Ada Spanduk Penolakan Beribadah Tertempel di Tanjung Barat
Sebuah spanduk penolakan beribadah tertempel di bagian depan tembok sebuah bangunan di Jalan Tanjung Barat Lama, Jakarta Selatan.
WARTAKOTA, JAGAKARSA-Sebuah spanduk penolakan beribadah tertempel di bagian depan tembok sebuah bangunan di Jalan Tanjung Barat Lama Nomor 148 A, RT 14/04 Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Minggu (2/10/2016). Spanduk tersebut bertuliskan 'Kami warga Tanjung Barat RW 04 menolak adanya kegiatan peribadatan & pembangunan gereja di wilayah kami'.
Bangunan tempat spanduk tersebut tertempel diketahui digunakan sebagai tempat ibadah jemaat Gereja Batak Karo Protestan (GBKP).
Wali Kota Jakarta Selatan, Tri Kurniadi, sudah mengadakan pertemuan dengan perwakilan warga RW 04 dan pihak gereja, bersama-sama dengan pihak TNI/Polri untuk menyelesaikan masalah itu. Berdasarkan isi imbauan yang dikeluarkan Tri Kurniadi, fungsi bangunan tersebut tidak sesuai dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Berikut isi imbauan Tri yang diungkapkan kepada wartawan:
Menindaklanjuti surat FKUB Kota Adm. Jakarta Selatan Nomor 018/B/FKUB-JS/IX/2016 tanggal 30 September 2016 hal penyelesaian masalah rumah ibadat GBKP di Kelurahan Tanjung Barat, dengan ini saya sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa kegiatan peribadatan jemaat Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Pasar Minggu menggunakan bangunan rumah kantor di RT 014 RW 04 Kelurahan Tanjung Barat Kecamatan Jagakarsa dan tidak memiliki IMB sebagai sarana ibadat.
2. Bahwa masyarakat/warga RW 04 Kelurahan Tanjung Barat keberatan dan menolak terhadap kegiatan peribadatan jemaat Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Pasar Minggu di RT 014 RW 04 Kelurahan Tanjung Barat Kecamatan Jagakarsa Kota Adm. Jakarta Selatan.
3. Berdasarkan keputusan hasil rapat klarifikasi bangunan yang dijadikan gereja di wilayah RT 014 RW 04 Kelurahan Tanjung Barat pada hari Rabu tanggal 22 Juni 2016 bertempat di ruang rapat Kantor Camat Jagakarsa disepakati bersama bahwa pengurus Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Pasar Minggu diberikan kesempatan sampai dengan tanggal 26 September 2016 untuk mengurus perizinan pendirian rumah ibadat/izin sementara namun sampai dengan tanggal 26 September 2016, pengurus jemaat Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Pasar Minggu tidak dapat memenuhi persyaratan khusus pendirian rumah ibadat sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat.
4. Mengingat permohonan pengurus jemaat Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Pasar Minggu untuk pendirian rumah ibadat belum memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat khususnya Pasal 14, maka Pemerintah Kota Adm. Jakarta Selatan akan memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Pasar Minggu.
5. Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas dan dalam rangka memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat khususnya di Kelurahan Tanjung Barat, diimbau agar pengurus Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Pasar Minggu untuk sementara menghentikan kegiatan pada lokasi di RT 014 RW 04 Kelurahan Tanjung Barat Kecamatan Jagakarsa Kota Adm. Jakarta Selatan yang belum memenuhi syarat peruntukan rumah ibadat.
Menanggapi adanya penolakan warga, Pendeta Penrad Siagian dari GBKP mengungkap bahwa gereja itu telah berdiri sejak 1995 dan telah tujuh kali pindah sejak 2006.
"Kita ngurus (izin) selama tiga bulan, tapi pihak kelurahan tidak responsif. Ini hak kita. Walau dilarang, kita ingin mengingatkan Negara melalui wali kota, supaya menjalankan tugas dan tanggungjawabnya menjamin hak untuk beribadah. Walau ditolak, Negara mampu melihat," ujar Pendeta Penrad.
Sementara itu, salah satu jemaat GBKP, Loina Ginting (61), mengaku tak tahu menahu bahwa gereja tersebut tidak berizin. Seperti jemaat lainnya, yang dia lakukan hanyalah beribadah.
"Yang kita tahu cuma kegiatan ibadah, bernyanyi, berdoa," bilang Loina.
Loina mengatakan, bangunan tersebut digunakan sebagai tempat ibadah sekali dalam seminggu, pukul 08.00-11.00. Jemaat GBKP itu berjumlah sekitar 60 KK.