup di Tengah-tengah Kondisi Lautan Sampah

Warga Kampung Bengek, Penjaringan Utara, Jakarta Utara harus hidup ditengah-tengah banyaknya tumpukan sampah.

Penulis: Luthfi Khairul Fikri |
Wartakotalive.com/Luthfi Khairul Fikri
Kondisi terkini kampung Bengek, Penjaringan Utara, Jakarta Utara, Senin (2/9/2019). 

Warga Kampung Bengek Penjaringan Utara, Jakarta Utara harus hidup di tengah-tengah banyaknya tumpukan sampah.

Ditambah lagi, memasuki perkampungan itu jalan nampak tak terurus dengan masih banyak bebatuan dan

berbentuk tanah merah.

Berdasarkan pantauan Wartakota saat tiba di Kampung Bengek, aroma bau sampah menyengat disekitar wilayah tersebut.

Kondisi terkini kampung Bengek, Penjaringan Utara, Jakarta Utara, Senin (2/9/2019).
Kondisi terkini kampung Bengek, Penjaringan Utara, Jakarta Utara, Senin (2/9/2019). (Wartakotalive.com/Luthfi Khairul Fikri)

Bantaran tanah seluas perkiraan satu hektare itu dipenuhi dengan berbagai sampah yang tentu bisa

menimbulkan penyakit.

Sejumlah rumah panggung dengan bahan tripleks dan kayu-kayu gelondongan berdiri di atas tumpukan

sampah tersebut.

Bahkan, sampah itu terlihat sampai menutup jalan menuju rumah-rumah warga sekitar.

Terlihat tak hanya sampah plastik, kasur bekas tak terpakai hingga limbah rumah tangga. 

Belum lagi nampak ada barang-barang besi rongsokan yang sudah berkarat yang berada di wilayah tersebut.

Ironisnya, terlihat juga domba milik warga setempat memakan makanan tak layak berupa sampah plastik dan

meminum air rawa-rawa sampah itu.

Warga yang tinggal di kampung itu juga terlihat tidak terganggu dengan adanya tumpukan sampah

Mereka pun masih santai beraktivitas dan bercengkrama satu sama lain meski banyak lalat berada di sekitarnya.

“Ya nyaman-nyaman aja, kalo penyakit mah yang tinggal di gedong mah penyakit sama aja. Selama ini mah

aman-aman aja, yang penting mah buat tidur aja,” ujar Sarwana (60) di kediamannya, Senin (2/9/2019).

Lebih lanjut, menurutnya penumpukan sampah ini terkadang setiap hari ya dibersihkan oleh warga setempat.

“Kita kalo bersihin ya bakar sendiri, kadang-kadang gotnya kita keruk supaya buat ngalirin air,” jelasnya.

Dia pun mengakui bahwa memilih tinggal ditempat tumpukan tersebut karena terpaksa lantaran tak memiliki

uang untuk membayar kostan tempat tinggal.

“Ya nggak bisa bayar kontrakan. Terakhir ngontrak Rp 300 ribu saat itu,” tuturnya.(M20)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved