Sengketa Pilpres
Nihilnya Sopan Santun Politik dari Prabowo-Hatta Dipertanyakan
Hingga Jumat (22/8/2014) tidak terdengar adanya ucapan selamat kepada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
WARTA KOTA, JAKARTA - Meskipun Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat keputusan yang isinya menolak seluruh gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, sampai sejauh ini tidak terdengar adanya ucapan selamat kepada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang resmi menjadi presiden dan wakil presiden terpilih 2014-2019.
Demikian komentar peneliti dan pengamat masalah sosial dan politik asal Indonesia yang kini bermukim di New Jersey, Amerika Serikat, Made Tony Supriatma menanggapi reaksi Prabowo menyusul keputusan MK. "Juga tak ada pidato pengakuan yang bertujuan mengobati luka-luka bangsa yang terpecah belah akibat pemilihan presiden," ujar Made melalui di akun facebooknya.
Seperti ramai diwartakan, Majelis Hakim MK dalam sidang putusannya menolak seluruh gugatan PHPU yang diajukan pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa karena Prabowo-Hatta tidak dapat membuktikan dalil permohonannya. Dengan putusan ini, artinya pasangan Jokowi-Kalla resmi sebagai presiden dan wapres 2014-2019 karena putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Hal yang paling tidak saya harapkan dimiliki oleh Prabowo Subianto adalah sopan santu politik. MK telah menolak seluruh gugatan koalisi politiknya berkaitan dengan pemilihan presiden. Tidak ada satu pun gugatannya yang dikabulkan," tuturnya.
Sementara itu, sambungnya, selama putusan MK dibacakan telah terjadi bentrokan antara pendukung Prabowo dan polisi. Mereka mengalami luka-luka. "Selain iu patung Arjuna Wiwaha pun dikabarkan terkena vandalisme pendukung Prabowo," tamabahnya.
Hal yang terlihat, lanjut alumnus Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan Universitas Cornell New York ini adalah konferensi pers Tim Merah Putih dan staus di akun FB. Isi konferensi pers dan akun FB itu pun dia nilai semakin memperlihatkan sikap yang terus menyuarakan bahwa mereka tidak mendapat keadilan.
Prabowo dan Hatta Rajasa sendiri, katanya, justru terkesan berusaha memelihara api kebencian dengan mengunjungi korban bentrokan. Korban-korban yang berjatuhan ini seolah-olah menjadi justifikasi bahwa dia diperlakukan tidak adil.
"Pihak Prabowo berusaha menciptakan heroisme atas insiden ini. Walaupun sesungguhnya korban itu tidak perlu terjadi andai saja Prabowo tidak mengipasi dan tidak mendalangi semua drama ini," tegasnya. "Ini semua memperlihatkan kerendahan watak Prabowo dan pendukungnya," tambahnya.
