Kemarau di Ibu Kota
CATAT Imbauan Anies Hadapi Peringatan Dini Kekeringan di DKI: Hemat Pakai Air dan Olah Air Bekas
CATAT Imbauan Anies Hadapi Peringatan Dini Kekeringan di DKI oleh BMKG: Hemat Pakai Air dan Olah Air Bekas Pakai
Penulis: Fitriyandi Al Fajri |
"Kalau yang punya duit begitu ngakalinnya, tapi kalau yang nggak punya warga nimba di belakang rumah. Untungnya kita masih punya sumur tua punya keluarga. Jadi setiap hari itu rame orang pada ambil air di sumur, kayak jaman dulu lagi pake timba," ceritanya.
Selain itu, guna mengakali tingginya biaya pembelian air bersih, sejumlah warga yang bekerja terpaksa mandi di kantornya masing-masing.
Kebiasaan tersebut katanya dilakukan setiap hari, baik pada pagi hari sebelum memulai aktivitas maupun sore hari menjelang pulang ke rumah.
Tak ayal, biaya air milik warga melonjak tinggi selama fenomena berlangsung.
Sebab, biaya air yang semula hanya sebesar Rp 3.500 per meter kubik atau per 1.000 liter melambung tinggi menjadi hanya sebanyak satu galon air atau 20 liter air dengan harga Rp 5.000 per galon.
"Ibu-ibu jelas nangis, soalnya memang gede banget biayanya. Duit yang sebelumnya itu bisa beli satu kubik cuma jadi satu galon. Nah, satu keluarga itu sehari bisa abis lima sampai enam galon air," jelasnya.
KEKERINGAN DI JAKARTA
Musim kemarau panjang yang terjadi sejak beberapa bulan belakangan kian perih dirasakan warga RW 11 Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Bukan hanya tidak adanya sumber air tanah, jaringan pipa air bersih milik PT Palyja diketahui mati sejak lama.
Kekeringan yang terjadi diceritakan Abu Bakar, warga Jalan Tepekong RT 06/11 Grogol Selatan, telah dirasakan warga sejak tujuh bulan lalu, tepatnya akhir bulan Desember 2018.
Derasnya air bersih PT Palyja yang menjadi sumber air bersih utama warga itu berangsur mengecil hingga sirna.
Berulang kali keran dibuka, tidak ada setetes air pun yang keluar dari sambungan pipa dari sekitar 50 rumah warga.
Sementara, sebagian besar warga tidak memiliki sumber air tanah lantaran mereka merupakan pelanggan lama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya yang kini dikelola oleh PT Palyja.
"Begitu air PAM (Palyja) nggak keluar, semuanya bingung, ini ada apa? Padahal sebelumnya itu deres, begitu keran kita buka, air kenceng. Eh ini tiba-tiba mati," ungkap pria asli betawi yang akrab disapa Babe Sabeli itu bercerita.
Penasaran dengan fenomena yang terjadi, dirinya bersama warga memperhatikan proyek pambangunan saluran air berukuran besar yang membelah Jalan Tepekong, mulai dari Klenteng Bio Hok Tek Tjeng Sin hingga Kali Sekretaris.