Pelaku Usaha Waralaba Lokal Banyak Gulung Tikar, Butuh Dukungan dari Pemerintah

Pelaku usaha waralaba lokal banyak gulung tikar, butuh dukungan dari pemerintah seperti di Malaysia dan Singapura.

Istimewa
ILUSTRASI 

Minimnya pertumbuhan itu tidak hanya dipengaruhi oleh persaingan dengan asing, akan tetapi karena faktor sikap yang tidak sabar oleh pelaku usaha.

Sehingga berdampak pada dunia franchise di Indonesia. Secara garis besar mereka ingin cepat sukses dan mendapatkan untung.

Melihat kondisi ini, Anang meminta pemerintah agar memperhatikan keberadaan dan nasib penggerak franchise produk lokal.

Pasalnya, selama ini pemerintah tidak pernah mengalokasi anggaran di sektor ini.

"Dari dulu saya sudah bilang, mau tidak maa pemerintah harus memegang peranan. Jadi, jawabannya selalu kita tidak punya budget. Kita tidak punya anggaran," kata Anang.

Menurut Anang, kondisi ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan negara- negara lain.

Seperti Amerika Serikat, Australia, Malaysia hingga Singapura yang menganggarkan dana untuk mendukung keberadaan franchise produk lokal.

Malaysia, misalnya sejak tahun 2003 sudah mempunyai program untuk memajukan dan mendukung sekira 500-an franchise produk lokal.

Bahkan anggarannya mencapai 500 ringit Malaysia.

"Kita bilang saja Singapura, 75 persen biaya konsutan dipikul oleh pemerintah. Kalau mereka mau keluar negeri ikut pameran itu dibiayai oleh pemerintah," kata Anang.

Melirik Sukuk Ritel Terbaru sebagai Sarana Investasi Alternatif

Meskipun demikian, Anang tak berharap banyak kepada pemerintah supaya mengucurkan dana untuk hal ini.

Tetapi, sisi lain Anang menilai bisnis waralaba merupakan bagian dari ekonomi kerakyatan yang memberikan dampak perekonomian Indonesia secara umum.

"Di Indonesia, kita enggak punya anggaran. Baru belakangan ini saya lihat pak Jokowi mulai (memahami) bahwa franchise itu cocok Indonesia. Kenapa? karena di Indonesia 70-80 persen dari pelaku bisnis itu adalah usaha-usaha kecil," katanya.

Anang mengatakan, sebetulanya franchise adalah ekonomi kerakyatan karena ekonomi kerakyatan diselenggarakan untuk orang banyak dan untuk orang banyak.

Minim dan rendahnya pertumbuhan itu tidak hanya dipengaruhi oleh persaingan dengan asing, akan tetapi karena faktor sikap yang tidak sabar oleh pelaku usaha.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved