Operasi Tangkap Tangan
Selain Kalapas Sukamiskin, KPK Juga Tangkap Inneke Koesherawaty?
Fahmi Darmawansyah merupakan pengusaha sekaligus putra pemilik gedung Menara Saidah.
Ketiganya ditangkap di kantor lama Bakamla, Jalan Dr Soetomo nomor 11, Pasar Baru, Jakarta Pusat, seusai serah terima uang dalam bentuk Dolar Amerika Serikat dan Singapura senilai Rp2 miliar.
Pemberian uang dari pihak PT MTI ini diduga suap atau timbal balik atas jasa Eko Susilo Hadi memenangkan perusahaan tersebut dalam lelang pengadaan Satelit Monitoring Bakamla Tahun Anggaran APBN-P 2016 senilai Rp 220 miliar.
Diketahui, Eko Susilo Hadi sempat merangkap jabatan sebagai Deputi Inhuker dan Plt Sestama yang berwenang sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Bakamla.
Uang sebesar Rp2 miliar yang diberikan oleh pihak PT MTI ini adalah uang muka dari 'deal' commitmen fee 7,5 persen dari nilai proyek untuk Eko Susilo Hadi.
Hasil pengembangan penyidikan KPK, diduga Fahmi Darmawansyah terlibat penyuapan kedua anak buahnya itu.
Setelah penangkapan tersebut, KPK menetapkan Deputi Inhuker sekaligus mantan Plt Sestama Bakamla, Eko Susilo Hadi sebagai tersangka penerima suap.
Ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 64 ayat 1 KUH-Pidana.
Sementara, dua direksi PT MTI, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta pemilik saham PT MTI, Fahmi Darmawansyah, ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH-Pidana.
Fahmi Darmawansyah merupakan pengusaha sekaligus putra pemilik gedung Menara Saidah.
Pernikahan Fahmi Darmawansyah dan aktris Inneke Koesherawati digelar di gedung Menara Saidah pada 2 April 2004.
Sementara, prosesi akad nikah dilangsungkan di rumah keluarga Fahmi, Jalan Imam Bonjol nomor 16, Menteng, Jakarta Pusat. Belakangan rumah tersebut dijadikan kantor PT Merial Esa.
Hubungan Fahmi Darmawansyah dan M Adami Okta terjalin melalui gedung Menara Shahidah.
Diketahui, M Adami Okta merupakan Manajer Umum PT Gamlindo Nusa, pengelola gedung tersebut.
Selain dalam usaha IT dan Telekomunikasi, Fahmi juga dikenal sebagai pengusaha di bidang perhotelan.
Fahmi melalui perusahaannya juga disebut-sebut berpartisipasi dalam beberapa pengadaan perangkat lunak di lingkungan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Penasihat hukum Fahmi, Maqdir Ismail, juga mengaku kaget atas penahanan kliennya ini. Sebab, semula ia dan pihak KPK sudah sepakat untuk menghadirkan Fahmi ke kantor KPK untuk diperiksa sebagai saksi sekaligus meminta klatifikasi dugaan keterlibatannya.
Namun, nyatanya Fahmi langsung ditahan pada kedatangan pertamanya ini ke kantor KPK.
"Saya tidak tahu apa yang terjadi di atas (ruang penyidik KPK) sehingga dia ini ditahan," kata Maqdir.
Meski demikian, Maqdir mengakui Fahmi sudah sempat khawatir akan ditahan oleh KPK pada kedatangannya ini.
Maqdir mengaku telah bertemu dengan Fahmi setelah pulang dari Belanda atau sebelum mendatangi kantor KPK.
Dalam pertemuan itu, Fahmi mengaku tidak mengetahui pemberian uang suap dari kedua anak buahnya kepada Deputi Inhuker Bakamla, Eko Susilo Hadi.
Fahmi Darmawansyah mengaku baru mengakuisisi PT MTI dari pemilik sebelumnya.
Fahmi juga tahu PT MTI mengikuti dan memenangkan lelang proyek Satelit Monitoring di Bakamla. Namun, ia tidak mengetahui permintaan dan pemberian uang suap tersebut.
"Dia tidak tahu karena operasional seperti itu kan tidak sampai ke dia. Ada penggunaan uang, dia pasti tahu. Tapi untuk apa, itu yang mesti dilihat," ujar Maqdir.
Menurut Maqdir, Fahmi tidak sebagai inisiator pemberian uang suap dari kedua anak buahnya itu kepada Eko Susilo Hadi. Apalagi, proses akusisi PT MTI masih berproses dan Fahmi tidak mengenal pejabat Bakamla dari korps Kejaksaan tersebut.
"Yang berhubungan ini kan orang di bawah," kata dia.
Menurut Maqdir, ada orang lain yang justru sebagai inisiator pemberian uang suap kepada pejabat Bakamla itu. "Ada orang lain," ungkapnya.
Maqdir mengaku tidak tahu perihal operasional PT MTI yang kerap menjadi perusahaan rekanan untuk proyek-proyek di Polri, Kementerian Pertahanan dan BIN. Ia pun belum mengetahui banyak perihal latar belakangan Fahmi Darmawansyah sehingga tidak bisa menjelaskan kliennya mempunyai "backingan" dari seorang jenderal TNI AD.
"Kalau memang dia jadi saksi pernikahan bisa membeckingi? Enggak lah," ujarnya.
Fahmi mengaku akan menemui dan berkoordinasi dengan Fahmi untuk membicarakan penahanan, materi kasus dan langkah hukum selanjutnya, termasuk praperadilan.
"Kita lihat saja, kalau kita lihat prosesnya tidak pas, kita gunakan hak sebagai warga negara," tukasnya. (Candra Okta Della)