Malnutrisi Masih Menjadi Masalah Gizi Anak Indonesia

Di Indonesia, menurut data WHO pada tahun 2003,sebanyak 53 persen kematian anak dan balita Indonesia disebabkan oleh masalah malnutrisi.

Editor: Lucky Oktaviano
Malnutrisi Masih Menjadi Masalah Gizi Anak Indonesia
theguardian.com
Ilustrasi anak malnutrisi

WARTA KOTA, JAKARTA - Masalah gizi masih menjadi masalah global di seluruh dunia. Di Indonesia, menurut data WHO pada tahun 2003,sebanyak 53 persen kematian anak dan balita Indonesia disebabkan oleh masalah malnutrisi.

Malnutrisi adalah kejadian gizi yang salah, bisa kekurangan gizi (undernutrition) maupun kelebihan gizi (over nutrition). Kekurangan gizi biasa disebut gizi buruk dan kelebihan gizi disebut obesitas.

Malnutrisi pada anak disebabkan oleh kesalahan pemberian asupan gizi saat masa awal tumbuh kembangnya.

Dituturkan oleh Dr. Damayanti Rusli Syarif, Sp.A(K), Ketua UKK Nutrisi & Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) saat menyampaikan materi seminar media Indonesia Cinta Sehat pada Kamis (21/11/2013) di XXI Lounge Plaza Senayan, pada kasus gizi buruk, seorang anak yang kehilangan berat badan sebesar 10 persen (gizi kurang ringan) dapat menurunkan kekebalan tubuh dan anak tersebut mudah terkena infeksi. Seorang anak yang kehilangan berat badan sebesar 20 persen (gizi kurang sedang), mengalami waktu penyembuhan lyang ambat, infeksi meningkat, dan kondisi tubuh lemah.

Jika, seorang anak telah kehilangan berat badannya sebesar 30 persen, maka sudah termasuk ke dalam gizi buruk.

Anak yang terkena gizi buruk akan terhambat pertumbuhan otak dan kognitif, sehingga mempengaruhi tumbuh kembangnya.

Akibat malnutrisi pada anak, pertumbuhan otak anak akan mengalami keterlambatan. Hal ini Bisa disembuhkan tapi fungsi otak anak tidak bisa diberdayakan secara optimal.

"95 persen otak, terbentuk pada 3 tahun pertama masa kehidupan seorang anak. Anak yang memiliki masalah malnutrisi, mengalami kelambatan tumbuh kembang otak dan kognitif," kata Damayanti.

Menurutnya, hal itu bisa saja disembuhkan, tapi fungsi otaknya tidak bisa diberdayakan secara optimal. "IQ yang turun, tidak bisa dinaikkan lagi mencapai titik maksimalnya. Hal ini berdampak pada masa depannya dalam mencari nafkah," lanjutnya. (Wa Ode Rizky Sulaiman)

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved