Pemprov DKI Beli 2.640 Tempat Sampah Buatan Jerman Seharga Lebih dari Rp 9 Milliar
Penggunaan dana APBD oleh Pemprov DKI Jakarta kembali disoroti oleh masyarakat, kali ini terkait pembelian tempat sampah.
PENGGUNAAN dana APBD oleh Pemprov DKI Jakarta kembali disoroti oleh masyarakat, kali ini terkait pembelian tempat sampah.
Di tubuh tempat sampah yang dilengkapi roda sehingga mudah dipindahkan tersebut, tertera tulisan Made in Germany, yang artinya tempat sampah tersebut dibuat di Jerman.
Ketika diperiksa dalam laman e-katalog lembaga kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah (LKPP), tertera bahwa DKI Jakarta telah melakukan pemesanan pada 25 Mei 2018.
Baca: Teroris Merasa Naik Kelas Jika Melakukan Atau Menerima Kekerasan, tapi Berubah Sikap Usai Ditangkap
Pemprov DKI Jakarta memesan sebanyak 2.640 tempat sampah buatan Jerman tersebut, dengan harga satuan Rp 3,599 juta.
Setelah ditotal berikut dengan ongkos kirim, pembelian tempat sampah tersebut mengeluarkan biaya lebih dari Rp 9 milliar.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji membenarkan pembelian tempat sampah tersebut.
Baca: Jalan Jade Raya di Cipayung Depok Amblas, Kendaraan Mesti Melintas Bergantian
Dirinya mengatakan bahwa alasan pembelian tempat sampah buatan Jerman adalah karena tidak ada produk lokal yang memenuhi kriteria.
“Kami tidak mendapati produk lokal di katalog dan di pasaran untuk produk jenis ini, hanya ada produk Cina dan Jerman. Setelah melakukan pertimbangan secara teknis, kami pilih produk Jerman dengan pertimbangan kualitas,” jelas Adji.
Adji menambahkan, penyedianya pun importir, yakni PT Groen Indonesia, yang memiliki spesialisasi di bidang Waste Management dan perangkat pendukungnya.
Baca: Jenita Janet Mengaku Lebih Fit Saat Bulan Puasa
“Ini demi meyakinkan kami, bahwa penyedianya pun bukan perusahaan abal-abal, sehingga after sales service-nya dapat terjamin,” tutur Adji.
“Mekanisme e-purchasing memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk memilih produk yang benar-benar sesuai kebutuhan dengan harga terbaik. Silakan dibandingkan, ternyata memang harga produk sejenis di toko-toko online, rata-rata lebih mahal dari harga kami beli melalui e-kalalog LKPP," sambungnya. (*)