4 Penyebab Wonderkid Gagal, Semoga Tak Dialami Egy #lechiagdanks
Egy Maulana Vikri menjadi wonderkid Indonesia. Tapi apakah ia bisa sukses mewujdukan ekspektasi publik. Sudah banyak contoh kegagalan yang mirip.
WARTA KOTA, PALMERAH -- Egy Maulana Vikri menghebohkan Indonesia usai memastikan akan dikontrak klub asal Polandia, Lechia Gdanks.
Media sosial Lechia Gdansk kebanjiran follower. Pujian datang dari mana-mana di dalam negeri.
Bahkan Presiden Jokowi mengundang Egy ke Istana Presiden.
Padahal Egy belum membuktikan apapun di lechia gdansk. Dia baru akan memulai.
Egy adalah wonderkid, dan sebelumnya telah lahir banyak wonderkid di dunia sepakbola. Mereka dipuja-puji di awal, lalu karirnya gagal.
Inilah beberapa kesamaan yang dialami para wonderkid gagal :
1. Digadang-gadang berlebihan oleh Negara dan Game

Contoh kasus ini datang dari Freddy Adu. Dia adalah wonderkid asal Amerika Serikat yang sejak awal digadang sebagai 'the next Pele'. Amerika heboh kala itu.
Bahkan di usia belum tepat 15 tahun Adu sudah menandatangai kontrak professional dengan DC United, klub elite Amerika Serikat pada 2004.
Tak sampai disitu, Adu juga berkali-kali dipertemukan dengan Pele sampai media heboh. Amerika benar-benar geger kala itu.
Bahkan game football manager yang sedang naik daun kala itu memberi stastitik skill Edu secara luar biasa.
Para pemain football manager pun banyak memilih adu dalam gamenya masing-masing.
Tapi ujungnya, Adu tak mampu bersinar sama sekali. Dia hanya berputar di klub-klub kecil.
Karirnya tenggelam bahkan terakhir Adu disebut menjadi sales mesin penyedot debu usai tak lagi dapat klub sejak 2017.
Kisah Edu ini juga dialami Syamsir Alam di Indonesia.

Baca: Peringatan Mengerikan untuk Egy di Lechia Gdansk W Gdańsku lata ni ma i do kitu zima
Syamsir juga kini dianggap berbagai media tanah air sebagai salah satu wonderkid gagal.
Ketika namanya mencuat, Indonesia heboh tak keruan dan Syamsir disebut bakal jadi penerus Bambang Pamungkas.
Bahkan di game football manager, Syamsir juga diberi statistik kemampuan di atas rata-rata pemain Indonesia.
Dia digadang-gadang, lalu berputar-putar mencari klub di Eropa.
Tapi pada akhirnya Syamsir kembali ke Indonesia dan tak pernah menemukan performa terbaiknya
Saat ini Syamsir tak lagi berkarir sebagai pesepakbola.
Dikutip dari Football-tribe.com, Pengamat Sepakbola, Ganesha Arif Lesmana, mengatakan ekspektasi yang berlebihan dari publik seringkali merusak karier seorang pesepakbola muda.
'Tak mampu menahan predikat wonderkid yang dibebankan, seringkali ketika seharusnya memasuki usia matang, pesepak bola muda tersebut malah layu tak berkembang,' tulis Football-tribe.com.
2. Salah pilih klub

Kasus ini terjadi pada Sinama-Pongolle, andalan timnas Prancis saat menjuarai Piala Dunia U-17 pada 2001.
Sejak saat itu penyerang kelahiran 20 Oktober 1984 ini digadang-gadang akan memiliki karir cemerlang di sepakbola.
2 tahun usai aksi cemerlangnya di piala dunia U-17, Sinama memilih setuju diboyong Liverpool pada 2004. Ketika itu ia baru berusia 19 tahun.
Tapi di Liverpool terlalu banyak jagoan di posisinya kala itu, ada Djibril Cisse dan Milan Baros.
Sinama pun kalah bersaing, karirnya tak berkembang, kepercayaan dirinya seolah lenyap.
Sinama pun tak pernah menemukan performa terbaiknya, pemain berusia 33 tahun itu kini merumput bersama Chainat FC di Thailand.
3. Cedera

Baca: 4 Kehebatan Bintang Gaek #LechiaGdansk Yang Patut Ditiru Egy Maulana Vikri
Masalah cedera ini salah satu paling utama yang menghambar karir wonderkid.
Syamsir Alam, wonderkid gagal asal Indonesia juga sempat mengalami cedera punggung sebelum gagal.
Dilansir dari fourfourtwo.com, Kerlon bintang muda asal peraih sepatu emas liga U-17 Brasil pada 2008 juga mengalami ini.
Dia digadang-gadang bakal menjadi pemain hebat sampai Intermilan memilih mengontraknya pada tahun 2008.
Tapi cedera silih berganti datang sampai performa maksimalnya tak pernah muncul.
Kini Kerlon tak diketahui lagi berada di klub mana.
Hal serupa dialami penjaga gawang Chris Kirkland yang pernah didatangkan Liverpool pada tahun 2001.
Dilansi dari fourfourtwo.com, Kirkland didatangkan liverpool dengan nilai transfer 6 juta poundsterling.
Angka itu termasuk mahal untuk penjaga gawang berusia 20 tahun.
Bahkan Gerard Houllier menganggap Kirkland punya potensi menjadi salah satu yang terbaik di tanah Inggris.
Tapi cerita yang muncul selanjutnya tidak begitu menyenangkan. Kirkland diganggu banyak masalah cedera dan tidak bisa tampil secara reguler di Anfield, apalagi tim nasional Inggris.
Sejak saat itu nasibnya berubah drastis. Ia harus rela berpetualang di klub-klub kecil Inggris dan bahkan divisi bawah.
Di level ini, ia menunjukkan bahwa ia memang setidaknya punya sedikit kemampuan yang tidak terlalu buruk dan bisa diandalkan di bawah mistar.
Sekarang Kirkland masih bermain untuk Bury.
4. Perilaku buruk

Baca: Egy Bakal Nikmati Jalur Sepeda Impian Jakarta di Gdansk #LechiaGdansk
Contoh ini ada di sosok Michael Johnson. Dia adalah salah satu pemain tengah paling berbakat yang pernah dimiliki Manchester City.
Bahkan saat itu Ia disiapkan untuk menjadi kapten Manchester City masa mendatang.
Wonderkid mulai disematkan kepadanya di usia 16 tahun.
Penampilan pantang menyerah di lini tengah dan kemampuan mengumpan yang bagus membuat ia juga dipanggil tim nasional Inggris dari level U-16 hingga U-21.
Seperti dilansir fourfourtwo.com, kemudian berbagai masalah melanda Michael Johnson. Cedera kerap datang mengganggu dan juga ada masalah-masalah lain di luar lapangan.
Salah satu permasalahan utamanya adalah ia berkali-kali tertangkap sedang mengemudi sambil mabuk.
Potensi Johnson tidak seimbang dengan kedisiplinan yang ia miliki. Ia pun harus rela dibuang oleh City dan menghilang sepenuhnya.
Kariernya berakhir dengan hanya 37 laga untuk tim utama dari 2006 hingga 2012. Dan potensi besar yang terlihat saat ia masih muda pun entah menghilang ke mana.

Ya, semoga saja Egy Maulana Vikri yang akan mulai berkarir di Lechia Gdansk tak akan mengalami hal serupa.
Setidaknya walau dipuji di Indonesia, Egy mendapat kritik pedas di eropa sana yang bisa jadi pelecutnya.
Semoga sukses Egy, tetap rendah hati.(*)