Transportasi Jakarta

Ini Alasan PT KCJ Pilih Kereta Seken dari Jepang, Bukan Eropa

PT KAI Commuter Jabodetabek terus memburu kereta yang sebenarnya masih digunakan di Jepang, untuk dipakai menjadi KRL di Jakarta dan sekitarnya.

Kompas.com/Ana Shofiana Syatiri
Direktur Operasional PT KCJ Subakir (kiri) dan Vice President of EMU Planning and Evaluation PT KCJ Agung Suranto (kanan) saat mengecek kereta di Dipo Nakahara, Jepang, Selasa (17/11/2015). 

WARTA KOTA, YOKOHAMA - PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) terus memburu kereta yang sebenarnya masih digunakan di Jepang, untuk dipakai menjadi KRL di Jakarta dan sekitarnya. Mengapa tidak berburu kereta Eropa dan masih gres alias baru?

Pertanyaan itu sedikit menggelitik saat Kompas.com pada Selasa (17/11/2015) lalu ikut kunjungan tim PT KCJ melakukan inspeksi ke Dipo Nakahara, Jepang, tempat kereta seri 205 yang akan dikirim ke Jakarta.

Di dipo tersebut, terlihat kereta buatan tahun 1990 itu berdampingan dengan kereta yang masih terlihat baru dari segi penampilannya.

Menurut Vice President of EMU Planning and Evaluation PT KCJ Agung Suranto, sebenarnya PT KAI pernah membeli kereta Eropa, yakni dari Jerman dan Belanda. Bahkan keretanya masih baru.

"Tahun 1992, pemerintah beli dua set kereta dari Jerman. Mesinnya dari Korea, dirangkai di Indonesia. Ternyata tidak pernah lebih dari setahun gangguan. Diperbaiki, gangguan lagi," kata Agung.

Hal itu juga terulang pada kereta dari Belanda yang didatangkan sebanyak 128 kereta pada tahun 1994. Hingga pada 2007, lebih banyak kereta yang tidak beroperasi ketimbang yang beroperasi.

"Mungkin teknologi dari Eropa tidak cocok dengan cuaca di Indonesia. Baik kelembabannya, banyak debunya, sehingga rentan terhadap kotor dan lembab. Makanya sering banyak gangguan," kata Agung Suranto menjelaskan.

Pada 2004, pengadaan kereta kemudian beralih ke kereta second dari Jepang. Mengingat, kereta yang dibeli oleh pemerintah dari Jepang pada 1976 bisa bertahan hingga puluhan tahun.

Kereta yang dibeli pada 2004 adalah seri 103 buatan tahun 1966-1967. Ternyata, meski bukan kereta baru, kereta-kereta asal Jepang lebih handal ketimbang dari Eropa.

Sejak saat itu, setiap tahun, PT KCJ memburu kereta dari operator-operator di Jepang, seperti JR East dan Tokyo Metro. Total sudah 600 kereta.

"Mungkin karena produk Asia lebih cocok dengan Indonesia," ujar Agung Suranto.

"Sementara tahun 2011, kereta dari Eropa sudah total berhenti, enggak ada yang jalan," ucap Agung menambahkan.

Mengapa "second"?

Menurut Agung Suranto, ada latar belakang mengapa PT KCJ tidak memilih kereta baru. Pertama, karena tarif KRL yang hanya berkisar Rp 2.000 hingga Rp 5.000.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved