Guru Main Pukul, Siswa SD Takut Sekolah
Belasan siswa kelas 3 SDN Tugu Utara 23 Pagi di Jalan Kramat Jaya, Komplek Perla, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, mengaku mendapatkan kekerasan dari seorang ibu guru berinisal R, yang sekaligus menjadi wali kelas. Dampaknya, belasan siswa trauma dan menjadi takut ke sekolah khawatir menjadi korban pemukulan.
Koja, Wartakotalive.com
Belasan siswa kelas 3 SDN Tugu Utara 23 Pagi di Jalan Kramat Jaya, Komplek Perla, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, mengaku mendapatkan kekerasan dari seorang ibu guru berinisal R, yang sekaligus menjadi wali kelas. Dampaknya, belasan siswa trauma dan menjadi takut ke sekolah khawatir menjadi korban pemukulan.
Bahkan salah satu murid sudah dua hari enggan masuk sekolah karena takut menerima perlakuan kasar dari guru itu.
Salah seorang siswa, Siti Maesaroh (8), mengaku pernah dipukul dan dicubit oleh gurunya. Kejadiannya terjadi pada Kamis (30/8) pekan lalu. Maesaroh mendapatkan perlakuan kasar karena tak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) IPA. Paha kanannya kemudian dicubit oleh R.
"Padahal saya nggak bawa buku PR-nya karena hari itu nggak ada pelajaran IPA, tapi malah ditanyain PR IPA sama ibu guru. Saya nggak bawa buku PR-nya, paha kanan saya langsung dicubit," kata Maesaroh saat ditemui Warta Kota di Kampung Beting Remaja, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, Selasa (4/9) siang yang didampingi ibunya, Siti Hanifah (36) dan ayahnya, Ariyanto (38).
Perlakuan kasar itu berlanjut pada Jumat (31/8). Saat itu, kata Maesaroh, kepalanya dipukul R menggunakan buku dengan alasan soal yang dikerjakannya salah. "Saya dipukul gara-gara ngerjain soal matematika 20 soal, tapi ada satu soal yang jawabannya salah," kata anak ketiga dari tiga bersaudara itu. Hari itu, setelah pulang sekolah, Maesaroh pun menangis dan mengadu ke ibunya, Siti Hanifah.
Bahkan ayahnya Ariyanto mengatakan, ia pernah datang ke sekolah. Di sana Ariyanto sempat melihat langsung Maesaroh dipukul R ketika ia memantaunya dari luar kelas. Namun, ia hanya diam saja karena saat itu berada di lingkungan sekolah.
"Ya, tadinya saya nggak percaya anak saya dicubit gurunya, makanya ketika hari Jumatnya saya sengaja melihatnya ke sekolahnya. Kebetulan saya lihat anak saya dipukul pakai buku, tapi saya menahan emosi karena nggak mau mengganggu pelajaraan. Lagipula nggak bagus kalau saya ngomel- ngomel kepada gurunya di depan anak-anak lain," kata Ariyanto yang sehari-hari bekerja sebagai tukang odong-odong itu.
Berbeda dengan suaminya, Siti Hanifah yang mendengar anaknya diperlakukan kasar langsung geram. Sabtu (1/9) lalu ia mendatangi sekolah tersebut menemui R. Awalnya, Hanifah hanya mendengar selentingan mengenai guru R yang kerap berlaku kasar kepada siswanya. Tapi justru buah hatinya yang menjadi korban pemukulan. Maka ia pun menemui R.
"Baru kali ini wali murid menegur saya," kata Hanifah menirukan perkataan R saat ditemuinya.
Saat itu, Hanifah mempertanyakan perlakuan keras yang diterima anaknya oleh guru tersebut. Namun R membantahnya. "Nggak, demi Allah saya nggak melakukan apa-apa," kata R seperti ditirukan Hanifah.
Hal sama juga dirsakan Maesaroh. Sejak terjadi pemukulan, ia enggan sekolah lagi. Ia mengaku takut bertemu guru R. "Pokoknya nggak mau sekolah lagi kalau gurunya masih Ibu R. Saya takut dipukul lagi," katanya sambil memegangi tangan ibunya.
Suharti (35), ibunda Fadli (8) juga mendapatkan kekerasan dari guru itu. Menurut Suharti, anaknya sejak kelas 2 SD sudah menguasai perkalian. Namun, sejak mendapatkan perlakuan kasar dari guru R di bangku kelas tiga, Fadli sulit menghafal perkalian.
"Gara-gara pernah dipukul kepalanya. Anak saya jadi ketakutan. Sekarang malah sudah nggak semangat belajar seperti saat masih kelas 2. Dia ngakunya setiap masuk kelas takut. Buat mikir jadi sulit, konsentrasinya terganggu. Sampai sekarang masih takut sama guru R itu. Saya cuma berharap gurunya diganti, kasihan anak-anak kalau begini terus," harapnya.
Siswa lainnya, Uut (8), juga mengaku pernah dipukul kepalanya oleh gurunya karena salah mengerjakan soal. "Waktu itu saya ngerjain 10 soal latihan IPS, satu soal jawabannya salah, kepala saya langsung dipukul. Sakit, jadi takut sama ibu guru," katanya.
Ketika Warta Kota hendak melakukan konfirmasi ke pihak sekolah, Kepala SDN Tugu Utara 23 Pagi, Susiwi Astuti, sedang mengadakan rapat sekolah dan tidak bisa ditemui. "Ibu kepala sekolah saat ini sedang rapat, besok saja kembali ke sini," kata salah satu guru di ruang guru sekolah tersebut.
Bahkan, saat diminta nomor ponsel kepala sekolah tersebut guna kepentingan konfirmasi, pihak guru yang ada di dalam ruangan itu enggan memberikannya. "Langsung saja ketemu dengan kepala sekolahnya," katanya.
Sudin akan telusuri
Sementara itu, Ricardo, Koordinator Advokasi Arsari Sanggar Anak Mandiri, Kampung Beting, di mana kebanyakan siswa tersebut tinggal di daerah tersebut, mengatakan tujuan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi diri.
Ia bersama pihak wali murid, Rabu (4/9) akan melaporkan kasus tersebut ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). "Kami sudah membicarakan hal ini kepada orang tua siswa, dan mereka sepakat meminta guru tersebut dipindahkan," katanya.
Sedangkan, Kepala Suku Dinas Pendidikan Dasar Jakarta Utara, Dian Ardian, mengatakan kasus tersebut akan ditelusuri lebih dahulu. "Rabu (5/9) ini atau lusa, saya akan ke sekolah untuk bertemu dengan kepala sekolah dan guru yang bersangkutan untuk memberikan keterangan masalah tersebut. Tentunya jika benar terjadi pemukulan akan ada sanksinya," katanya. (suf)