Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu: Yang Coba Dirikan Negara Islam Berhadapan Dulu dengan TNI

MENTERI Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan, ideologi khilafah dilarang di Indonesia.

Dispen Kormar
Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu melakukan kunjungan sekaligus memberikan pengarahan kepada seluruh prajurit Koprs Marinir wilayah barat di Bapra Kesatrian Hartono Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (15/4/2019). 

MENTERI Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan, ideologi khilafah dilarang di Indonesia.

Menurutnya, ideologi tersebut dilarang karena ingin menggantikan Pancasila.

Ia bahkan mengatakan bahwa melalui organisasi Hizbut Tahrir, khilafah telah dilarang di 21 negara.

Ratna Sarumpaet Mengaku Mulai Kegemukan, Katanya Masa Susahnya Sudah Lewat

Hal itu dikatakan Ryamizard Ryacudu seusai 'Simposium Perang Mindset pada Era Keterbukaan Informasi', di Gedung AH Nasution, Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2019).

"Ada orang-orang lain paham lain, ujuk-ujuk mau masuk dan mengubah negara ini, siapa? Khilafah. Saya kasih tahu, khilafah itu sudah 21 negara melarang," kata Ryamizard Ryacudu.

"Katanya Arab itu juga tidak boleh Khilafah. Itu dibubarkan, ditangkap. Di sini tidak boleh juga, dilarang. Hanya satu, Pancasila. Yang tidak suka ya keluar dari sini. Enak sekali. Kalau tidak suka Pancasila ya keluar," sambungnya.

Nilai Aksi Unjuk Rasa Kivlan Zen Tak Bisa Didiamkan, Moeldoko: Berikutnya Ada Ajakan Merdeka

Ryamizard Ryacudu juga mengatakan, siapa pun pihak yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan yang lain, maka harus berhadapan dengan TNI.

Ia juga menjelaskan, dalam sejarah Indonesia juga pernah ada kelompok yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan yang lain.

Kelompok tersebut juga pada akhirnya harus berhadapan dengan TNI.

Demonstran Bisa Dipidana Jika Melakukan Hal-hal Ini Saat Aksi Unjuk Rasa di KPU pada 22 Mei

"Jadi yang mau mengubah itu berhadapan dengan tentara. Dulu juga, yang ingin mendirikan negara Islam DI/TII, Kartosuwiryo, Kahar Muzakar, itu tentara yang menghalanginya," paparnya.

"Sekarang sama, yang mencoba mendirikan negara Islam berhadapan dulu dengan tentara. Tentara, siap-siap saja," tambah Ryamizard Ryacudu.

Sebelumnya, Ryamizard Ryacudu mengungkapkan keprihatinannya atas sejumlah aksi teror di Indonesia, antara lain di Jawa Timur dan di Sibolgam yang dilakukan oleh kelompok teroris yang ingin mengganti Pancasila dengan khilafah.

Partai Berkarya Sebut Pemilu 2019 Paling Mematikan, Lalu Minta Jokowi Setop Wacana Ibu Kota Pindah

Ryamizard Ryacudu prihatin karena aksi teror yang merupakan bentuk ancaman nyata bagi negara itu, dilakukan oleh ibu yang bunuh diri dengan cara meledakan diri bersama anak-anaknya.

Menurutnya, hal itu kelewat kejam dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang mindsetnya telah diubah ke arah yang salah.

"Saya sudah beberapa kali melihat ini bahaya. Mulai dari Jawa Timur, seorang ibu tidak mungkin membunuh anaknya," ucapnya.

BREAKING NEWS: Kivlan Zen dan Lieus Sungkharisma Dilaporkan ke Bareskrim, Dituding Makar dan Bohong

"Macan saja tidak membunuh anaknya, melukai juga tidak. Ini tidak mungkin seorang ibu. Tapi (contoh ibu membunuh anaknya karena mindsetnya diubah) mungkin, diulangi lagi di Sibolga, di Srilanka. Ini kan mindsetnya diubah," beber Ryamizard Ryacudu.

Untuk itu, ia mengatakan hal tersebut harus dicegah dengan berbagai upaya yang bisa dilakukan, mengingat upaya mengganti konstitusi Pancasila dengan ideologi lain sangatlah berbahaya di Indonesia.

"Ini harus dicegah, kalau tidak bangsa ini bubar. Jadi, alat pemersatu bangsa ini Pancasila. Tidak ada kebenaran yang mendua di republik ini," tegas Ryamizard Ryacudu.

Bachtiar Nasir Tak Penuhi Undangan Pemeriksaan Bareskrim, Polisi Siapkan Surat Panggilan Kedua

Sementara, analis politik dan pakar terorisme internasional Profesor Rohan Gunaratna mengatakan, sejumlah kelompok masyarakat berideologi radikal dan ekstrem di Indonesia yang berasal dari Timur Tengah, sedang mencoba melawan ideologi Pancasila.

Menurutnya, serangan yang dilakukan kelompok tersebut ke masyarakat Indonesia, 99 persennya diarahkan ke mindset atau pola pikir masyarakat.

"Kalian bisa melihat kalau kelompok ini melawan Pancasila dan kelompok ini melakukan kekerasan. Tapi kekerasan ini hanya dilakukan 1 persen, dan 99 persennya mereka menarget mindset orang-orang Indonesia," ungkap Rohan, di acara yang sama.

Ini Jadwal Tahapan Penanganan Perkara Pilpres 2019 di MK, Dimulai pada 23 Mei

Sebelumnya, Rohan juga menjelaskan sejumlah kelompok yang ia nilai ekstrem dan menebarkan teror.

"Jika kita lihat Indonesia hari ini, hanya ada sedikit kelompok ekstrem dan teroris. Apa saja grup tersebut, Front Pembela Islam, Hizbut Tahrir Indonesia, Majelis Mujahidin Indonesia, Jamaah Islamiah, Jamaah Ansharut Daulah, dan Jamaah Ansharut Syariah," papar Rohan.

Satu di antara sejumlah cara yang digunakan kelompok tersebut, katanya, adalah untuk mengubah mindset, antara lain dengan membuat berita palsu.

Pengamat: Prabowo Teriak Antek Asing tapi Berikan Karpet Merah kepada Media Luar Negeri

Menurut catatannya, di Indonesia saat ini terdapat 34.850.000 berita palsu yang didistribusikan lewat berbagai media.

Menurutnya, berita-berita palsu itu mampu mengikis pikiran warga Indonesia jika tidak segera diganti.

"Semua berita palsu itu mengikis pikiran warga Indonesia. Jadi kalian perlu mengganti berita-berita palsu itu," imbaunya.

Empat Hari Pimpin Rapat Pleno Hingga Pagi Buta, Ketua KPU Bekasi Pingsan Saat Salat Magrib

"Jika kalian tidak mengganti berita-berita palsu itu, masyarakat Indonesia akan dipengaruhi oleh ideologi ekstremis dan eksklusif. Ini adalah ancaman nyata yang kini Anda hadapi," ucap Rohan.

Berdasarkan data yang diperolehnya, saat ini ada 15 sampai 20 persen masyarakat Indonesia yang tidak percaya Pancasila.

Selain itu, menurutnya angka tersebut juga bertambah dua sampai tiga persen setiap tahunnya.

BREAKING NEWS: Pengemudi Camry Tabrak Pejalan Kaki dan Pemotor di Mampang, Satu Orang Meninggal

"Sekitar 15 sampai 20 persen masyarakat Indonesia tidak percaya dengan Pancasila. Hal ini adalah ancaman besar bagi kalian, dan setiap tahun angka itu bertambah dua sampai tiga persen," ulas Rohan.

Sebagai upaya pencegahan sekaligus penindakan, ia menyarankan agar Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Pertahanan, membuat regulasi terkait ancaman ideologi tersebut.

"Setiap orang yang memosting atau telah memosting konten ekstremis, dan teroris eksklusif, harus dihukum. Aset mereka harus disita. Mereka harus ditemukan dan dipenjara. Bahkan organisasi semacam Facebook, mereka harus bertanggung jawab," urai Rohan.

Makam Bayi Tiga Bulan yang Dibunuh Ayah Kandung Dibongkar, Ibu Korban Pilih Menjauh

Berdasarkan wawancaranya dengan sejumlah teroris di Asia Tenggara, ia mengatakan 90 persennya terpengaruh karena Facebook.

Menurut Rohan, mereka juga melakukan perekrutan lewat aplikasi Telegram, WhatsApp, dan aplikasi komunikasi lain yang terenkripsi.

"Lalu mereka akan mengubah pikiran korbannya mulai dari dipolitisasi, diradikalkan, dan dimiliterkan untuk melakukan serangan," jelasnya.

"Ini tidak hanya berlaku ke lelaki, tapi juga ke perempuan. Ini adalah ancaman baru yang kalian harus lawan," beber dosen pembimbing S3 Kapolri Jenderal Tito Karnavian itu. (Gita Irawan)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved