Citizen Journalism

Bukan Budaya tapi Mental Tidak Tertib

Banyak orang beranggapan tidak tertib di Indonesia itu sudah biasa dan malah jadi budaya.

Kompasiana.com
Ilustrasi sepeda motor naik ke atas trotoar yang menunjukkan mental pengemudinya tidak tertib. 

WARTA KOTA, PALMERAH - Apakah sadar untuk tertib bak memeluk sebuah gunung? Tak perlu ada jawaban, karena memang pertanyaan itu tak butuh jawaban.

Masih lemahnya tingkat kesadaran kita sebagai makhluk yang beradab untuk bisa tertib adalah masalah utama yang mungkin sedari dulu dihadapi oleh bangsa ini.

Entah apa yang menyebabkan ketidaksadaran untuk tertib menjadi rendah, namun kenyataannya itu sudah menjadi hal yang lumrah di Indonesia.

Banyak orang beranggapan tidak tertib di Indonesia itu sudah biasa dan malah jadi budaya.

Tidak ada rasa kepedulian terhadap diri sendiri, orang lain, dan masyarakat luas menjadikannya kurang tertib.

Alhasil hal-hal yang tidak tertib tersebut ditiru oleh orang banyak. Karena telah ditiru oleh orang banyak, maka banyak orang beranggapan wajar bila melihat ketidaktertiban tersebut.

Poin penting yang perlu digarisbawahi adalah ketidaktertiban bukanlah budaya.

Karena menurut hemat saya, budaya itu untuk menunjukkan hal-hal yang bersifat positif.

Budi dan daya adalah kata yang menyusunnya. Budi erat dengan hal kebaikan, serta daya berarti kemampuan. Jadi tak elok rasanya menyebut tidak tertib di Indonesia adalah budaya.

Coba saja tengok realita yang ada saat ini, sudah banyak kita melihat ketidaktertiban masyarakat, di mana pun dan kapan pun.

Saat ingin memasuki lift contohnya. Sudah sewajarnya orang yang berada dalam lift didahulukan untuk keluar, barulah orang yang berada di luar lift masuk ke dalam. Tapi justru kenyataan yang sering dilihat adalah sebaliknya.

Juga saat mengantre, masih banyak ditemukan ketidaktertiban.

Ada saja kita melihat orang yang tidak ingin mengantre menggunakan berbagai macam cara untuk bisa berada di depan.

Akhirnya melakukan tindakan penyerobotan terhadap orang yang sudah lama mengantre.

Hal ini tentu saja membuat geram dan jengkel. Karena tentu saja mereka yang sudah berada di depan pun harus berusaha terlebih dahulu, seperti pergi lebih cepat dan sebagainya.

Pun demikian bila kita melihat ada ketidaktertiban di jalan raya.

Saat sedang lampu merah misalnya, banyak pengendara yang menerobosnya. Atau berada di atas marka jalan yang padahal itu adalah hak pejalan kaki dan sebagainya.

Sering pula kita lihat, banyak pengendara sepeda motor yang memakai trotoar untuk dilintasinya.

Tentu saja ini sangat merugikan sekali pejalan kaki, sudah diambil jalannya bahkan bisa saja celaka karena tersambar sepeda motor.

Membuang sampah sembarangan, mungkin sudah menjadi ketidaktertiban yang paling sering dijumpai.

Bayangkan saja, bila ada satu orang yang membuang satu kantong sampah sembarangan dan berpikir itu tidak berdampak.

Bagaimana bila hal dan pemikiran itu dilakukan oleh lima juta orang, maka lima juta kantong sampah berada di sembarang tempat.

Jadi mari kita introspeksi diri. Jangan pernah menganggap sepele ketidaktertiban itu.

Karena hal itu bisa saja mencerminkan mental kita yang masih lemah dan payah.

Mulailah dari hal yang kecil untuk tertib, siapa tahu bisa ditiru oleh orang banyak, hingga menjadikan bangsa ini tertib. Ingat, yang bersuara kencang belum tentu paling benar.

Maka diri ini harus tersadar sendiri, demi keselamatan kita dan orang lain.

Fariz Anshar,
Mahasiswa Universitas Mataram
Blog: lengaindonesia.blogspot.co.id

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved