Nasi Megono Pekalongan, Dulunya Sesaji untuk Dewi Sri
Nasi Megono khas Pekalongan punya sejarah panjang, membentang dari jaman kerajaan Mataram kuno hingga saat ini.
Masuknya Islam pada jaman Mataram mengubah tampilan megana karena biasanya megono diadakan untuk acara tahlil, tahmid di masjid-masjid.
Nasi itu bukan lagi untuk sesaji tapi dibagikan untuk makan bersama-sama. Isinya masih tetap sama. Malah ada sekul wajar, yaitu sego ambeng dengan lauk pauk dan sego liwet yang nasinya dikukus dengan santan, ditambah ayam atau telor yang digudeg.
Kalau dulu jadi sesaji, bahkan dilarung ke laut, maka sego ambeng biasanya dibawa pulang dan tumpeng megono dibagi untuk dimakan bersama di masjid kalau ada acara peringatan.
Zaman sekarang megono tidak lagi dibuat untuk tumpeng di acara agama, melainkan sudah menjadi bagian dari industri makanan yang menggiurkan.
Megono Pekalongan mudah dibuat dan rasanya khas. Bentuknya tak lagi tumpeng tetapi berubah menjadi nasi bungkusan kecil dari daun pisang atau jati dengan gereh (ikan asin) serta tempe mendoan. Di Jalan Urip Soemoharjo, Pekalongan Barat banyak sekali dijumpai penjual nasi megono yang khas ini.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/nasi-megono_20171016_045148.jpg)