Terorisme
Bos Facebook Tidak Mau Jadi Kambing Hitam Soal Berseliwerannya Konten Negatif di Linimasa
Terorisme dan pembunuhan massal seperti terjadi di sebuah masjid oleh teroris di Selandia Baru sangat mencengangkan dunia.
Ia juga meminta adanya hukum yang kuat di negara-negara seluruh dunia untuk menjaga integritas pemilu di negara mereka.
Aturan yang dibuat adalah standar umum yang berlaku untuk semua situs agar bisa mengindentifikasi aktor politik.
Lebih lanjut, aturan hukum tersebut tak hanya ditujukan untuk para aktor politik yang maju sebagai kandidat pada pemilu, tapi juga aturan untuk meminimalisir isu pecah belah politik menjelang pemilu.
Mark Zuckerberg berharap bahwa aturan tersebut berlaku tak hanya pada pemilu saja, tapi juga diluar jadwal kampanye.
Masih soal politik, Mark Zuckerberg meminta adanya standar industri yang lebih luas untuk mengontrol bagaimana data pengguna digunakan untuk kampanye politik secara online.
Aturan perlindungan data pengguna Untuk perlindungan data pengguna, bos Facebook ini juga meminta negara-negara lain di luar Eropa untuk mengadopsi aturan privasi sejenis yang disebut GDPR (General Data Protection Regulation) yang ketat menindak perusahaan teknologi jika menyalahgunakan data pribadi pengguna.
Mark Zuckerberg berharap, aturan privasi ala GDPR akan berlaku menjadi standar global, sehingga perlakuan terhadap keamanan data pengguna tak berbeda di masing-masing negara.
Terakhir, Mark Zuckerberg meminta adanya aturan yang jelas tentang siapa yang bertanggung jawab tentang data pengguna apabila mereka berpindah layanan.
Surat terbuka Mark Zuckerberg ini muncul berselang dua pekan setelah kejadian penemabakan di masjid Christchurch di Selandia Baru pada pertengahan Maret lalu.
Terkait kejadian ini, Facebook sempat mendapat kritikan keras.
Jejaring sosial raksasa itu disebut tak cepat tanggap dalam mencegah peredaran video siaran langsung penembakan di Christchruch sehingga kadung beredar di berbagai platform media sosial di luar Facebook. (Wahyunanda Kusuma Pertiwi)
