Anies Baswedan Diminta Angkat Kadinkes Dari Internal yang Tak Terindikasi KKN

GUBERNUR DKI Jakarta Anies Baswedan diminta teliti menempatkan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI.

Tribunnews
Direktur Eksekutif Jakarta Monitoring Network, Achmad Sulhy 

GUBERNUR DKI Jakarta Anies Baswedan diminta teliti menempatkan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI.

Direktur Eksekutif Jakarta Monitoring Network, Ahmad Sulhy, menyarankan Kadinkes DKI harus bersih dari tindakan koruptif karena sangat merugikan institusi dan memperburuk pelayanan.

Sulhy menyatakan kriteria Kadinkes harus yang benar-benar memahami dunia kesehatan, sehigga tidak terlalu ikut campur dalam pengadaan Alkes atau on Alkes.

Sebelumnya memang berembus kabar bahwa terjadi dugaan praktek monopoli dalam pengadaan Alkes dan non Alkes.

Sulhy mengatakan Kadinkes harus memposisikan sebagai pengarah dan penanggung jawab atas semua program kedinasan.

Sebab, ujar Sulhy, jika terlibat secara terang-terangan mengatur pengadaan maka tidak akan fokus dengan pelayanan kesehatan warga ibu kota.

“Kadinkes, harus bersih dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN). Yang penting, harus berani kembalikan Dinkes DKI sebagai pelayan kesehatan warga,” kata Sulhy kepada wartawan di Jakarta Rabu (19/9/2018).

Sulhy menyarankan Gubernur Anies mengangkat Kadinkes dari lingkungan internal karena memahami persoalan.

Namun, ujar Sulhy, mesti bersih dan bebas dari KKN. Bahkan Sulhy menyarankan jika ada oknum pejabat yang bermain pengadaan barang yang di copot dari jabatannya.

“Tentu, harus punya visi membangun menjadikan Dinkes modern, maju, dan kredibel. Siapa calonnya? Itu kewenangan Pak Anies. Saya kan hanya menyarankan,” ucapnya. “Saya berharap, gubernur tak angkat Kadinkes dari luar,” tambah Sulhy.

Sulhy lalu mencontohkan, buruknya kerja mantan Kadinkes DKI Koesmedi Priharto.

Sulhy mengambil contoh dari kegagalan kontraktor pembangunan puskesmas untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai tenggat waktu yang sudah dijadwalkan sebelumnya merupakan tanggung jawab Koesmedi selaku Kadinkes DKI.

"Kegagalan ini merupakan tanggung jawab Koesmedi selaku kepala dinas. Pembangunan puskesmas bermasalah dan adanya dugaan monopoli pengadaan Alkes,” ungkapnya.

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini, ada hal-hal yang menyebabkan terjadinya keterlambatan, salah satu di antaranya force mejeure.

"Tapi yang harus juga dipahami, adalah ada kriteria force mejeure yang harus dipatuhi. Contohnya, ada pernyataan force mejeure dari instansi yang berwenang dan ada bukti force mejeure,” tegas dia.

Dugaan Monopoli Pengadaan Alkes

Terkait dugaan monopoli pengadaan Alkes dan Non Alkes, disebut bahwa pola kecurangannya amat jelas.

“Pola kecurangannya tampak nyata,” kata Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS), M Syaiful Jihad, ketika dihubungi, Selasa (18/9/2018).

Syaiful menilai anggaran jumbo pengadaan alat kesehatan dimanfaatkan oleh oknum pejabat Dinkes DKI dan pihak ketiga mengeruk keuntungan dari pengadaan barang dan jasa.

Akibatnya diduga terjadi monopoli atau satu perusahaan selalu masuk sebagai pemenang lelang.

Menurut Syaiful, hal ini berpotensi terjadi pengaturan pemenang lelang.

Syaiful mengakui pengadaan barang ini seperti gula mengundang semut karena dinikmati calo dan pemain alat kesehatan.

“Mulai, janji pemberian keuntungan dan dugaan sampai pencucian uang hasil korupsi,” tegas dia.

Bahkan, Syaiful menegaskan, dugaan yang terjadi proses pengadaan barang di di Dinkes DKI adalah konspirasi besar.

Namun, kata Syaiful, praktek tersebut tertutup dengan rapi lantaran diduga ada perlindungan oknum pejabat Dinkes karena terindikasi menerima jatah.

“Ini momentum, Anies bersih-bersih Dinkes DKI dari dugaan praktek koruptif,” jelas Syaiful.

Menurut Syaiful, dengan alasan pemenuhan kebutuhan alkes maupun non alkes, Dinkes DKI menunjuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan seluruh pengadaan terpusat di Dinkes DKI.

“Disinilah dugaan membuka kesempatan untuk monopoli dan KKN dalam pelaksanaannya,” ujar Syaiful.

Hingga kini, kata Syaiful, seseorang berinisial HD berperan mencari perusahaan yang ingin dapat pekerjaan di Dinkes DKI.

Syaiful mengatakan HD merupakan sahabat salah satu pejabat Dinkes DKI berinisial EH pada waktu pengadaan alkes RS Tarakan.

“Anggaran 2017-2018 mengulangi perbuatan mereka dan tambah parah. Dengan pinjam uang pada perusahaan atau pihak ketiga lakukan ijon. Janji, dapat pekerjaan pada APBD 2018 di Dinkes DKI,” jelasnya.

“Diduga uang kesepakatan sebesar 20 persen dari nilai kontrak dijanjikan. Namun, diduga perusahaan sudah setor Rp 150 juta. Ada empat perusahaan yang sudah setor,” tambah Syaiful.

Oleh karena itu Syaiful meminta Gubernur DKI Anies Baswedan melakukan pengawasan secara ketat dalam pengadaan alat kesehatan di lingkungan Dinkes DKI.

Dibantah

Mantan Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kusmedi Priharto, membantah dugaan monopoli pengadaan alat kesehatab tersebut.

"Wong e katalog gimana monopoli," kata Kusmedi ketika dihubungi Warta Kota, Kamis (20/9/2018).

Kusmedi mengatakan pihaknya sudah sejak tahun 2013 melakukan pengadaan alat kesehatan lewat e katalog nasional.

Kusmedi juga memastikan pembelian alat kesehatan di e katalog tak mungkin hanya satu perusahaan yang sama.

"Apa ada satu merek itu punya produk semua," jelas Kusmedi untuk memastikan bahwa pembelian alat kesehatan tak hanya dari satu perusahaan yang sama.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved