Kajian Ustadz Abdul Somad

Ustadz Abdul Somad Jelaskan 6 Hari Puasa Syawal Bisa Sekaligus untuk Melunasi Utang Puasa Ramadan

Puasa Syawal tidak harus dilaksanakan secara berturut-turut, bisa diselang-seling, bisa di awal, pertengahan, atau akhir bulan Syawal.

YouTube
Ustadz Abdul Somad menjelaskan secara lengkap keutamaan ibadah puasa di bulan Syawal. 

Ustadz Abdul Somad mengungkap hambatan dalam menunaikan ibadah puasa bulan Syawal selama 6 hari bahkan sering tidak sempat dilaksanakan padahal kesempatannya hanya dilaksanakan di bulan Syawal.

Puasa di bulan Syawal selama 6 hari itu merupakan ibadah yang hanya bisa dilaksanakan di bulan Syawal.

Karena itu, waktunya singkat, tapi puasa itu tidak harus dilaksanakan secara berturut-turut, bisa diselang-seling, bisa di awal, pertengahan, atau akhir bulan Syawal.

Setelah berlangsungnya Iedul Fitri yang terjadi pada tanggal 1 Syawal, maka bulan Syawal akan berakhir di tanggal 30 Syawal.

Khususnya di Tahun 2019, bulan Syawal diprediksi akan berakhir di tanggal 4 Juli 2019.

Praktis hanya tersisa sekitar sepekan untuk umat Islam menjalankan ibadah puasa Syawal selama 6 hari di bulan Syawal.

"Puasa Ramadan tidak berat, puasa Syawal itu berat karena seandainya saya puasa di bulan Syawal, yang lain tidak puasa Syawal, berat," kata Ustadz Abdul Somad sebagaimana dikutip Warta Kota berdasarkan salah satu ceramah yang dilaksanakan di bulan Syawal, yang dikutip Warta Kota, Senin (24/6/2019).

Jika ibadah puasa Syawal itu dilaksanakan mulai Senin (24/6/2019), maka ibadah puasa Syawal bisa diselang-seling sampai berakhir 6 hari.

Menurut Ustadz Abdul Somad, keutamaan ibadah puasa di bulan Syawal itu sangat besar.

Karena itu, mereka yang menganjurkan orang melaksanakan ibadah puasa Syawal sudah selayaknya melaksanakan ibadah puasa Syawal.

"Jangan jadi seperti calo, Bukit, Bukit, tapi dia tidak pernah ke Bukit, disuruh orang naik ke Bukit," katanya mengibaratkan kegiatan yang dilakukan oleh calo yang biasanya tidak melakukan kegiatan yang ditawarkannya ke orang lain.

Puasa di Bulan Syawal lebih banyak godaannya dibandingkan dengan ibadah puasa yang dilaksanakan di bulan Ramadan karena biasanya di bulan Ramadan, puasa dilaksanakan bersama-sama.

Menurut Ustadz Abdul Somad, dengan menunaikan ibadah puasa 6 hari di bulan Syawal, maka umat Islam menjaga keberlangsungan amal ibadahnya.

Bahkan, saking istimewanya ibadah puasa 6 hari di bulan Syawal ini, menurut dia, ada kawasan yang di wilayah lain tidak melakukannya secara bersama-sama.

"Di Kabupaten Kampar di Riau ini, ada namanya hari raya 6 yaitu hari untuk merayakan ibadah puasa 6 hari di bulan Syawal," katanya.

Itulah, kata Ustadz Abdul Somad, istimewanya kawasan itu karena bisa menjadikan puasa 6 hari di bulan Syawal seperti puasa wajib meski ibadah puasa itu hanya sunnah.

Sunnah artinya tidak wajib, tapi merupakan kegiatan ibadah yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

Menurut Ustadz Abdul Somad, tata cara ibadah puasa di bulan Syawal sama dengan ibadah puasa lainnya, didului sahur pada saat sebelum Subuh dan diakhiri dengan berbuka puasa di saat Maghrib.

Namun, puasa 6 hari di bulan Syawal itu seringkali menjadi berat jika umat Islam itu mempunyai utang puasa yang terjadi karena berhalangan di saat bulan Ramadan.

Misalnya kaum perempuan yang haid selama sekitar 6-7 hari, sehingga mempunyai utang puasa Ramadan.

Dengan singkatnya waktu ibadah di bulan Syawal, maka jika ditambah membayar utang puasa, kalangan umat Islam bisa berat karena di bulan Syawal harus menunaikan ibadah puasa untuk membayar utang puasa Ramadan, juga ditambah 6 hari puasa Syawal.

Kalau dia mempunyai utang 7 hari puasa Ramadan, maka dia harus berpuasa sekitar 13 hari di bulan Syawal.

Padahal, puasa di bulan Syawal lebih berat karena biasanya banyak dilaksanakan kegiatan halal bihalal untuk silaturrahim, yang biasanya disertai dengan makan bersama.

Hidangan ada setiap hari di hampir semua tempat, yang tadinya tutup di bulan Ramadan, banyak tempat makan yang kembali buka setelah bulan Ramadan berakhir.

Menurut Ustadz Abdul Somad, dengan menjalankan ibadah puasa 6 hari di bulan Syawal, maka otomatis yang bersangkutan itu menjalankan ibadah untuk membayar utang puasa.

"Otomatis membayar utang puasa Ramadan selama 6 hari jika melaksanakan 6 hari puasa di bulan Syawal," katanya.

Meski demikian, tidak semua kalangan sepakat dengan pandangan Ustadz Abdul Somad, ada kalangan yang mewajibkan untuk siapa saja yang mempunyai utang ibadah puasa di bulan Ramadan, maka harus mendulukan untuk membayar utang puasa itu.

Setelah yang bersangkutan melunasi utang ibadah puasa, maka dia bisa melaksanakan ibadah puasa Syawal.

Ada juga yang berpandangan, ibadah 6 hari puasa Syawal bisa dilaksanakan dulu di bulan Syawal, setelah itu dilaksanakan ibadah puasa untuk membayar utang ibadah puasa Ramadan di bulan lainnya.

Terkait dengan sejumlah perbedaan yang terjadi, Ustadz Abdul Somad tidak menyalahkan yang berbeda, tapi dirinya berpendapat, mereka yang mempunyai utang puasa Ramadan bisa membayar utang puasa tersebut di bulan Syawal.

"Dengan demikian, sekaligus menunaikan ibadah puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal," katanya.

Terungkap Waktu Boleh Menunaikan Zakat Fitrah dan Waktu Wajib Menurut Penjelasan Ustadz Abdul Somad

Sementara itu, sebuah kisah tragis dialami Buya Hamka di saat dihina dan difitnah pemerintah yang berkuasa.

Buya Hamka ditangkap dan dituduh dengan tuduhan tidak masuk akal, kemudian dijebloskan ke penjara seperti dialami oleh sejumlah ulama dan tokoh lainnya.

Dirinya dimasukkan ke penjara dan sang pelaku menaikkan kaki ke atas meja dengan sepatunya sambil menuding Buya Hamka dengan telunjuknya untuk menghinanya.

Perlakuan ini sangat menyakitkan hati Buya Hamka, yang merupakan ulama yang sangat dihormati itu.

"Hei Hamka, kamu pengkhianat negara!"

"Kamu mau jual negara ke Malaysia," demikian tuduhan itu yang antara lain disemburkan pada diri ulama besar tersebut, yang ditirukan oleh Ustadz Abdul Somad, yang dikutip Warta Kota di Jakarta, Sabtu (1/6/2019).

Pelaku menunjuk dengan telunjuk untuk menghina Buya Hamka, yang hatinya berkecamuk dan sangat terhina diperlakukan seperti itu.

Selain dipenjara, Buya Hamka mengalami penyiksaan hebat.

Akibat penyiksaan itu, Buya Hamka harus menjalani perawatan di Rumah Sakit (RS) Persahabatan, yang dibangun sebagai hibah dari Uni Soviet.

Menurut Ustadz Abdul Somad, Buya Hamka sangat terhina dinistakan sedemikian rupa.

"Sempat terlintas untuk mengakhiri saja hidupnya saat nampak pisau silet, bisikan-bisikan bahwa dia orang terhormat, gelarnya datuk, di Universitas Al Azhar bergelar Doktor Al Azhar, saking geramnya, kisah itu dituliskan dalam Tasawuf Modern," katanya.

Di saat menjelang akhir hayatnya, dia minta anaknya untuk mengambilkan buku yang ditulisnya tersebut.

"Ambilkan buku itu, aku mau mengenang sakitnya masa itu," katanya, yang dikutip Warta Kota di Jakarta, Sabtu (1/6/2019)..

Ulama besar itu dipenjarakan atas tuduhan yang dibuat-buat pemerintah seperti dilakukan juga pada sejumlah kalangan lainnya.

Mereka ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan melawan pemerintah.

"Sampai akhirnya, PKI pun tumbang, Buya Hamka dibebaskan dari penjara," kata Ustadz Abdul Somad.

Setelah itu, Buya Hamka menjalani hidupnya untuk berdakwah dan menjadi imam seperti dijalani sebelum itu.

Ada sebuah pelajaran berharga yang bisa diambil dari Buya Hamka dengan perilaku yang mulia.

"Ketika dia sedang duduk di rumah, datang seorang membawa surat, dibacanya surat itu," katanya.

Surat itu berasal dari orang yang kejam pada Buya Hamka, orang itu juga menyiksanya.

"Isinya, kalau aku mati nanti, tolong yang menyolatkan jenazah adalah Buya Hamka," katanya.

Yang menyiksa dan memenjarakan Buya Hamka selama 4 tahun itu akhirnya mati.

"Saya penasaran bacanya, mau tidak beliau, mau tidak, ternyata mau," kata Ustadz Abdul Somad.

Saking gemasnya karena tindakan seperti itu, Ustadz Abdul Somad menutup buku Tasawuf Modern itu.

Meski kemudian, Ustadz Abdul Somad melanjutkan kembali untuk membaca buku tersebut.

Ada versi yang menyatakan bahwa orang yang minta disolatkan jenazahnya adalah Presiden RI I, Soekarno alias Bung Karno.

Meski Ustadz Abdul Somad tidak bersedia menyebutkan nama orang yang dimaksud telah memenjarakan Buya Hamka dan minta jenazahnya agar disolatkan itu.

"Kok mau dia."

"Kok Mau Buya Hamka."

"Andai saya lah itu, dipenjara orang, disiksa orang, lalu datang utusannya, terus bilang, andai aku mati, tolong yang mengimami aku adalah saya, saya suruh cari ustadz yang lain."

"Aku tak mau, sampai mati, tak akan aku solatkan," katanya.

Ustadz Abdul Somad menjelaskan, itulah yang membedakan antara Buya Hamka dan kebanyakan orang lainnya.

"Baru saya tahu, lembut hatinya, lunak."

"Dia tidak pernah belajar di Al Azhar, sekali pun tidak."

"Al Azhar memanggil dia memberikan gelar Doktor, sedangkan Ustadz Abdul Somad sudah 4 tahun kuliah di Al Azhar, gelarnya cuma LC," katanya.

Menurut Ustadz Abdul Somad, dia sadar diri karena tidak selevel dengan Buya Hamka.

Namun, sejumlah fakta terungkap bahwa orang yang dikisahkan tersebut adalah Bung Karno.

Dalam bagian lainnya, kata Ustadz Abdul Somad, kemuliaan Buya Hamka memang tidak bisa ditandingi oleh banyak orang.

"Kalau saya kisahkan Nabi Muhammad SAW, nanti dibilang itu kan Nabi."

"Kalau saya kisahkan sahabat Nabi Muhammad SAW, itu kan sahabat nabi," katanya.

Karena itu, kata Ustadz Abdul Somad, dia sengaja membagikan kisah Buya Hamka, yang mulia.

"Kala itu, PKI sedang berkuasa dan mempunyai koran Lekra."

"Tuduhan keji diberikan oleh Pramoedya Ananta Toer."

"Buya Hamka dituduh novelnya itu plagiat diambil dari sastrawan Mesir, ditulis di Harian Lekra, PKI," katanya.

Jawaban Lugas Ustadz Abdul Somad tentang Menangis dan Pacaran Bisa Membatalkan Puasa atau Tidak

Menurut Ustadz Abdul Somad, Buya Hamka tidak melawan, diam.

"Akhirnya isu itu hilang, PKI jatuh, NKRI bangkit kembali tetap tegak berdiri."

"Setelah itu, datang seorang perempuan bermata sipit dengan suaminya, mualaf yang mau belajar Islam dengan sepucuk surat."

"Kamu siapa?"

"Saya disuruh ayah saya ke mari mengantar calon suami saya belajar Islam," kata tamu tak dikenal tersebut.

"Nama ayah kamu siapa?" tanya Buya Hamka.

Kemudian dijawab bahwa ayahnya adalah Pramoedya Ananta Toer yang telah menjatuhkan nama Buya Hamka dengan cara menyebarkan fitnah dan kebencian itu ke seluruh dunia.

Menurut Ustadz Abdul Somad, mungkin, itu cara Pramoedya Ananta Toer minta maaf.

"Dia tak datang ke rumah Buya Hamka, tapi anak dan menantunya diutus bertemu dengan Buya Hamka untuk belajar Islam."

"Buya Hamka kemudian mengajarkan Islam tersebut, begitu mulianya beliau padahal fitnah luar biasa," kata Ustadz Abdul Somad, yang dikutip Warta Kota di Jakarta, Sabtu (1/6/2019).

Andai itu adalah dirinya, kata Ustadz Abdul Somad, dia tidak akan bersedia.

"Kau cari saja ustadz yang lain."

"Panas hati ini karena kalau hati panas mengajar orang tidak akan benar."

"Ternyata marah Buya Hamka itu melebur dengan maaf tanpa bekas kalau maaf masih berbekas, itu namanya bukan maaf," katanya.

"Kalau saya sebut Nabi, itu kan Nabi, saya sebut Abu Bakar, itu kan Abu Bakar, ada orang kita, Buya Hamka, urang awak."

"Tapi, jangan dibayangkan kalau Buya Hamka itu bukan orang yang tidak bisa marah."

"Saat naik kapal, berhenti kapal di pelabuhan di Padang, saat mau menjadi imam solat jamaah, ada pegawai kapal melarang solat jamaah karena di kapal solatnya di kamar masing-masing."

"Buya Hamka bangkit, orang itu pun disemprot dengan kemarahannya," katanya.

"Bahasanya tidak saya ubah, buka buku judulnya Ayah ditulis Irfan Hamka, yang menyaksikan hal tersebut, yang menengok Buya Hamka marah." katanya.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved