Kharisma Bangsa Akui Rekrut 8 Guru WNA Turki dari Pasiad

Kepala SMP-SMA Kharisma Bangsa Sutirto mengakui ada delapan guru WN Turki yang direkrut dari Pasiad.

Penulis: Budi Sam Law Malau |
zoom-inlihat foto Kharisma Bangsa Akui Rekrut 8 Guru WNA Turki dari Pasiad
Sutirto, Kepala Sekolah Kharisma Bangsa.

WARTA KOTA, DEPOK-Kepala SMP-SMA Kharisma Bangsa Sutirto menjelaskan di sekolahnya dari 85 guru yang mengajar untuk SD, SMP dan SMA, 15 guru diantaranya adalah warga negara asing.

Dari 15 guru warga negara asing itu, 8 orang adalah warga negara Turki. Sementara 7 orang sisanya berasal dari Amerika, negara Eropa dan Philipina.

Menurut Sutirto, untuk 8 guru warga negara Turki ini, satu orang diantaranya adalah perempuan. Mereka memang didatangkan oleh Pasiad, lembaga non pemerintah dari Turki, yang belakangan diketahui terafiliasi dengan kelompok Fethullah Gulen, saat masih bekerjasama dengan Kharisama Bangsa.

Sebab kata dia, sejak Kharisma Bangsa berdiri tahun 2006, mereka sudah bekerjasama dengan Pasiad.

"Setelah kerjasama dengan Pasiad berakhir 2014, maka guru dari Turki rekrutan Pasiad ini, kita pilih yang kapabilitasnya tepat dan memenuhi syarat. Sehingga kita rekrut ke 8 guru ini, meski kerjasama dengan Pasiad berakhir," kata Sutirto kepada Warta Kota di Sekolah Kharisma Bangsa di Jalan Pondok Cabe, Tangsel, Jumat (29/7/2016).

Menurut Sutirto, ke 8 guru WNA Turki mantan anggota Pasiad ini, semuanya mengajar mata pelajaran sains dan eksakta mulai dari matematika, kimia, biologi, dan fisika.

"Jadi tidak ada yang mengajar agama, atau pelajaran ideologi tertentu," kata Sutirto.

Ia memastikan sikap dan tingkah laku ke 8 guru WNA Turki ini sangat baik dan tidak mungkin memberikan dampak buruk bagi siswa.

"Mereka sudah mengajar di sini lima tahunan lebih. Anak mereka juga ada yang sekolah di sini. Jadi kami tahu benar bagaimana sikap dan perilakunya. Semua sangat baik," kata Sutirto mengomentari ke 8 guru WNA Turki di sekolahnya.

Ia menjelaskan jumlah siswa di Kharisma Bangsa ada sekitar 700 siswa. Jumlah itu terdiri dari 549 siswa SMP dan SMA, serta sisanya atau sekitar 150 orang adalah siswa SD.

"Mereka dari agama dan suku yang beragam. Juga ada anak ekspatriat, tapi sudah lahir di sini. Beberapa ada pula anak dari 15 guru WNA kami," kata Sutirto.

Sehingga katanya hampir seratus persen semua siswanya adalah warga negara indonesia dan hanya sekitar satu persen saja, anak warga negara asing.

"Kami juga pastikan untuk pelajaran agama, PPKN atau bahasa Indonesia, adalah guru lokal atau WNI," kata Sutirto.

Sebelumnya Sutirto membantah tudingan bahwa sekolah mereka terkait dengan Organisasi Teroris Fethullah (FETO), pimpinan Ulama Fethullah Gulen, yang gagal melakukan kudeta di Turki beberapa waktu lalu, seperti siaran pers yang disebarkan kedutaan besar Turki.

Karenanya, pihak sekolah menyatakan tudingan yang disiarkan Pemerintah Turki, melalui siaran pers yang dikeluarkan Kedubes Turki, sangat berlebihan.

"Terlalu berlebihan tudingan itu. Apalagi meminta supaya sekolah kami ditutup. Saya tegaskan, kami sudah tak lagi bekerjasama dengan LSM dari Turki PASIAD dan mendapat dana dari mereka sejak 2014 lalu," kata Sutirto.

Menurut Sutirto, sejak adanya aturan baru tahun 2014 lalu, pihaknya tak lagi bekerja sama dengan PASIAD yang terafiliasi dengan kelompok Fethullah Gulen.

Aturan itu mesti membuat pihak sekolah harus memilih apakah sekolah mereka menjadi sekolah nasional dengan kurikulum nasional 100 persen, atau sekolah dengan Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) yang kurikulumnya adalah kurikulum nasional ditambah kurikulum lain.

"Jadi sejak 2014 kita tidak bisa lagi kerjasama dengan PASIAD, karena PASIAD bukan lembaga pendidikan resmi pemerintah Turki dan masa kerjasam PASIA dengan Kemendikbud saat itu juga selesai," kata Sutirto.

Ia mengakui sejak 2006 atau saat sekolah Kharisma Bangsa yang terdiri dari SD, SMP dan SMA ini berdiri, mereka bekerjasama dengan PASIAD.

"Dan berakhir tahun 2014, karena aturan yang ada," katanya.

Sehingga untuk menjaga kualitas pendidikan mereka, maka Sekolah Kharisma Bangsa memutuskan menjadi sekolah SPK sejak 2014, dengan bekerjasama denga lembaga pendidikan dari Australia, AMITY College.

"Pihak AMITY College hanya berperan dalam bentuk satuan pendidikannya saja di Kharisma Bangsa," kata Sutirto.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved