Pilpres 2019
Pakar Intelijen Imbau Intelijen Negara Tak Ikut Terjun ke Hal Politis
Pakar Intelijen Imbau Intelijen Negara Tak Ikut Terjun ke Hal Politis, karena ada sejumlah oknum bermain dan menyalahartikan tupoksi.
Penulis: Feryanto Hadi |
Pakar Intelijen Imbau Intelijen Negara Tak Ikut Terjun ke Hal Politis, karena ada sejumlah oknum yang bermain dan menyalahartikan tupoksi sebagai intelijen negara.
PRAKTISI Intelijen, Fauka Noor Farid mengatakan, menjelang Pilpres 2019, ada sejumlah oknum yang bermain dan menyalahartikan tupoksi sebagai intelijen negara.
Menurutnya, hal ini sudah salah, dan tidak boleh ditoleransi.
Fauka melihat fakta di lapangan saat ini ada indikasi permainan aparat intelijen negara yang bermuatan politis.
Namun, ia tidak menyebutkan secara detail intelijen dari instansi mana yang dimaksud.
• Pria Terkeji se-Indonesia Lebihi Ryan Jombang dan Robot Gedek, Bunuh dan Minum Air Liur 42 Wanita
• Foto Viral, Bungkusan Bergambar Prabowo-Sandi Berisi Uang Rp 200.000, BPN: Tak Ada Uang!
“Ini semacam dibangun satu pihak perang intelijen, tidak boleh itu. Ini karena isu HAM 98 tidak mempan untuk menyerang, karena isu itu sudah basi, maka dimunculkan lagi isu teroris dan khilafah HTI yang diarahkan ke kubu yang bersebrangan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (23/3/2019).
Fauka menambahkan, adanya isu HTI yang dikaitkan dengan kubu capres 02, tampak jelas untuk menyaingi isu PKI yang ditujukan pada tim kubu 01.
“Kalau isu komunis yang digulirkan bukan hanya sekadar isu tapi memang faktanya ada, dr Tjiptaning sendiri telah membuat buku Aku Bangga Menjadi Anak PKI dan mengatakan bahwa 15 juta anak cucu PKI siap bangkit. Ini real bukan hoax. Sedangkan HTI belum tentu ada di kubu 02 tapi sudah digulirkan isu itu,” katanya.
Menurutnya, untuk menjadikan negara khilafah tidak semudah itu. Sebab, harus menguasai parlemen, eksekutif dan yudikatif.
“Mereka (HTI) di parlemen aja tidak ada, gimana mau mengubah Indonesia menjadi negara khilafah. Apalagi dalam perjanjian Ijtima Ulama dengan capres 02 tidak ada satupun pasal tentang negara khilafah. Justru salah satu poin penting adalah kembali kepada Pancasila Dan UUD 45 yang asli. Jadi menurut saya pembubaran HTI dan membentuk negara khilafah adalah grand design yang dihembuskan untuk menandingi isu PKI,” katanya.
Menurut Fauka, propaganda yang dibuat "pihak intelijen" ini sangat berbahaya.
Fakta di lapangan menunjukkan, bahwa adanya permainan intelijen dalam menciptakan isu yang mengarah pada politisasi.
“Intelijen negara itu harusnya netral. Fakta di lapangan menunjukkan itu, seperti kasus Neno Warisman dan banyak kasus lagi, teroris baru-baru ini. Ini bahaya jika digulirkan, bunuh diri namanya, dan mengada-ada jika dikaitkan dengan khilafah dan kubu 02,” ungkapnya.
Fauka mengatakan, di dalam perjanjian Pakta Integritas Capres 02 dengan Ijtima Ulama, tidak ada menyatakan bahwa negara ini akan dibuat khilafah.
“Itu yang tidak boleh, ada grand design mengenai itu, seakan-akan kejadian tersebut dilakukan HTI, yang akan membuat negara khilafah dan itu dikaitkan dengan kubu Capres 02. Harusnya netral, sama dengan lembaga-lembaga lainnya, harus netral. Jika tidak netral bunuh diri itu namanya,” terangnya.
Ia pun berharap, semua aparat intelijen dan aparat yang lain, tidak ikut berpolitis di ajang pilpres ini.
Sebab, hal itu tidak sesuai dengan tupoksi.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/khilafah_20180423_152359.jpg)