Saham Apa yang Potensial Tahun Ini, Berikut Penjelasan Lo Kheng Hong

Investor saham yang kerap dijuluki Warren Buffett Indonesia menyebut saham di sektor perbankan dan barang konsumen memiliki potensi pada tahun ini.

Istimewa (Kontan.co.id)
Lo Kheng Hong 

Bila kita cermati, harga sebagian besar saham baik di sektor perbankan maupun sektor barang konsumen memang tidak bisa dikatakan kemurahan.

Cara paling mudah menentukan valuasi saham mahal atau tidak adalah dengan melihat perbandingan antara harga saham dengan laba bersih emiten atawa price to earning ratio (PER).

WARTA KOTA, PALMERAH--- Bila bertanya kepada Lo Kheng Hong soal saham berpotensial pada tahun ini, investor saham kawakan itu menjawab dua sektor.

Investor saham yang kerap dijuluki Warren Buffett Indonesia menyebut saham di sektor perbankan dan barang konsumen yang memiliki potensi pada tahun ini.

Tentu Le Kheng Hong memiliki jawabannya soal kedua sektor itu.

Tren penurunan suku bunga yang dipicu langkah bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve menurunkan suku bunga akan menjadi sentimen positif bagi sektor perbankan dan barang konsumen.

Pesangon PHK Akan Dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan?

Apakah Lo Kheng Hong membeli saham-saham di sektor perbankan dan barang konsumen?

Ternyata tidak.

Lo Kheng Hong mengatakan, hingga saat ini belum membeli saham sektor perbankan maupun di sektor barang konsumen.

"Karena saya belum menemukan saham yang salah harga di kedua sektor tersebut," kata Lo Kheng Hong memberikan alasan.

Yang dimaksud saham salah harga adalah saham yang harganya kemurahan atau harga pasarnya jauh di bawah nilai wajarnya.

Klinik Tempat Praktik Aborsi di Bekasi Sudah Beroperasi Dua Tahun

Lo Kheng Hong bilang, sektor perbankan dan barang konsumen saat ini sedang bagus.

Makanya, dia tidak bisa menemukan saham yang salah harga di kedua sektor tersebut.

Bila kita cermati, harga sebagian besar saham baik di sektor perbankan maupun sektor barang konsumen memang tidak bisa dikatakan kemurahan.

Ini terlihat dari valuasi saham-saham tersebut.

Cara paling mudah menentukan valuasi saham mahal atau tidak adalah dengan melihat perbandingan antara harga saham dengan laba bersih emiten atawa price to earning ratio (PER).

Forklift dan Motor Diduga Penyebab Ledakan saat Kebakaran di Gudang Barang Bekas

Saham Unilever Indonesia (UNVR), misalnya, memiliki rasio harga saham alias price to earning ratio (PER) 46,26 kali dengan asumsi harga penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Saham Indofood Sukses Makmur (INDF) dan anak usahanya, Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) memiki PER masing-masing 12,89 kali dan 25,57 kali.

Di industri rokok, saham Gudang Garam (GGRM) memiliki PER 16,54 kali. Sementara PER saham HM Sampoerna (HMSP) sebesar 25 kali.

Rasio harga saham terhadap laba bersih per saham emiten perbankan juga lumayan tinggi.

Saham Bank Central Asia (BBCA) tergolong saham perbankan yang cukup mahal dengan PER sebesar 29,07 kali.

Kecanduan Main Game di Ponsel Ternyata Ada Manfaatnya, Kok Bisa?

Lalu, saham dua bank terbesar di Indonesia, Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) memiliki PER masing-masing 12,84 kali dan 16,34 kali.

Tentu, bagi seorang investor fundamental seperti Lo Kheng Hong, menilai harga wajar perusahaan tidak hanya ditentukan berdasarkan PER.

Sebab, jika hanya mengandalkan valuasi berdasarkan PER, Lo Kheng Hong tak akan masuk ke saham-saham yang perusahaannya membukukan kerugian alias PER-nya minus.

Seperti kita ketahui, Lo Kheng Hong mengakumulasi saham BUMI dan saham Grup Indika seperti INDY, PTRO, dan MBSS, justru di saat perusahaan tersebut tengah merugi.

Menurut Lo Kheng Hong, saham yang salah harga hanya ditemukan di perusahaan yang sektornya saat ini kurang baik.

Alasan Generasi Milineal Punya Dana Cadangan, Penjelasan dari Perencana Keuangan

Namun, bukan berarti setiap saham salah harga di sektor yang sedang kurang bagus memiliki prospek menarik.

Sebab, ada sektor saham yang saat ini kurang bagus namun susah berubah menjadi bagus di kemudian hari.

Lo Kheng Hong mencontohkan, sektor tekstil dan baja termasuk sektor yang sulit berubah menjadi lebih bagus.

Lalu, bagaimana cara Lo Kheng Hong memilih perusahaan yang sektornya kurang bagus saat ini tapi punya prospek bagus?

"Pilihlah sektor komoditas," jawab Lo Kheng Hong.

Sektor komoditas, menurut Lo Kheng Hong, suatu hari pasti menjadi bagus meski sekarang kurang bagus.

"Seperti sektor batubara di awal 2016, beli dan simpan menunggu dengan sabar, suatu hari pasti akan menjadi baik," ujar Lo Kheng Hong.

Berburu Kuliner Khas Sumatera Festival Kuliner Serpong

Lo Kheng Hong telah membuktikannya.

Di akhir 2015 hingga awal 2016 lalu, misalnya, harga saham Indika (INDY) anjlok hingga ke kisaran Rp 110 per saham.

Penyebabnya, harga batubara saat itu terpuruk sehingga Indika menderita kerugian sebesar 44 juta dollar AS.

Saat itulah Lo Kheng Hong mulai membeli saham INDY.

Hanya butuh waktu enam bulan, harga saham INDY naik enam kali lipat.

Di luar komoditas, menurut Lo Kheng Hong, sektor saham yang saat ini kurang baik sulit berubah menjadi baik.

Tak heran, mayoritas saham yang ada di portofolio Lo Kheng Hong adalah saham komoditas.

Sayang, Lo Kheng Hong masih menutup rapat-rapat saham apa saja yang ada di dalam portofolionya.

"Kalau saya sebut, nanti harga sahamnya melonjak lagi," ujar Lo Kheng Hong memberikan alasan.

5 Olahan Daging Kambing saat Idul Adha

Berita ini sudah diunggah di Kontan.co.id dengan judul Ternyata, Lo Kheng Hong Pilih Membeli Saham di Sektor yang Tengah Terpuruk

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved