Adian Napitupulu Tak Setuju Wiranto Bentuk Tim Asistensi Hukum untuk Kaji Ucapan Para Tokoh
Anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengaku tidak mengerti mengapa Wiranto membentuk tim tersebut.
Usman Hamid melanjutkan, dampak negatif lain jika tim tersebut dibentuk yakni akan menimbulkan ketakutan bagi warga negara untuk mengekspresikan pendapat, termasuk di media sosial.
Keberadaan tim tersebut juga bisa dianggap semacam arahan dan menjadi dalih bagi aparat penegak hukum melakukan pemidanaan secara masif, terhadap orang-orang yang dianggap mengkritik atau menghina pemerintah atau Presiden.
• Pekan Depan Eggi Sudjana Diperiksa Sebagai Tersangka Kasus Dugaan Makar
“Secara umum pembatasan hak asasi manusia itu boleh. Tapi harus dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai pembatasan tersebut dilakukan untuk alasan yang salah, yang malah mematikan esensi dari hak itu sendiri," bebernya.
"Perlu diingat, hak itu merupakan unsur dasar dari negara hukum, bukan negara kekuasaan,” tegas Usman Hamid.
Menkopolhukam Wiranto lewat sambungan telepon kepada Amnesty International Indonesia menjelaskan, tim yang dibentuk oleh Kemenko Polhukkam bukanlah sebuah badan baru, melainkan sebatas tim asistensi yang terdiri dari beberapa akademisi.
• Jengkel Proses Perizinan Investasi Masih Bertele-tele, Jokowi Ancam Lakukan Ini
Jadi, pembentukan tim tersebut tidak dimaksudkan untuk membungkam kritik seperti era Orde Baru.
Menanggapi pernyataan tersebut, Usman Hamid menyatakan pihaknya mengapresiasi penjelasan yang diberikan Menko Polhukam terkait rencana tersebut.
Namun, dia tetap merasa keberadaan tim tersebut tidak diperlukan, karena malah bertumpang tindih dengan kewenangan penegak hukum yang ada.
• Eggi Sudjana Jadi Tersangka, BPN: Setiap Protes kepada Pemerintah Diarahkan ke Makar
Sebelumnya, Wiranto berharap Mahfud MD bakal menjadi salah satu anggota tim Hukum Nasional Kemenko Polhukam.
Selain Mahfud MD, sejumlah akademisi dan pakar juga masuk ke dalam tim tersebut, seperti Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita, dan mantan Menteri Kehakiman Muladi.
Nantinya, tim hukum ini bertugas mengkaji semua ucapan, pemikiran, dan tindakan orang atau tokoh yang melanggar hukum.
• Ferdinand Hutahaean Setuju Orasi Eggi Sudjana Isyaratkan Makar, tapi Sebaiknya Cukup Ditegur Saja
Tim ini juga bukan badan hukum yang menggantikan lembaga hukum lain seperti kepolisian, kejaksaan, Mahkamah Agung, atau Mahkamah Konstitusi.
Wiranto mengatakan pemerintah membentuk tim hukum nasional untuk mengkaji ucapan, tindakan, hingga pemikiran tokoh-tokoh tertentu.
Tim itu, menurut Wiranto akan mengkaji ucapan, tindakan, serta pemikiran tokoh-tokoh tertentu yang berpotensi melanggar hukum.
• Ini Pidato Lengkap Eggi Sudjana Soal People Power yang Membuatnya Jadi Tersangka Kasus Dugaan Makar
Tim itu dibentuk setelah rapat terbatas tingkat menteri antara Wiranto, Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkominfo Rudiantara, dan Wakapolri Komjen Ari Dono Sukmanto, di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Senin (6/5/2019).
“Salah satu hasil rapat adalah membentuk tim hukum nasional untuk mengkaji ucapan, tindakan, hingga pemikiran tokoh-tokoh tertentu yang diduga melanggar hukum,” ungkap Wiranto.
Wiranto menjelaskan, tim hukum nasional nanti akan beranggotakan dari unsur pakar hukum tata negara, hingga profesor dan doktor dari berbagai universitas.
• Terganggu Aksi Unjuk Rasa Saat Rekapitulasi Suara, KPU Merasa Seperti Setel Radio Terlalu Kencang
“Lengkap dari berbagai unsur. Mereka juga sudah saya ajak berbicara, bahwa tidak bisa dibiarkan rongrongan kepada negara yang sah ini,” tegasnya.
Mantan Panglima TNI itu menegaskan, tindakan tegas harus diberikan kepada siapa pun yang melayangkan ucapan dan pemikiran hingga melakukan tindakan yang melanggar hukum, tanpa membeda-bedakan.
“Siapa pun dia, walaupun mantan tokoh (pejabat publik) tidak ada masalah, saat dia melanggar hukum akan kita tindak tegas,” ucapnya.
• Ketua KPK Ingatkan Menteri Rini Soemarno, Bakal Ada OTT di BUMN?
Wiranto pun menjelaskan bahwa sikap tegas pemerintah itu bukan bentuk kediktatoran yang sering diembuskan sejumlah pihak akhir-akhir ini.
Menurutnya, pengembusan isu diktatorial itu untuk membuat pemerintah takut memutuskan sesuatu.
“Sedangkan pemerintah harus tegas supaya Bulan Ramadan ini masyarakat merasakan aman dan damai dalam beribadah. Saya sudah minta aparat keamanan tegas,” jelasnya. (Gita Irawan)