Kasus Sumber Waras Kembali Diramaikan Sandiaga Uno, Ini Lima Faktanya

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno kembali meramaikan kasus pembelian lahan sumber waras yang menyeret nama Ahok.

Penulis: Theo Yonathan Simon Laturiuw | Editor: Yaspen Martinus
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Kondisi fisik bagian dalam Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat, Senin (18/4/2016). Direktur Utama RS Sumber Waras Abraham Tedjanegara mengatakan, seluruh proses jual beli dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Audit Badan Pemeriksa Keuangan menemukan ketidakwajaran pembelian lahan RS Sumber Waras yang berpotensi merugikan negara sekitar Rp 191 miliar. 

WARTA KOTA, GAMBIR - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno kembali meramaikan kasus pembelian lahan sumber waras yang menyeret nama Ahok.

Sandi kini tengah meminta Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) mengembalikan dana Rp 191 miliar. Angka sebesar itu dianggap sebagai kelebihan bayar dari Pemprov DKI ke YKSW.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, Pemprov dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sama-sama salah dalam kasus ini.

Baca: Survei PolMark: 52,4 Persen Responden Ingin Jokowi Jadi Presiden Lagi, Ini Dua Alasan Utamanya

"Acuan peraturan yang digunakan dan metode auditnya (yang salah)," ujar Trubus ketika dihubungi Wartakotalive.com, Selasa (9/1/2018).

Inilah sejumlah fakta yang dihimpun dari berbagai media :

1. Untuk RS Kanker

Pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras seluas 36.410 meter terjadi di era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Lahan itu dibeli untuk kemudian dibangun rumah sakit khusus kanker.

2. BPK Nilai NJOP Salah

Pembelian ini menuai polemik ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ada kesalahan dalam mematok Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di lokasi lahan.

BPK menilai angka Rp 20 juta per meter terlalu besar. Sebab, NJOP lahan tersebut harusnya hanya Rp 7 juta per meter.

Pemprov DKI diketahui memakai NJOP senilai Rp 20 juta per meter, sehingga harga tanahnya jadi Rp 755 milliar. Alasan Pemprov DKI memakai NJOP itu, lantaran mengikuti kesepakan NJOP antara PT Ciputra Karya Utama dengan YKSW.

Baca: Tolak Perayaan Natal di Monas, Rohaniwan Katolik: Mending Gunakan APBD untuk Anak-anak Miskin

Sebab, sebelumnya lahan tersebut hendak dibeli PT Ciputra Utama dan telah diberi down payment sebesar Rp 50 milliar. Tapi kemudian PT Ciputra Utama tak juga melunasinya setelah gagal menawar, sehingga kemudian diambil alih Pemprov DKI.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved