Pilpres 2019
Fadli Zon Minta Debat Capres Jangan Umbar Data Ngibul dengan Argumen yang Ngawur
Debat Kedua Calon Presiden, 17 Februari 2019, menyisakan sejumlah persoalan khususnya akurasi data.
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menjadi calon presiden (capres) petahana banyak mengumbar data bodong dengan argumen ngawur.
"Data harusnya akurat, bukan bodong, apalagi argumentasi ngawur," katanya, saat tampil dalam diskusi Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One di Jakarta, Selasa (19/2/2019) malam.
Acara itu juga menghadirkan mantan Menko Ekuin, Rizal Ramli dan sejumlah pendukung capres petahana di antaranya Budiman Sudjatmiko dan sejumlah pembicara lainnya.
"Debat Kedua Calon Presiden, 17 Februari 2019, menyisakan sejumlah persoalan khususnya akurasi data," katanya.
• Dosen Kriminologi Jadi Korban Aksi Kejahatan Gembos Ban dengan Kerugian Rp 13 juta dan Ponsel
• Jelang Pilpres 2019 Masyarakat Tangerang Diberikan Penyuluhan
Sebagai petahana, kata Fadli Zon, Jokowi menggunakan debat kedua untuk memamerkan hasil kerjanya selama ini.
"Ini bentuk kemajuan dibanding debat pertama. Ada banyak data disampaikannya," katanya.
Hanya saja, kata Fadli Zon, sayangnya, sebagian besar data tersebut ternyata bermasalah karena data bodong, bahkan mengunakan argumen ngawur karena tak sesuai dengan fakta dan kenyataan.
"Misalnya saja soal klaim konflik agraria. Selama empat tahun pemerintahan sekarang, saya justru mencatat jumlah konflik agraria melonjak drastis," katanya.
"Bahkan, jauh lebih tinggi dari konflik agraria yang terjadi selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden SBY."
"Merujuk data yang dihimpun KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), sepanjang sepuluh tahun kekuasaan SBY jumlah konflik agraria tercatat hanya 1.391 kasus di seluruh wilayah Indonesia," katanya.
• Fadli Zon Akhiri Polemik Doa yang Ditukar karena Terus Dipelintir dan Difitnah Musuh Politik
• Fadli Zon Sarankan Debat Ketiga Pilpres 2019 Tanpa Panelis karena Hal Ini
Sementara, kata dia, selama empat tahun pemerintahan Jokowi, telah terjadi sedikitnya 1.769 konflik agraria.
"Pembangunan infrastruktur menempati urutan ketiga penyebab konflik agraria, sesudah sektor perkebunan dan pertambangan. Jadi, ngibul saja kalau diklaim tak ada konflik agraria dalam 4,5 tahun terakhir," katanya.
Hal itu saja, kata Fadli Zon, menunjukkan terjadinya penyesatan informasi.
"Begitu juga dengan klaim kebakaran hutan yang tak ada lagi. Saya membaca, bahkan pada saat debat masih berlangsung, Greenpeace Indonesia telah memberikan bantahan bahwa pernyataan itu bohong belaka," katanya.
Kenyataannya, kata Fadli Zon, memang seperti yang diungkap Greenpeace.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri yang merilis data bahwa luas lahan kebakaran hutan dalam tiga tahun terakhir secara berturut-turut adalah 14.604,84 hektare (2016), 12.127,49 hektare (2017), dan 4.666.38 hektare (2018).
"Jadi, kementerian yang dipimpinnya sendiri menyebut kebakaran hutan masih terus terjadi. Pertanyaannya kemudian, lalu siapa yang telah mensuplai data bodong kepada Pak Jokowi dalam debat kemarin?" katanya.
"Bagian paling menggelikan adalah ketika Pak Jokowi menyebut impor jagung kita tinggal 180 ribu ton. Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor jagung sepanjang tahun 2018 mencapai 737.228 ton dengan nilai US$150,54 juta."
Menurut Fadli Zon, penggunaan data-data bodong dan ngawur semacam itu sangat berbahaya.
"Bagaimana bisa Pemerintah merumuskan kebijakan publik yang benar, jika rujukan data saja salah dan bermasalah?"
Namun, kata Fadli Zon, tak ada yang lebih berbahaya ketimbang pernyataan serampangan mengenai rehabilitasi lahan tambang.
"Dalam segmen pembahasan isu lingkungan, Jokowi menyatakan kalau lubang bekas tambang bisa dimanfaatkan untuk kolam ikan atau lokasi pariwisata."
"Itu adalah pernyataan menyesatkan," katanya.
• Jokowi Klarifikasi Kesalahan Kutip Data saat Debat Capres Kedua Pilpres 2019 Diapresiasi
Menurut Fadli Zon, lubang bekas tambang sudah jelas mengandung banyak polutan dan mineral berbahaya.
"Dari penelitian Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) dan Waterkeeper Alliance, misalnya, yang dilakukan di Samarinda, Kutai Kertanegara, dan Kutai Timur, dari 17 sampel air di kolam bekas tambang yang diteliti, sebanyak 15 sampel terbukti mengandung logam berat, seperti alumunium, besi, dan mangan."
"Tiga unsur tadi juga ditemukan di saluran irigasi yang mengalirkan air dari kolam tersebut."
"Artinya, kontaminasi logam beratnya bukan hanya terlokalisasi di bekas area tambang, namun juga menyebar ke mana-mana. Apalagi pada musim hujan seperti sekarang ini," katanya.
Jadi, kata Fadli Zon, pemanfaatan lubang bekas tambang untuk sektor lain bukanlah solusi.
"Gagasan ngawur semacam itu seharusnya tak pernah dilontarkan oleh seorang pejabat publik."
"Kengawuran tidak boleh disebarluaskan," katanya.
Di mana-mana di seluruh dunia, kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini, lahan bekas tambang seharusnya direhabilitasi.
"Ada aturannya."
"Dan, kita memiliki semua aturan itu. Butuh waktu lama agar lokasi-lokasi itu bisa dimanfaatkan kembali," katanya.
"Dalam catatan saya, masih ada banyak data ngawur lain yang dikemukakan Jokowi dalam debat."
"Tak sesuai dengan fakta."
"Tapi, hal ini saya lihat sudah banyak juga dibahas oleh orang lain," katanya.
Yang mengejutkan, kata Fadli Zon, hampir semua media ‘mainstream’ sejak usai debat juga telah menurunkan berita yang membantah data-data itu.
"Menurut saya, ini bentuk kemajuan."
"Tak sepantasnya memang orang menggunakan data ngawur di forum terhormat semacam debat, apalagi mengumbar data bodong itu dilakukan dengan penuh percaya diri."
"Sedangkan Pak Prabowo berhasil menyampaikan sebuah pesan penting mengena bahwa seharusnya yang dibangun oleh Pemerintah adalah iInfrastruktur untuk rakyat atau ekonomi untuk rakyat, bukannya rakyat untuk infrastruktur atau rakyat untuk ekonomi."
"Pesan itu tegas dan sederhana, mewakili bagaimana visi dan misi pasangan Prabowo-Sandi."
"Menghadapi Pak Jokowi yang sejak awal menjajakan data, Pak Prabowo memilih untuk menawarkan perspektif, sudut pandang, strategi menangani masalah."
Misal, kata Fadli Zon, soal kebijakan penangkapan ikan, Prabowo menyatakan agar regulasi Pemerintah seharusnya tidak merugikan nelayan tradisional.
"Jangan sampai nelayan tradisional kita diregulasi seolah-olah mereka adalah korporasi serakah."
"Aturan semacam itu jelas salah alamat."
Kata Fadli Zon, hukum atau regulasi mestinya tajam dan ketat kepada yang besar-besar, bukannya rigid kepada rakyat kecil yang sekadar melaut untuk mencari makan.
"Supaya debat yang akan datang lebih berbobot dan natural, saya mengusulkan agar tak ada lagi pertanyaan dari panelis."
"Biarkan saja para kandidat saling jual-beli gagasan secara bebas seperti segmen terakhir debat kemarin."
"Itu akan membuat acara debat jadi lebih hangat," katanya.
Kata Fadli Zon, publik pastinya sangat menanti-nantikan hal semacam itu.
"Bagaimanapun, mereka pasti ingin mengetahui kemampuan calon pemimpinnya secara terbuka."
"Jangan lagi asal tampil cantik, namun ternyata mengumbar data bodong dan argumen ngawur," katanya.