Frankenstein dalam Sudut Pandang Lain

Frankenstein, legenda Gothic karya Mary Shelley, sudah berulang kali digarap ke layar lebar dan televisi.

Alex Bailey-© 2015-Twentieth Century Fox
Daniel Radcliffe (kiri) dan James McAvoy dalam Victor Frankenstein. 

WARTA KOTA, PALMERAH - Frankenstein, legenda Gothic karya Mary Shelley, sudah berulang kali digarap ke layar lebar dan televisi.

Sejak 1931 dengan Boris Karloff sebagai sang monster hingga I, Frankenstein yang dibintangi Aaron Eckhart pada 2014.

Kali ini, Victor Frankenstein memberi tawaran baru dengan menampilkan kisah ilmuwan muda yang ingin menciptakan kehidupan dari sudut pandang asistennya yang cerdas, tetapi inferior.

”Kadang manusia adalah si monster itu sendiri….” Itu potongan narasi yang mengantar cerita Victor Frankenstein.

Narasi ini dibawakan Daniel Radcliffe. Ia membawakan peran seorang badut bungkuk, anggota kasta terbawah sebuah kelompok sirkus di London pada abad ke-19.

Dalam satu-satunya lingkungan yang ia kenal itu, si badut tak bernama ini selalu ditindas dan teraniaya. Meski begitu, ia punya dua ”telaga” tempat mereguk kebahagiaan.

Pertama adalah buku dan ilmu anatomi. Kedua, Lorelei (Jessica Brown Findlay), pesenam akrobatik trapeze cantik di sirkus itu.

Pada suatu malam pertunjukan, Lorelei jatuh dan patahan tulangnya menekan jalan pernapasan.

Si badut berhasil menolongnya. Kejadian itu tertangkap mata Frankenstein (James McAvoy), mahasiswa kedokteran yang sedang bersemangat menggarap suatu eksperimen.

Frankenstein pun menawarkan kebebasan pada si badut yang teraniaya itu. Pembebasan ini melibatkan aksi bak Sherlock Holmes dalam arahan sutradara Guy Ritchie. Kebetulan, Paul McGuigan yang menyutradarai film ini juga menggarap serial televisi Sherlock.

Setelah membebaskan si badut sirkus, Frankenstein kembali menyuguhkan atraksi menarik. Ia menyembuhkan punggung si badut, lalu memberinya kehidupan baru, lengkap dengan tempat tinggal, pakaian, dan nama baru: Igor.

Berikutnya, Igor segera terlibat dalam eksperimen—yang menjadi misi hidup—Frankenstein, yakni membangkitkan kehidupan dari rajutan organ-organ yang sudah mati.

Atraksi
Misi ini terancam oleh seorang perwira polisi Scotland Yard. Di mata sang perwira yang religius, eksperimen Frankenstein adalah ulah melawan Tuhan yang harus dicegah.

Melalui sudut pandang Igor, penonton film diajak mengenal Frankenstein dan pelan-pelan memahami apa yang sebenarnya melatari misi pribadi ilmuwan muda tersebut.

Dalam film ini, James McAvoy berhasil menghadirkan sosok Frankenstein yang cerdas, penuh energi, punya dorongan emosi sangat kuat, dan pada beberapa momen terkesan begitu rapuh oleh kepedihan. Atraksi emosi McAvoy menjadi salah satu suguhan paling menarik dari film ini.

Halaman
12
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved