Pilpres 2019

Jokowi dan Prabowo Subianto Sepakat Tidak Ada Lagi Cebong dan Kampret Atau Kubu 01 dan 02

Harapan dari pertemuan Jokowi dan Prabowo Subianto, adanya kedamaian di antara masing-masing pendukung.

Wartakotalive/Alex Suban
Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus, Sabtu (13/7/2019) 

Prabowo dan Presiden Jokow akhirnya bertemu setelah Pilpres 2019 di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Pertemuan keduanya tampak santai. Baik Prabowo Subianto maupun Jokowi sama-sama memakai kemeja putih. 

Harapan dari pertemuan Jokowi dan Prabowo Subianto, adanya kedamaian di antara masing-masing pendukung.

Dalam kesempatan itu Prabowo Subianto juga mengucapkan selamat pada Presiden terpilih Joko Widodo.

"Ada yang tanya kenapa saya belum kasih ucapan selamat pada Pak Jokowi. Saya ini ewuh pakewuh, ada toto kromo. Saya maunya ucapakan selamat secara tatap muka, ujar Prabowo bersama Jokowi di Stasiun MRT Senayan, Sabtu (13/7/2019).

SADIS, Pembantaian Besar-besaran Wanita Hamil dan Anak di Papua Nugini, Ada Apa Gerangan?

Curhat Jokowi Soal Remaja yang Lolos dari Paspampres dan Minta Selfie Hingga Dicegat 9 Kali

Prabowo melanjutkan, "Jadi jangan sedikit-sedikit.. Kita ini bersahabat dan berkawan. Jadi kalau kita bersaing saling kritik itu tuntutan politik dan demokrasi. Tapi sesudah bertarung kita tetap dalam kerangka Republik Indonesia."

"Kita sama-sama mau berbuat baik untuk rakyat Indonesia. Saya mengerti banyak yang mungkin yang emosional. Tapi intinya antar pemimpin kalau hubungan kita baik," sambung Prabowo.

"Saya ucapkan selamat bekerja Pak. Inilah demokrasi. Selamat tambah rambut putih," kata Prabowo lalu disambut tawa Jokowi. 

Keduanya pun saling berpelukan. 

Tak Ada Lagi Cebong dan Kampret

Baik Jokowi maupun Prabowo setuju tidak ada lagi istilah kampret dan cebong.

"Saya harap pendukung bisa seperti ini tidak ada lagi  01 atau 02. Tidak ada lagi namanya cebong, kampret. Yang ada Garuda Pancasila. Marilah kita rajut gerakan kembali persatuan sebagai bangsa karena saat ini kompetisi global, kompetisi antarnegara semakin ketat. Mari kita bangun negara ini," tutur Presiden terpilih Joko Widodo.

Hal senada juga dikatakan Prabowo Subianto.

"Semuanya merah putih nggak ada lagi cebong-cebong dan kampret," ujar Prabowo. 

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun Temukan Penyebab Muncul Istilah Cebong dan Kampret

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menemukan penyebab utama dari terbelahnya masyarakat karena Pilpres 2019.

Menurut Refly, kebijakan Presidensial Threshold (PT) menjadi salah satu penyebab terciptanya istilah Cebong dan Kampret.

“Presidensial threshold (PT) adalah pangkal persoalan masyarakat terbelah menjadi dua grup besar selama 5 tahun terakhir: cebongers n kampreters,” kata Refly lewat akun twitternya @ReflyHZ pada Sabtu (29/6/2019).

Terkait PUTUSAN MK, Mahfud MD Bicara Azab Allah untuk Si Curang dan Zalim, Bukan Cuma Satu Pihak

Menurut pria yang pernah menjabat sebagai peneliti di Centre of Electoral Reform (CETRO) itu kebijakan tersebut telah menciptakan oligarki politik di Pilpres 2019.

“Oligarki politik memborong semua parpol sehingga hanya menyisakan satu calon agar Pilpres tetap berlangsung,” kata Refly seperti dikutip Wartakotalive.com.

Oleh karena itu menurut Refly, kedepan Presidensial Threshold wajib dihapuskan.

Terlebih karena petahana sudah tidak bisa mencalonkan diri lagi di Pilpres 2019.

“Beri kesempatan bibit-bibit pemimpin tumbuh dan berkembang serta berkompetisi dalam pilpres,” jelas Refly.

“Jangan biarkan oligarki politik mempertahankan PT dan memborong semua parpol sehingga terjadi dua calon lagi,” tandasnya.

Seperti dikutip Kompas.com sebelumnya syarat presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dinilai ikut berperan dalam meninggikan tensi politik pada pemilihan umum 2019.

Mahkamah Konstitusi dianggap berperan mengukuhkan syarat tersebut.

"Kenapa tensi pilpres jadi keras dan memancing emosi, ini salah satunya karena dosa MK mengenai open legal policy," ujar Peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Charles Simabura saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Evaluasi Pemilu Serentak 2019 di Gedung FHUI, Depok, Selasa (30/4/2019).

Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.

Pasal tersebut pernah digugat ke MK. Namun, MK menyatakan menolak permohonan uji materi. Menurut MK, syarat ambang batas tersebut tidak melanggar konstitusi.

Menurut Charles, aturan presidential threshold itu menggagalkan publik mendapat pilihan calon pemimpin yang variatif. Secara tidak langsung, pemilih dikelompokan ke dalam dua kubu calon presiden.

Anggun C Sasmi Ngebet Pengen Jadi Besan Rossa, Kirana dan Rizky Dijodohkan?

Akibatnya, masyarakat lebih mudah terpancing emosi politik. Menurut Charles, halnya akan berbeda ketika ada lebih banyak calon presiden dan masyarakat tidak terpecah hanya ke dalam dua kubu.

Ajak Rekonsiliasi, Maruf Amin Minta Cebong dan Kampret Dikubur

CALON wakil presiden nomor urut 01 Maruf Amin menginginkan tidak ada lagi cebong dan kampret pasca-Pemilihan Presiden 2019.

Cebong identik dengan sebutan untuk pendukung pasangan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin. Sedangkan kampret ditujukan untuk pasangan 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Ya, jangan lagi bunyi lagi (cebong kampret). Selesai sampai kemarin. Kita kubur ada cebong, ada kampret kubur saja," kata Maruf Amin di Rumah Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2019).

KH Maruf Amin dan kakek buyut Syekh Nawawi Al-Bantani (Kolase foto (Tribunnews/nu.or.id))
• Rocky Gerung Ungkap Dampak Buruk MK Tolak Seluruh Dalil Prabowo-Sandi

Menurut Maruf Amin, tidak menyinggung cebong dan kampret merupakan upaya untuk rekonsiliasi.

Jika dibiarkan, ucap Maruf Amin, tujuan utama Pilpres tidak akan tercapai. Sebab, semua pihak tidak bisa membangun bangsa tanpa persatuan.

Maruf Amin menegaskan, harus ada harmonisasi antara semua pihak usai pilpres. Ia menjamin pihaknya akan merangkul penantang seusai Komisi Pemilihan Umum (KPU) menentukan pemenang.

• Ini Dua Rekomendasi Bawaslu kepada KPU Terkait Kasus Surat Suara Tercoblos di Malaysia

"Caranya tentu kita akan lakukan konsolidasi kebangsaan. Harus mengadakan dialog-dialog," ucap Maruf Amin.

Pertemuan-pertemuan akan dilakukan, untuk mengedepankan rekonsiliasi. Maruf Amin mengatakan, pihaknya terbuka pada kritik, asal hal tersebut bersifat membangun. Namun, jangan sampai ada permusuhan antar-sebangsa.

Setelah semua selesai, Maruf Amin memastikan rekonsiliasi ini dijalankan. Sebab, pembelahan tak bisa dibiarkan terlalu lama, untuk membuat suasana kondusif dan kondisi produktif.

• Moeldoko Ungkap Raja Arab Saudi Banyak Bicara Saat Makan Malam Bareng Jokowi, Beda Saat di Indonesia

"Nah, itu akan kita usahakan seoptimal mungkin di dalam melakukan rekonsiliasinya itu," jelas Maruf Amin.

"Oleh karena itu, pembelahan yang terjadi akibat Pilpres maupun Pileg harus kita akhiri sampai Pemilu saja," sambungnya.

Sehingga, lajut Maruf Amin, harmonisasi hubungan perbedaan kelompok tidak terganggu.

Jika pembelahan antar-kelompok terus terjadi, menurut Maruf Amin, akan mengganggu stabilitas dan upaya pembangunan.

"Kalau sudah terganggu itu, maka pembangunan dan stabilitas akan terganggu, sehingga akan kami usahakan (rekonsiliasi)," cetus Maruf Amin.

Caranya, dengan melakukan konsolidasi kebangsaan. Maruf Amin akan mengadakan dialog, sekaligus pertemuan dengan pihak yang memiliki perbedaan sikap politik.

Termasuk, bertemu tokoh-tokoh politik pendukung pasangan Prabowo-Sandi. Pertemuan akan berlangsung saat tahapan pemilu benar-benar selesai.

"Pastilah. Setelah selesai semua, kita akan membuat agenda-agenda yang sifatnya memang kegiatan yang sifatnya melakukan agenda upaya rekonsiliasi. Tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Kalau terlalu lama terjadi suasana tidak produktif," beber Maruf Amin.

Maruf Amin juga mengapresiasi berjalannya Pemilihan Umum 2019. Maruf Amin berpandangan penyelenggaraan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif tahun ini, berjalan kondusif.

Meski ada kekhawatiran gangguan, hal itu menurut Maruf Amin tidak terjadi. Berjalannya pesta demokrasi dinilainya berjalan jujur dan adil.

"Semua sesuai aturan sehingga berjalan dengan baik," ujar Maruf Amin.

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini mengapresiasi pihak keamanan yang dapat memberikan rasa tenang kepada masyarakat untuk menjalani pemilihan.

"Dari keamanan juga. Ada isu ini, itu, ternyata juga kondusif. Ini berkat kesiapan aparat TNI dan Polri. Itu kita sampaikan terima kasih," ucap Maruf Amin.

Sementara, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tantowi, meminta pasangan calon presiden-calon wakil presiden, mengimbau pendukung masing-masing tetap tenang menunggu hasil rekapitulasi penghitungan suara dari KPU.

"Kami berharap imbauan elite politik, konstituen masing-masing untuk tetap tenang sambil menunggu hasil dari rekapitulasi KPU," pinta Pramono, ditemui di Kantor KPU, Kamis (18/4/2019).

• Gugatan Pilpres Usai, Rakyat Harus Sudahi Pertengkaran Politik, Mahfud MD: Itu Hanya Senda Gurau

Menurut dia, di setiap pemilu selalu saja ada kelompok yang melakukan aksi pengerahan massa ataupun mengajukan petisi tuntutan.

Namun, pihaknya menganggap ini sebagai bagian dari perbedaan pendapat yang harus dihargai. Asalkan, kata dia, jangan sampai terjadi tindakan kekerasan.

"Bagian dari hak konstitusi warga negara. Tidak melihat ada indikasi lebih jauh, selain penyampaian aspirasi. Tidak melakukan tindakan kekerasan di luar koridor hukum yang ada. Semoga itu didengar dan dipatuhi konstituen masing-masing," harapnya.

• Omongan Galih Ginanjar Soal Ikan Asin Viral, Barbie Kumalasari: Dia Menceritakan Fakta yang Ada

Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga mengimbau semua pihak tidak memobilisasi massa, baik dalam rangka perayaan kemenangan, atau mengungkapkan ketidakpuasannya, sebelum KPU mengumumkan pemenang Pemilu 2019.

"Saya mengimbau kepada pihak mana pun untuk tidak melakukam mobilisasi (massa) untuk merayakan kemenangan misalnya, atau mobilisasi tentang ketidakpuasan," tutur Tito Karnavian di Ruang Parikesit Gedung Utama Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat No 15, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2019).

Ia mencontohkan, pihaknya telah membubarkan upaya mobilisasi di kawasan Bundaran Hotel Indonesia Jakarta Pusat seusai pencoblosan pada Rabu (17/4/2019) lalu.

• Beredar Foto Terduga Pembunuh Anggota TNI AD Kopda Lucky Prasetyo, Tubuhnya Kekar dan Berotot

Ia bahkan menginstruksikan seluruh Kapolda untuk melakukan hal yang sama jika menemukan adanya mobilisasi massa di wilayahnya.

"Ini kemarin juga ada di HI kita bubarkan, dari kedua pasangan ada yang melakulan mobilisasi, dua-duanya kita bubarkan. Saya sudah perintahkan seluruh Kapolda juga untuk melakukan langkah yang sama," tegasnya.

Ia mengatakan, jika ada pihak yang keberatan atau ada yang mengklaim adanya hal yang tidak sesuai aturan hukum, TNI Polri juga mengimbau agar para pihak menggunakan mekanisme konstitusional, yaitu aturan hukum yang berlaku.

Pengungsi Afghanistan Ogah Dipulangkan Sebelum Perang di Negara Mereka Selesai

Namun jika ada langkah-langkah di luar langkah hukum, apalagi upaya-upaya inkonstitusional yang akan mengganggu stabilitas keamanan di masyarakat, maka TNI Polri sepakat untuk menindak tegas dan tidak menolerir.

"TNI dan Polri punya kemampuan deteksi, kita bisa mengetahui kalau ada gerakan-gerakan. Kita pasti akan melakukan langkah-langkah sesuai aturan hukum yang berlaku," papar Tito Karnavian. 

Untuk itu, ia meminta seluruh pihak dan masyarakat menghargai proses Pemilu 2019, dan menahan diri untuk tidak memobilisasi massa dan melakukan upaya-upaya di luar hukum yang berlaku.

Makam Sutopo Digali Hanya Dalam Waktu Dua Jam, Padahal Tekstur Tanahnya Keras

"Jadi kita hargai proses yang ada, penghitungan utama bagi kita adalah saat KPU mengumumkan hasil yang resmi, sambil di tengah itu tidak ada yang melakukan langkah-langkah inkonstitusional, mobilisasi, dan lainnya. Apalagi, yang bertujuan untuk mengganggu kestabilan Kamtibmas," beber Kapolri.

Ia mengatakan, mengingat tingkat partisipasi dalam Pemilu 2019 mencapai 80 persen, maka siapa pun presiden terpilih akan memiliki legitimasi dan dukungan rakyat yang sangat tinggi.

Untuk itu, menurutnya, langkah inkonstitusional dengan melawan kehendak rakyat sama saja mengkhianati keinginan rakyat.

Barbie Kumalasari Salahkan Pablo Benua dan Rey Utami, Hotman Paris: Tim Kuasa Hukum Belajar Sama Aku

"Jadi siapa pun yang terpilih itu memiliki kredibilitas dan legitimasi dukungan rakyat yang sangat tinggi. Langkah inkonstitusional dengan melawan kehendak rakyat itu sama saja mengkhianati keinginan rakyat, dan TNI Polri akan menjaga itu," urainya. 

‎Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pun meminta segenap masyarakat tetap tenang sambil menunggu hasil penghitungan resmi suara sah oleh KPU.

"Kami mengingatkan kepada segenap masyarakat untuk tenang dan jangan melakukan tindakan anarkis yang melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, selama menunggu hasil resmi perhitungan suara oleh KPU‎," cetusnya. (Dennis Destryawan/Glery Lazuardi)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved