Koordinator Advokasi BPJSWatch: Mengatasi Defisit BPJS Kesehatan dengan Langkah Arah Manajerial
Upaya Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengatasi defisit kinerja terus dilakukan.
WARTA KOTA, PALMERAH---Upaya Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengatasi defisit kinerja terus dilakukan.
Sambil menunggu kebijakan resmi pemerintah, BPJS Kesehatan memilih melakukan efisiensi. Caranya dengan memperketat syarat layanan.
Minimal ada tiga Peraturan Direktur Jaminan Layanan Kesehatan (Perdirlan) BPJS Kesehatan yang menjadi dasar.
Baca: Ketua DPR Minta Masyarakat Disiplin Bayar Iuran Agar BPJS Kesehatan Tidak Defisit
Pertama, Perdilan No 2/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak, kedua, Perdirlan BPJS Kesehatan No 3/2018 tentang Penjaminan Layanan Persalinan dengan Bayi Sehat, ketiga Perdirlan BPJS Kesehatan No 5/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
Ketiga beleid berlaku sejak 25 Juli 2018. Adapun tujuan dari aturan ini adalah memberikan persyaratan ketat pada pasien layanan tersebut.
Baca: BPJS Kesehatan Bakal Mengurangi Pelayanan kepada Bayi Baru Lahir?
Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJSWatch mengatakan, ketimbang mengurangi mutu layanan, mestinya BPJS mengatasi defisit dengan langkah non medik dan lebih ke arah manajerial.
Pertama, minta ke pemerintah menaikkan iuran peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang saat ini nilainya Rp 23.000 menjadi Rp 27.000 per peserta.
Kedua, menagih piutang iuran dari peserta mandiri dan perusahaan swasta dan BUMN yang menunggak. Hingga 31 Mei 2018, tunggakan iuran BPJS mencapai Rp 3,4 triliun.
Ketiga, meningkatkan pengawasan permainan antara oknum dokter dan rumah sakit yang mendiagnosa penyakit pasien tak sesuai dengan penyakit sebenarnya.
Baca: BPJS Kesehatan Jakarta Utara Targetkan 2 Juta Peserta Tahun 2018
Budi Mohammad Arief, Deputi Direksi bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, mengatakan, upaya efisiensi pada ketiga layanan ini karena biaya yang dikeluarkan BPJS untuk ketiganya besar.
Untuk penyakit katarak semisal, BPJS Kesehatan tahun lalu mengeluarkan dana hingga Rp 2,65 triliun, sedangkan untuk persalinan pada tahun yang sama mencapai Rp 1,17 triliun, sementara untuk rehabilitasi medik menembus Rp 965 miliar tahun lalu.
"Dari angka ini, ada inefisiensi sehingga kami akan menata lagi pelayanannya," kata Budi, Senin (30/7/2018).
Kendati begitu, Budi menampik anggapan bila BPJS Kesehatan disebut menurunkan kualitas layanan.
Menurutnya, semua manfaat dari ketiga layanan ini tak dihilangkan, tapi diatur agar lebih efisien.
Seperti untuk operasi katarak, syarat untuk operasi katarak adalah mereka yang masuk kategori fisus 6/18 alias tak bisa melihat dari jarak tiga meter.