Sunat dari Sudut Kesehatan
Sunat merupakan praktik bedah terencana yang paling tua. Diperkirakan sudah sejak tahun 1360 Sebelum Masehi praktik itu sudah dilakukan.
Penulis: |
Saat bayi
Di Indonesia dan kebanyakan negara di wilayah ASEAN, rata-rata disunat saat anak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Banyak orangtua merasa tidak tega kalau anak harus disunat saat bayi.
Padahal bila dilakukan saat usia SD, berisiko terjadinya trauma. Ditandai anak menangis kencang saat disunat.
“Sampai sekarang masih banyak menemukan bapaknya mengantar anaknya sunat, tapi bapaknya yang pingsan. Sepertinya bapaknya trauma dengan sunat,” kata pemilik Rumah Sunatan ini.
Dengan alasan menghindari trauma itulah, di negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, dan di Arab Saudi, anak disunat ketika dibawah usia 1 bulan. Bila bayi sudah diatas satu bulan, belum disunat juga, berarti kalaupun ingin disunat harus saat dewasa ketika anak sudah bisa menentukan apakah mau disunat atau tidak.
“Bagi mereka, bertambahnya usia akan membuat anak menjadi trauma psikis dan merupakan bentuk kekerasan pada anak,” ujar dokter Mahdian.
Secara pribadi, Mahdian menyarankan sebaiknya sunat dilakukan sebelum bayi berusia enam bulan atau belum tengkurap. Banyak manfaat mengapa sunat sebaiknya dilakukan saat bayi. Pada saat usia 0-6 bulan, proses penyembuhan luka sangat cepat. Hal ini karena diperiode tersebut, pertumbuhan sel juga sangat cepat. Selain itu untuk menghindari beberapa penyakit bawaan, terutama fimosis.
Fimosis merupakan keadaan di mana didapatkan konstriksi/penyempitan dari ujung kulit depan (foreskin) penis. Fimosis ditemukan karena faktor genetik (bawaan sejak lahir) atau bisa akibat peradangan lubang pada kulit penis.
Kasus fimosis ini cukup banyak, antara 20-40 persen bayi laki-laki mengalami ini. Risikonya anak mengalami infeksi. Ditandai anak sering demam.
“Anak sering demam, dikasih antibiotik demam hilang tapi muncul lagi. Biasanya dilihat tenggorokan ada batuk pilek, jarang yang melihat penis anak. Pada fimosis, cairan kencing jadi mengendap dan mengkristal. Gampang berkumpul kuman sehingga infeksi. Awalnya infeksi di kulit dan kepala penis lalu lam-lama di saluran kemih yang membuat anak sakit ketika berkemih,” papar alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.