Mahfud MD Ungkap Isi Pidato Sutopo Purwo Nugroho Soal Ancamat Maut yang Bikin Terbayang-Bayang

Pakar hukum dan tata negara, Mahfud MD ungkap pidato Sapto Purwo Nugroho, Kepala Pusat Badan Informasi dan Humas BNPB yang kini meninggal dunia.

Editor: PanjiBaskhara
Kolase Warta Kota
Mahfud MD dan Sutopo Purwo Nugroho. 

Seorang pakar hukum dan tata negara, Mahfud MD ungkap pidato Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Badan Informasi dan Humas BNPB yang telah meninggal dunia.

Ketika itu, Mahfud MD mendengar pidato Sutopo Purwo Nugroho, dan diketahui isi pidato Sutopo Purwo Nugroho soal ancaman maut.

Mengenai pidato ancaman maut Sutopo Purwo Nugroho diungkap Mahfud MD melalui akun twitternya.

Kini, penggalian tanah di Taman Pemakaman Umum (TPU) Sasonolayu, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, hanya membutuhkan waktu singkat.

Polisi Ringkus Spesialis Rumsong di Tambora yang Gondol Perhiasan Korbannya

Anies Bakal Lantik 16 Pejabat Eselon II yang Sudah Disetujui KASN Siang Ini

Mertua Ahok BTP Ungkap Fakta Saat Momen Idul Fitri

Makam itu akan digunakan untuk tempat peristirahatan terakhir Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Senin (8/7/2019).

Di balik penggalian tanah di TPU Sasonoloyo, Jalan Perintis Kemerdekaan itu, ada seorang sosok penting bernama Suwarto (56).

Pak Warto, sapaan akrabnya, menjadi Ketua Tim Penggali Kubur di TPU Sasonolayu.

Ia mengaku hanya membutuhkan waktu singkat untuk menggali tanah selebar 1,5 x 2,5 meter dengan kedalaman 1,5 meter lebih tersebut.

Apa Kabar Kasus Mantan Kadis Sumber Daya Air Teguh Hendrawan? Ini Kata Polisi

Akademisi Ungkap, Selama Ini Kubu Paslon 02 Tersandra Kepentingan Habib Rizieq

Lowongan Kerja Transjakarta 2019 untuk Lulusan SLTP & SMA, Gaji Rp 9 Juta, PNS Kalah

"Biasanya 4 jam lebih, bahkan ada yang seharian," ungkapnya kepada TribunSolo.com.

"Makam Pak Sutopo mudah digali, hanya 2 jam lebih," imbuhnya.

Pria yang sudah 15 tahun menjadi penggali kubur itu menerangkan, tanah di TPU Sasonolayu, mempunyai tekstur keras.

TPU itu berlokasi tidak jauh dari rumah duka di Jalan Jambu RT 7, RW 9, Kampung Surodadi, Kelurahan Siswodipuran, Kabupaten Boyolali.

"Bentuknya padas, banyak batu besar saat menggali, tapi makam Pak Sutopo hanya kerikil kecil, Alhamdulillah cepat," bebernya.

Hal senada juga dijelaskan Suparno.

Pria 71 tahun yang ikut menggali tanah peristirahatan terakhir untuk Sutopo itu menuturkan, penggalian tanah sangat mudah.

"Ya mungkin karena kebaikan Pak Sutopo semasa hidup, bermanfaat untuk banyak orang di Indonesia," tuturnya.

"Tanahnya itu gembur (tidak keras), jadinya menggalinya mudah banget," terangnya.

Sebelumnya, jenazah Sutopo Purwo Nugroho tiba di rumahnya di Perumahan Raffles Hills Blok I6 No 15, Sukatani, Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat, Minggu (7/7/2019) pukul 22.35 WIB.

Setibanya di rumah duka, peti jenazah Sutopo langsung ditandu dari dalam ambulans oleh lebih dari delapan orang, yang di antaranya adalah petugas BNPB.

Afresia Jembar Brata, satu dari sejumlah orang yang mengangkat peti jenazah Sutopo, mengaku sama sekali tidak merasakan berat ketika menggotongnya dari dalam ambulans.

"Sama sekali enggak berat, enteng banget itu peti jenazahnya," ujar Afresia kepada TribunJakarta.com di kediaman almarhum Sutopo, Minggu (7/7/2019).

Lanjut Afresia, dirinya yang juga merupakan petugas BNPB, seperti merasakan kehilangan yang mendalam ketika mengangkat peti jenazah Sutopo.

"Kayak ada yang hilang pas ngangkatnya, beneran. Kayak enggak nyangka peti jenazah yang saya angkat ini di dalamnya berisi Pak Topo," ujar Afresia.

Afresia mengatakan, sosok Sutopo baginya merupakan suri tauladan yang sangat baik semasa hidup hingga akhir hayatnya.

"Ketika saya angkat jenazah Pak Topo ke tempat pemandian, anaknya (Ivanka) melihat dan langsung menangis," ungkap Afresia.

Ketika Ivanka menangis, Afresia mencoba menguatkan sulung almarhum Sutopo.

"Langsung saya peluk dan saya elus punggung anaknya (Ivanka). Saya bilang sudah jangan menangis, kasihan bapak," lanjut Afresia.

Maisin, petugas BNPB lainnya yang memegang bagian tengah jasad Sutopo ke tempat pemandian, turut memberikan kesaksian.

"Bener mas, saya juga lihat sendiri," ujar Maisin kepada TribunJakarta.com.

Sebelumnya, Sutopo Purwo Nugroho membuka sedikit kemeja batiknya di bagian dada, sambil menunjukkan sebuah plester transparan.

Plester itu berukuran sekira setengah jari telunjuk tangan orang dewasa yang menempel di sana.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana itu mengatakan, plester itu adalah obat penghilang rasa nyeri bernama Duragesic.

Plester kecil itulah yang mendukungnya bekerja setiap hari, semenjak dua dokter mendiagnosanya terkena kanker paru-paru stadium 4B.

"Ini saya tempel sampai dua," kata Sutopo Purwo Nugroho kepada sejumlah wartawan, seusai konferensi pers penanganan gempa dan tsunami Sulawesi Tengah di Graha BNPB, Jakarta Pusat, Selasa (2/10/2018).

"Namanya Duragesic. Kalau enggak, nyeri sekali. Di sini (tunjuk dada kiri) hanya dipegang gini aja, sakit. Karena paru-paru di sini."

"Kemudian sudah menyebar ke bagian sini (menunjuk ke punggung)," jelasnya.

Sambil berdiri, ia menjelaskan penyakit yang sudah menyebar ke bagian punggungnya itu membuat tulang belakangnya miring.

Hal itu memang terlihat sepintas, ketika ia sedang berjalan keluar dari ruang konferensi pers.

Selain itu, pria kelahiran Boyolali 7 Oktober 1969 tersebut juga kerap merasa lumpuh di tangan kirinya.

"Tangan kiri saya itu rasanya kayak udah lumpuh. Karena efek sudah menjalar itu."

"Saya ngetik WhatsApp itu sering typo. Sering salah, saya ketik A keluarnya W, keluar S," ungkap Sutopo Purwo Nugroho.

Tanpa Duragesic seharga Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu per plester yang bisa dipakai selama tiga hari itu, Sutopo Purwo Nugroho juga kerap sulit tidur di malam hari.

Sutopo Purwo Nugroho juga mengaku harus menelan obat mual ketika tetap harus melakukan konferensi pers terkait bencana alam, setelah kemoterapi yang sudah lima kali dijalaninya.

Kala itu, rencananya, sehari setelah ulang tahunnya, pria yang tidak merokok itu akan kemoterapi untuk keenam kalinya pada Senin (8/10/2018).

Meski begitu, dokter mengatakan kemoterapi hanya dapat menambah umurnya satu sampai tiga tahun ke depan.

"Ini menandakan Tuhan sayang sama kita. Kalau usia itu enggak ada orang yang tahu. Itu urusan Tuhan."

"Banyak, saya punya teman habis main tahu-tahu meninggal dunia karena stroke dan sebagainya."

"Bukan karena kita sakit paru-paru meninggalnya duluan. Itu urusan Allah. Yang penting kita ikhtiar, kita berdoa," papar Sutopo Purwo Nugroho.

Untuk pengobatan, pria yang sudah delapan tahun bekerja sebagai Kapusdatin dan Humas BNPB itu mengaku telah menjalani terapi radiasi sebanyak 30 kali.

Ia pun juga harus rajin meminum obat-obatan herbal untuk menekan rasa sakitnya.

Akibat penyakit itu, Sutopo Purwo Nugroho kini harus mengurangi sejumlah aktivitasnya, antara lain wawancara di studio TV dan turun ke lokasi bencana.

Meski dokter menyarankannya untuk banyak beristirahat, bukan berarti hanya sedikit yang dikerjakan Sutopo Purwo Nugroho sebagai Kapusdatin dan Humas BNPB.

Ketika ada bencana alam, ia tetap harus melakukan tugasnya untuk memberikan informasi yang akurat dan cepat, terkait bencana alam seperti gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9/2018) lalu.

Sambil menunjukkan ponselnya, ia mengatakan tak kurang dari 200 grup WhatsApp dan 3.000 kontak jurnalis yang harus ia berikan informasi setiap harinya.

"Di sini banyak ada sekira 200-an grup. Dari daerah, per jenis bencananya juga ada. Yang paling menyibukkan ya media."

"Kalau yang lain kan masuk hanya info-info, tapi kalau media kadang nanyain yang kecil-kecil," kata Sutopo Purwo Nugroho sambil menunjukkan ponselnya.

Khusus untuk grup jurnalis, ia mengaku ada tujuh grup yang ia kelola untuk menyebarkan informasi dengan cepat terkait bencana alam.

Selain menjawab pertanyaan wartawan setiap harinya, ia juga mengaku harus merangkum informasi terkait bencana alam yang tersebar di ratusan grup WhatsApp dari berbagai instansi dan lembaga.

Kadang ia juga harus menelepon lembaga atau instansi terkait untuk memastikan akurasi data yang diterimanya.

"Saya ikut di grup mitigasi gempa Sulteng. Ini terdiri dari menteri-menteri yang ada. Mensesneg Pramono Anung, Panglima TNI Hadi Tjahjanto."

"Kapolri Tito Karnavian, Kepala Basarnas, Retno Marsudi, Tjahjo Kumolo, Willem Rampangilei, Wiranto," beber Sutopo Purwo Nugroho sambil menunjukkan ponselnya.

Biasanya, ia akan bangun pukul 02.00 WIB setiap hari untuk salat tahajud dan menyalin informasi-informasi tersebut ke kertas-kertas kerja di rumahnya.

Setelah itu, ia akan membuat rangkuman dari catatan itu.

Tidak berhenti di situ, Sutopo Purwo Nugroho juga masih harus menganilisa laporan-laporan terkait bencana alam yang masuk.

Setelah menjadi rangkuman, kadang ia harus mengetik sendiri dan meramu bahasanya agar lebih mudah dimengerti dan menenangkan khalayak luas.

Namun, ia juga kerap melibatkan stafnya untuk membuat format laporan terkait penanganan bencana.

"Enggak gampang nyari data kayak begini. Ini tidak seketika saya dapat langsung jadi. Saya juga perlu analisa."

"Anak buah saya banyak yang enggak bisa. Jadi saya itu kalau kerja, tengah malam itu sering merangkum," jelasnya.

Sutopo Purwo Nugroho lalu menunjukkan lembaran laporan berisi data terkait penanganan bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah.

Meski pekerjaannya tidak mudah, ditambah penyakit ganas yang dideritanya, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan ia tetap ikhlas menjalani pekerjaannya.

"Prinsip saya, hidup itu harus bermanfaat buat orang lain," tegas Sutopo Purwo Nugroho.

Suara ayah dari Muhammad Ivanka Rizaldy Nugroho dan Muhammad Aufa Wikantyasa Nugroho itu bergetar dan matanya berkaca-kaca, ketika ditanya soal kekhawatiran keluarga atas kondisinya.

Ia mengatakan, anak-anaknya kerap menanyakan kondisinya sehari-hari lewat telepon atau WhatsApp.

"Anak-anak saya pasti mengkhawatirkan. Sering nanya kabar saya. Kadang telepon. Kadang nanyain, WA."

"Papah gimana? (mata berkaca-kaca) Aku kalau, aduh..Kalau cerita anak, nangis aku (suara bergetar)," ungkap Sutopo Purwo Nugroho.

Sebelumnya, ia merasakan nyeri di dada dan batuk-batuk pada November 2017.

Sutopo Purwo Nugroho yang merasa itu hanya sakit biasa, akhirnya meminum obat-obatan yang dijual di toko.

Setelah sempat sembuh beberapa hari, penyakit itu kambuh.

Ia pun memutuskan untuk ke dokter spesialis penyakit dalam.

Dokter penyakit dalam mengatakan gejala nyeri dada, batuk-batuk, dan pusing yang dideritanya berasal dari asam lambung yang naik.

Setelah dua minggu meminum obat resep dari dokter, penyakitnya tak kunjung sembuh.

Ia pun memutuskan untuk memeriksakannya ke dokter spesialis paru-paru.

Setelah pemeriksaan rontgen dan CT Scan, dokter memvonisnya mengidap kanker paru-paru stadium 4B.

Kata dokter, penyakitnya sudah menyebar ke bagian punggungnya.

Ia mengaku hanya bisa terdiam karena sangat sedih dalam perjalanan pulangnya dari sebuah rumah sakit pada Januari 2018 lalu.

Dalam hati, ia berharap semoga diagnosa dokter salah.

Setelah mencari informasi soal dokter yang bagus untuk mendengar pendapat lain, ia memutuskan ke Malaysia.

Ternyata, dokter di sana juga membenarkan diagnosa dokter yang sebelumnya memeriksanya.

"Saya ingat anak, istri, ingin nangis rasanya," cetus Sutopo Purwo Nugroho dengan mata berkaca-kaca dan suara yang bergetar.

Suami dari Retno Utami Yulianingsih itu akhirnya memutuskan untuk menjalani pengobatan di Jakarta setelah mendapat saran dari istrinya.

Bagi Sutopo Purwo Nugroho, ia bekerja seperti sekarang tidak lain hanya untuk keluarganya.

"Saya akhirnya menerima ini bagian dari hidup saya. Kalau kalian nanyain soal anak, nangis saya, benar."

"Saya itu bekerja untuk anak, untuk ibu saya," aku Sutopo Purwo Nugroho dengan mata yang berkaca dan suara bergetar.

Pidato Sutopo Purwo Nugroho

Mahfud MD mengungkap pidato Sutopo Purwo Nugroho.

Diketahui, isi pidato Sutopo Purwo Nugroho berisikan soal ancaman maut.

Hal itu diunggah Mahfud MD melalui akun twitternya.

"Waktu itu dlm pidatonya Sutopo bercerita ttg ancaman maut dari penyakitnya tp itu tdk menghalangi semangatnya utk trs mengabdi dan menginformasikan situasi setiap bencana alam. Dia trs bekerja keras utk kemanusiaan. Kini, maut tlh benar2 menjemput Sutopo, membawa ke hadhirat-Nya," tulis Mahfud MD di twitternya.

Tak hanya itu, Mahfud MD juga mengungkap sosok Sutopo.

Ia mengatakan jika Sutopo merupakan sosok yang laur biasa tegar.

"Msh terbayang di benak dan terpateri di hati ketika, saat itu, dia mendekati sy dan bercerita dgn ber-binar2 ttg tugas dan penyakitnya. Luar biasa tegar. Sekanat jalan Mas Sutopo. Engkau akan tenang di surga-Nya. Inna lillah wa inna ilaihi raji'un. Allahumma ighfir laka warhamka," tulis Mahfud MD. (CC)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved