Pemilu 2019
Ini Penjelasan Kemendagri Soal Banyaknya Pemilih yang Lahir pada 31 Desember, 1 Januari, dan 1 Juli
Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan banyaknya pemilih yang lahir pada tanggal 1 Januari, 1 Juli, dan 31 Desember.
DIREKTUR Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan banyaknya pemilih yang lahir pada tanggal 1 Januari, 1 Juli, dan 31 Desember.
Menurutnya, hal itu terjadi karena banyaknya warga yang lupa tanggal lahir.
"Mulai 1970 dengan Permedagri nomor 88/1977. Lalu orang lupa tanggal lahir, ditulis 31 Desember," jelas Zudan dalam diskusi masalah DPT, di Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2019).
• Ditantang Taufik Hitung Anggaran Agar MRT Bisa Gratis, Anies Baswedan Gelengkan Kepala Sambil Senyum
Menurutnya, aturan tersebut berlaku hingga 1995. Pada 2000, karena 31 Desember dianggap terlalu jauh, maka mereka yang lupa tanggal dan bulan lahirnya, ditulis dalam data kependudukan menjadi 1 Juli atau 1 Januari.
"Berapa penduduk kita yang ultahnya bareng? Di 1 januari ada 2,6 juta. Kemudian yang 1 juli 10,3 juta. Ada dalam database, bisa dilacak. Yang 31 desember ada 5,8 juta," ungkapnya.
Sebelumnya, kubu BPN Prabowo-Sandi meminta KPU menghapus 17,5 juta DPT, karena dianggap invalid atau dobel.
• Kronologi Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso Diciduk KPK
Salah satu indikatornya adalah kesamaan tanggal lahir, yakni pada tanggal 1 Januari, 1 Juli, dan 31 Desember.
Jumlah tersebut merupakan hasil dari penyisiran BPN Prabowo-Sandi dari Data Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan (DPTHP) 2, yang diterbitkan KPU pada 15 Desember 2018.
Sebelumnya diberitakan Wartakotalive.com, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang dipimpin Hashim Djojohadikusumo, melaporkan 17,5 juta nama yang menurut mereka tak wajar di Daftar Pemilih Tetap (DPT).
• Zulkifli Hasan Janji Prabowo-Sandi Bakal Turunkan Harga Listrik dalam Waktu 100 Hari
BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melaporkan 17,5 juta nama itu ke Kantor KPU di Jakarta Pusat, Senin (11/3/2019).
Hashim Djojohadikusumo menyampaikan, pihak BPN menemukan ketidakwajaran tersebut, setelah KPU mengumumkan DPT pada 15 Desember 2018 silam.
“KPU RI memberi kami waktu untuk melakukan verifikasi. Setelah empat kali pertemuan dengan KPU, BPN melalui tim informasi dan teknologi meyampaikan bahwa masih ada 17,5 juta data yang menurut kami tak wajar. Dengan penemuan itu kami menyampaikan keprihatinan atas keutuhan dan integritas DPT,” papar adik Prabowo Subianto tersebut.
• Dahnil Anzar Simanjuntak Sebut Ada Kode Capres Tertentu di Ribuan Amplop Berisi Uang Hasil OTT KPK
Hashim Djojohadikusumo menegaskan, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi terkait penemuan itu.
“Itu bisa ganda atau invalid,” katanya.
Juru Debat BPN Ahmad Riza Patria lantas menyampaikan secara detail penemuan 17,5 juta nama yang tidak wajar tersebut.
• Fahri Hamzah: Prabowo akan Dilantik Menjadi Presiden ke-8, karena dari Dulu Dia Dipanggil 08
Menurutnya, ketidakwajaran terjadi pada jumlah pemilih yang lahir pada tiga tanggal, yaitu 31 Desember, 1 Januari, dan 1 Juli.
“Dari 17,5 juta nama yang tak wajar itu terletak pada tanggal lahir, yaitu yang lahir pada tanggal 1 Juli sejumlah 9,8 juta; yang lahir pada tanggal 31 Desember ada 3 juta; dan yang lahir pada 1 Januari sejumlah 2,3 juta nama,” beber Ahmad Riza Patria.
Ahmad Riza Patria mengatakan, perbedaan itu cukup mencolok, karena jumlahnya jauh dari angka rata-rata penduduk yang lahir pada tanggal yang lain.
• Fahri Hamzah: Pak Presiden Menyerahlah, Bapak Sudah Terkepung, Waktu Habis
“Kalau kami hitung rata-rata setiap tanggal dalam satu tahun itu ada 520 ribu nama. Misal, masyarakat yang lahir tanggal 30 Juni ada 520 ribu, kemudian tiba-tiba yang lahir tanggal 1 Juli ada 9,8 juta; kemudian yang lahir 2 Juli kembali 520 ribu, itu menurut kami yang tak wajar,” bebernya.
Kejanggalan lain yang dibeberkan Ahmad Riza Patria adalah penemuan angka yang signifikan pada pemilih di atas 90 tahun dan di bawah 17 tahun.
“Ada sekitar 300 ribu orang pemilih yang berusia di atas 90 tahun, lalu ada 20.475 pemilih berusia di bawah 16 tahun,” paparnya.
• Hendropriyono: Ideologi Pancasila Berhadapan dengan Khilafah di Pemilu 2019
“Kemudian ada 41.555 nama di Kabupaten Banyuwangi yang menurut kami tak wajar juga. Masa ada 400 hingga 1.800 nama yang ada dalam 1 kartu keluarga? Ini yang kami minta KPU RI untuk menertibkan,” terang Ahmad Riza Patria.
Ahmad Riza Patria mengatakan, pihaknya akan segera mengagendakan pertemuan dengan Ditjen Dukcapil (Kependudukan dan Catatan Sipil) Kementerian Dalam Negeri, untuk memverifikasi hal tersebut.
“Karena KPU mengatakan data tersebut diambil dari Ditjen Dukcapil Kemendagri,” ucapnya.
• Wiranto Sadar Gagal Jadi Presiden karena Salah Berdoa Saat Kecil
Dari hasil pertemuan dengan KPU, Ahmad Riza Patria mengatakan akan ada verifikasi lapangan untuk meluruskan laporan BPN.
“Kami bersama KPU dan Bawaslu akan segera turun ke lapangan untuk melakukan verifikasi, setidaknya seminggu ke depan akan dilakukan. Kami juga akan segera tentukan daerah-daerah yang akan disisir,” jelasnya.
Fahri Hamzah Ungkap Ada 15 Juta Pemilih Invalid
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, ada indikasi kecurangan di Pemilu 2019 melalui penetapan daftar pemilih tetap (DPT) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Fahri Hamzah menyebut ada 15 juta data pemilih yang tak valid.
"Jadi gini modus kecurangannya, itu adalah pencoblosan invalid di TPS. Itu modusnya," ujar Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/3/2019).
• Soal Isu Khilafah, Andi Arief Sarankan Para Jenderal di Kubu 01 Jalan-jalan ke Kampung Miskin
"Jadi sekarang ini ada 15 juta (pemilih) invalid yang tak bisa diverifikasi oleh KPU, dan KPU ini tertutup dengan 15 juta invalid ini," sambungnya.
Menurut hitungannya, 15 juta pemilih invalid itu setara 8 sampai 9 persen dari jumlah total pemilih. Fahri Hamzah meminta KPU bisa segera membersihkan data invalid tersebut.
"(Data) 15 juta invalid itu sekitar 8-9 persen. Angka 8-9 persen adalah kartu suara yang ilegal, yang bisa dicoblos di tempat di mana pun yang kemudian disertakan sebagai bagian C1 di TPS. Kan kecurangannya nanti begitu dicurigai sama orang," tuturnya.
• Gangguan Jiwa, Pria Paruh Baya Penikam Penumpang di Halte TransJakarta Bebas Hukuman
"Maka KPU, wahai KPU, bersihkanlah (data) invalid itu dulu dong. Jelasin dong bagaimana bisa ada orang 9 juta lahir pada 1 Juli, ceritakan dong. Ini kan dicurigai sama orang," imbuhnya.
Dari 15 juta pemilih yang disebutnya sebagai data invalid, Fahri Hamzah menyebut terdiri dari WNA hingga orang meninggal yang masuk ke dalam DPT Pemilu 2019.
"Invalid itu kan gini, ada orang yang sebenarnya enggak ada, orang asing, orang gila. Orang yang satu Kartu Keluarga, 400 manusianya. Orang yang nggak jelas lahirnya di mana. Yang kode-kodenya salah, ini dikumpulin jumlahnya 15 juta. Data 15 juta adalah tambahan 15 juta kartu suara. 15 juta kartu suara itu nanti siapa yang nyoblos, kan itu yang harus dijawab KPU," papar Fahri Hamzah.
• Kisah Gadis 16 Tahun Diduga Jadi Korban Perdagangan Orang di Tiongkok Bermodus Biro Jodoh
Namun demikian, Fahri Hamzah enggan menjelaskan detail dari mana data 15 juta data invalid itu.
Ia mengaku mendengar analisa dari para ahli, dan KPU menurutnya sudah mengakui adanya data invalid itu.
"Saya dengar (ahli) sudah ketemu dengan KPU. KPU mengakui data-data yang aneh itu, tapi enggak dibersihin sampai sekarang, karena dilacak-lacak data yang ada sama mereka itu masih ada invalid itu," bebernya.
• Prabowo: 17 April Jaga TPS, Bawa Ketupat Bawa Tikar, Kita Lebaran di TPS
Fahri Hamzah juga tak lupa mengkritik KPU dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang tak kompak.
Fahri Hamzah menuding penyebab kekisruhan itu akibat KPU tak memiliki juru bicara.
Karena itu, Fahri Hamzah meminta penyelenggara pemilu menenangkan rakyat menuju sisa hari menuju pencoblosan.
"Semua itu komisionernya (KPU) ngomong, beda-beda, dan gitu Mendagri dengan mereka berantem juga. KPU komplain soal Kemendagri, Dukcapil komplain soal KPU," papar Fahri Hamzah. (Taufik Ismail)