Pilpres 2019
Alasan KH Syukron Ma'mun Minta Orang Gila Tidak Disuruh Ikut Memilih dalam Pemilu Serentak
Cawapres yang mengerti Islam itu harusnya tahu bahwa orang gila itu dalam Islam dibebaskan dari syariat.
Dalam salah satu sesi tanya jawab, KH Syukron Mamun ikut memberikan penjelasan tentang orang gila yang dilibatkan dalam pemilu untuk memilih.
Salah seorang tokoh yang merupakan ulama ternama ini menjelaskan fenomena tentang orang gila tersebut.
Menurut salah satu sosok yang merupakan sahabat Calon Wakil Presiden (Cawapres) KH Maruf Amin ini, sudah seharusnya orang gila tidak diminta ikut memilih dalam Pilpres dan Pemilu serentak 2019.
"Cawapres yang mengerti Islam itu harusnya tahu bahwa orang gila itu dalam Islam dibebaskan dari syariat, masa orang gila disuruh memilih," katanya dalam sebuah tanya jawab yang diunggah di media sosial itu, yang dikitip Warta Kota, Kamis (28/3/2019).
Menurut pendapat Syukron Mamun, sudah seharusnya orang gila memang tidak boleh memilih.
"Soalnya, kalau memilih, siapa yang memilihkan untuk orang gila itu."
"Mereka orang gila tidak kenal siapa-siapa, sebuah keajaiban dunia kalau orang gila sampai disuruh memilih," kata Syukron Mamun.
• Orang Gila Disuruh Mencoblos Bikin Petugas Panti Bingung Teknis Pencoblosan Pemilu
• Terungkap Rahasia Ustadz Abdul Somad Tidak Menangis Tersedu di Saat Ibu Kandung Berpulang
Profesor KH Syukron Ma'mun BA adalah seorang ulama dan politikus, saat ini ia merupakan Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Rahman, Jakarta ia merupakan salah satu pendiri Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia dan Ketua Umum pada partai tersebut.
Bapaknya adalah KH Ma’mun Nawawi dan ibunya bernama Hajjah Masturah.
Fakta orang gila mengalami kesulitan untuk ikut pemilu agar bisa memilih juga melanda banyak pihak.
Di antaranya pihak yang mengurus kalangan orang gila itu.
Sebelumnya, terungkap pihak petugas panti rehabilitasi jiwa Yayasan Jamrud Biru di Kota Bekasi meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bekasi untuk melakukan sosialisasi terkait teknis pencoblosan.
Sebab dari sekitar 100 pasien di sana, ada enam orang yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) dalam ajang Pemilu pada Rabu 17 April mendatang.
"Saya bingung untuk teknis pencoblosan nanti bagaimana karena belum mendapat sosialisasi," kata Ketua Yayasan Jamrud Biru, Suhartono di Kampung Babakan Gang Asem Sari II RT 03/04, Kelurahan Mustikasari, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi, Kamis (28/3).
Suhartono mengatakan, sosialisasi perlu dilakukan untuk memudahkan para pasien sakit jiwa menggunakan hak pilihnya.
Dia juga belum mengetahui mekanismenya, apakah petugas KPU yang datang ke yayasannya atau pasien yang mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak pilih.
"Kita juga nggak tahu, apakah nanti si pasien didampingi keluarganya atau tidak saat nyoblos surat suara," ujar pria yang akrab disapa Tono ini.
Selain itu, kata dia, sosialisasi ini dilakukan untuk menghindari stigma tentang panti. Dia tidak ingin masyarakat berpandangan bahwa panti mendukung atau mengarahkan pasien untuk memilih salah satu pasangan calon.
"Kalau nanti mekanismenya didampingi oleh petugas panti, saya khawatir nanti disangka kita mengarahkan pasien untuk memilih pasangan calon. Padahal kami ini tidak pernah mengarahkan mereka," katanya.
Tono mengatakan, dari ratusan pasien di sana hanya lima orang saja yang mendapatkan surat pemanggilan Pemilu. Tiga pasien di antaranya telah keluar dari panti karena dinyatakan sembuh, sedangkan dua lagi masih menjalani pengobatan.
Sementara ratusan pasien dewasa lainnya tidak mendapat surat pemanggilan Pemilu kemungkinan telah mendapat surat dari KPU di domisilinya masing-masing.
"Pasien ini kan datang dari daerah mana aja, saya nggak tahu mereka dapat surat pemanggilan dari KPU atau tidak karena pihak keluarga tidak melapor."
"Di sisi lain, saya ragu dengan dua pasien ini, mereka bisa nentuin pasangan calonnya atau tidak pas Pemilu nanti, karena saat ditanya juga nggak ngerti jawabnya," ujar Tono.
Komisioner Divisi Data pada KPU Kota Bekasi Perdo Purnama Kalangi mengatakan, ada 22 DPT di Kota Bekasi yang berstatus penyandang disabilitas mental.
Mereka terdata dari dua panti rehabilitasi jiwa yakni Yayasan Jamrud Biru dan Yayasan Galuh, Jalan Bambu Kuning, Kecamatan Rawalumbu.
Pedro menjelaskan, saat pendataan pasien pada September-Oktober 2018 lalu disampaikan bahwa petugas KPU yang akan mendatangi mereka dalam menggunakan hak suaranya.
"Jadi, bukan mereka yang mendatangi TPS. Kita juga fokus menyelesaikan kesiapan logistik dan pemilih yang lain dulu," kata Perdo.
Menurut dia, orang dengan gangguan kejiwaan atau disabilitas mental tetap bisa menggunakan hak pilihnya karena mengacu pada UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Disabilitas dan Peraturan KPU Nomor 37 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan KPU Nomor 11 tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaran Pemilu.
Berdasarkan rapat pleno yang dilakukan lembaganya pada 20 Maret 2019 lalu, jumlah DPT dalam ajang Pemilu di Kota Bekasi mencapai 1.683.283 jiwa.
Jumlah ini lebih banyak 1.163 jiwa dibanding saat KPU masih melakukan pendataan sebanyak 1.682.120 jiwa.