OTT Wali Kota Tegal

Ini Sejarah Mulia RSUD Kardinah yang Didirikan Adik Kandung RA Kartini, Lalu Dirusak Siti Masitha

Karena kepeduliannya pada masyarakat menengah ke bawah, Kardinah mendirikan rumah sakit di Tegal.

TRIBUN JATENG/MAMDUKH ADI PRIYANTO
Patung RA Kardinah terpajang di lobi kantor RSUD Kardinah Tegal, Kamis (31/8/2017). 

WARTA KOTA, TEGAL - RSUD Kardinah menjadi lokasi penentu dari deretan 'ulah' Siti Masitha Soeparno dan Amir Mirza, terkait sejumlah kasus hukum yang kini ditangani KPK, antara lain dugaan suap pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD di Kota Tegal ini.

Sejumlah ruangan di rumah sakit itu pun kini disegel KPK, yaitu ruangan bagian keuangan dan direktur rumah sakit.

RSUD Kardinah didirikan sejak 1927 yang saat itu bernama Balai Pengobatan.

Rumah sakit ini didirikan Raden Ajeng Kardinah yang merupakan adik kandung dari tokoh emansipasi wanita asal Jepara, Raden Ajeng Kartini.

Baca: Anak Buahnya Kerap Terjaring OTT, Jaksa Agung: Semua Harus Mereformasi Diri, Termasuk KPK

Kardinah dipersunting RM Reksoharjono yang merupakan garis keturunan atau trah dari Reksonegoro yang merupakan Bupati Tegal saat itu.

"Namun, dari perkawinan itu, mereka tidak mendapatkan keturunan. Kemudian mengangkat anak bernama Susmono yang selanjutnya menjadi Bupati Tegal berikutnya," kata sejarawan pantura, Wijanarko, Jumat (1/9/2017).

Menjadi istri bupati tidak menjadikannya 'konco wingking'.

Keberhasilan suaminya menjadi bupati justru mendapatkan pengaruh dari pengabdiannya.

Baca: Bayi Ajaib di Enrekang Akhirnya Punya Identitas, Ini Dia Nama Lengkapnya

Tidak jauh dari upaya RA Kartini dan Roekmini yang mengabdi kepada masyarakat, begitu juga dengan Kardinah.

Karena kepeduliannya pada masyarakat menengah ke bawah, Kardinah mendirikan rumah sakit di Tegal.

Tidak hanya rumah sakit, tetapi juga sekolah keterampilan untuk anak-anak tidak mampu.

"Serupa dengan sosok Kartini dan Roekmini, Kardinah banyak membantu suaminya yang saat itu menjabat sebagai bupati. Kardinah juga mendirikan sekolah kepadandaian putri dan keterampilan," jelas Wijan.

Baca: Jokowi Prediksi Adanya Perubahan Politik dan Ekonomi Akibat Era Digitalisasi

Kardinah kemudian pergi dari Tegal menuju Salatiga, karena difitnah sebagai antek kolonial. Dia diarak sekelompok orang saat peristiwa Tiga Daerah.

Fisik dan hatinya terluka. Bertekad membantu masyarakat malah dituduh prokolonial.

Ia pun meninggal dunia, dan jasadnya dikubur di Tegal, tanah tempatnya mengabdi.

Rumah sakit yang awalnya diambil kolonial saat Kardinah di Salatiga, kemudian diserahkan kepada Pemkot Tegal.

Bangunan rumah sakit sebelah selatan saat ini masih bangunan asli sejak pertama kali didirikan Kardinah.

Baca: Anggaran Densus Anti Korupsi Polri Setara KPK

"Ironis, saat rumah sakit digunakan Kardinah untuk mengobarkan semangat menolong masyarakat, justru dirusak kepala daerah yang juga sama-sama perempuan. Perempuan yang mempunyai gelar kebangsawanan KMT (KMT Siti Masitha). Itu merusak spirit menolong Kardinah," tutur Wijan.

Menurutnya, Masitha tidak belajar dari sosok yang mendirikan rumah sakit. Juga tidak belajar dari kultur masyarakat Tegal.

"Kardinah merupakan perempuan perkasa yang menghargai sistem kerja sama. Dia wanita cerdas yang lancar berbahasa Belanda. Seharusnya, wanita yang dipanggil 'Bunda' (Bunda Sitha) itu seharusnya ngemong, ngayomi masyarakat. Bukan hanya bisa super feminim dan tergantung orang lain," paparnya.(Mamdukh Adi Priyanto)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved