Tip Sehat
Yuk, Meraih Kesempatan Kedua
Memulai lagi kehidupan baru setelah perceraian tidaklah mudah.
WARTA KOTA, PALMERAH - Memulai lagi kehidupan baru setelah perceraian tidaklah mudah.
Rasa malu, tak percaya diri, takut gagal lagi kerap membayangi.
Namun, hidup harus terus berjalan untuk membuka kesempatan baru.
Penyanyi Jemima (30) pernah mengalami masa pahit dalam hidupnya.
Pelantun ”Taboo” dan ”Musik Sepi” ini bercerai dengan suami yang telah bersamanya selama 6 tahun.
Dari perceraian itu, Jemima mendapat hak asuh putri semata wayangnya yang kini berusia 9 tahun.
”Sedih sudah pasti karena orangtua saya juga berpisah ketika saya masih kecil. Saya juga sedih karena anak saya harus mengalami apa yang saya alami,” ungkap Jemima.
Baginya, itulah hidup. Dia yakin, kegagalan terjadi agar dia bisa belajar untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Jemima terus mencoba memulai lembaran baru kehidupannya.
Selain berkarya melalui musik, dia juga membuka diri untuk bertemu dengan orang-orang baru.
”Ini bukan tentang keberanian, yang penting jangan jatuh di lubang yang sama dua kali,” kata Jemima.
Tahun lalu, Jemima menikah.
”Saya menginginkan calon suami yang bisa menjadi imam untuk keluarga. Membimbing saya menjadi wanita dan ibu yang lebih baik. Bisa diajak diskusi. Yang paling penting saya bisa mendapatkan sahabat yang bisa diajak tua bersama melewati segala cobaan,” urainya.
Sementara itu, penyanyi Ratna Listy (42), yang bercerai dari suaminya, mengaku bukannya ia tak mau membuka diri.
Keinginan untuk kembali menjalani kehidupan berumah tangga tetap ada. Namun, untuk sementara, Ratna memilih fokus mendidik kedua anaknya yang mulai remaja.
”Dua-duanya butuh perhatian lebih dari saya. Soal pendamping bisa menunggu,” ungkap Ratna.
Dia mengakui masih ada luka. Dia ingin mencoba menyembuhkan luka itu dengan memfokuskan perhatian pada anak-anak.
Hubungan baru
Veronika (38) juga bercerai setelah menikah 10 tahun.
Perceraian itu membuat rasa percaya dirinya menguap. Perpisahannya dengan sang suami yang prosesnya kini masih berjalan di pengadilan membuatnya enggan bertemu orang lain.
Setiap selesai bekerja dari kantor, Vero memilih langsung pulang ke rumah.
Dia menghindari acara kumpul-kumpul dengan teman-temannya karena tak mau mendapat pertanyaan tentang suami.
Di rumah dia lebih banyak berdiam diri, banyak berdoa, dan mengevaluasi masalah yang dia hadapi.
”Sebenarnya saya sudah bisa menerima perpisahan ini. Saya harus memulai hidup baru,” tutur Vero yang tidak dikarunia anak dari pernikahan itu.
Meski begitu, nyatanya tidak mudah bagi Vero untuk segera memulai hubungan baru.
Rasa percaya dirinya seolah runtuh setiap kali dia mengingat dirinya yang berstatus janda meskipun belum resmi.
”Saya takut ditolak karena status saya. Kalau bukan oleh calon pasangan, bisa jadi oleh orang-orang di sekitarnya, terutama keluarganya. Lebih dari itu, saya juga takut kalau hubungan itu gagal,” kata Vero.
Vero mengakui tak mudah untuk memulai hubungan baru. Dia sadar peluangnya untuk bertemu dengan orang baru juga semakin sempit.
”Saya bayangkan kalau saya punya anak pasti akan makin kompleks,” katanya.
Berbeda dengan Vero, Ronald (35) sejak bercerai dengan sang istri setahun lalu segera move on dan menjalin hubungan baru.
Bapak satu anak ini bahkan sudah menjalin hubungan dengan lebih dari satu orang dalam waktu berbeda.
”Tapi kandas semua. Ada saja masalah dan penyebabnya. Kalau tidak dari saya, ya pasangan saya. Salah satunya karena status saya yang duda dengan seorang anak,” ujar Ronald.
Dia mengakui, dalam waktu yang masih sangat dekat dengan perceraian, sebenarnya dia tak siap menjalin hubungan baru.
Namun, setelah perceraian, dia butuh ada seseorang untuk berbagi.
”Saya tidak tahu. Mungkin sebenarnya saya hanya kesepian dan belum siap menjalin hubungan,” ujar Ronald.
Perlu waktu
Psikolog klinis dewasa Dessy Ilsanty mengatakan, perceraian rentan menimbulkan luka sehingga diperlukan waktu bagi orang yang baru bercerai untuk kembali memulai hubungan baru.
Karena dampaknya yang tidak sama pada setiap orang, waktu yang paling tepat untuk memulai hubungan baru pun sangat bergantung pada kondisi atau kesiapan seseorang.
”Selain kondisi pribadi, faktor lingkungan di sekitarnya juga berpengaruh. Misalnya kalau yang bersangkutan memiliki anak, pengaruh terhadap kesiapan dirinya akan lebih besar lagi,” papar Dessy.
Dia menyarankan ada baiknya tidak terburu-buru. Harus tahu dulu apa yang dicari dalam sebuah hubungan.
”Jangan asal tabrak hanya karena alasan kesepian. Kalau gagal lagi, bisa jadi dia memang tidak tahu apa yang dicari dan dibutuhkan,” kata Dessy.
Sebelum memulai hubungan baru, sangat penting bagi orang yang baru bercerai untuk berintrospeksi.
Tujuannya untuk menelaah penyebab kegagalan pernikahan. Misalnya apakah faktornya dari pasangan atau dari dirinya. Memang ada kasus-kasus yang murni disebabkan oleh satu orang saja.
”Namun, umumnya, faktornya tidak pernah tunggal. Masing-masing orang dalam hubungan tersebut biasanya menyumbang kesalahan,” ujar Dessy.
Oleh karena itu, kesadaran untuk membenahi diri sendiri juga harus ditumbuhkan.
”Jangan terlalu mengedepankan ego, merasa penyebab kegagalan adalah pasangan dan tidak mengakui kesalahan diri,” kata Dessy.
Selanjutnya, perlu penerimaan diri terhadap kegagalan. Harus dipahami bahwa kegagalan bukanlah harga mati dan masih bisa diperbaiki.
”Akui saja. Tapi ke depan akan lebih baik dan kegagalan ini menjadi pembelajaran,” kata Dessy.
Tetap bergaul dan membuka diri juga penting untuk membuka wawasan baru. Dengan bertemu teman-teman baru, bisa ada masukan atau perspektif baru.
”Jadi jangan menutup diri meskipun tetap harus pandai-pandai memilih teman agar tidak menjerumuskan pada masalah baru,” kata Dessy.
Setelah menjalani hubungan kelak, kejujuran harus menjadi landasan utama. Jangan ada rahasia, termasuk kegagalan di masa lalu. Namun, pengalaman kegagalan di masa lalu jangan benar-benar ditutup.
”Sekali-sekali dibuka. Bukan untuk dikenang-kenang, tapi untuk melihat kesalahan yang lalu agar jadi pembelajaran,” ujar Dessy. (DWI AS SETIANINGSIH)