Masinton: Dana Operasional KPK Lebih Besar tapi Uang Negara yang Dikembalikan Tidak Signifikan

Politikus PDI Perjuangan ini menjelaskan, kinerja KPK dalam penanganan perkara korupsi masih jauh dari harapan.

KOMPAS.com/Nabilla Tashandra
Masinton Pasaribu 

WARTA KOTA, SENAYAN - Masinton Pasaribu, Wakil Ketua Pansus Angket terkait tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengeluhkan operasional penangan perkara di KPK yang angkanya lebih besar dari Kepolisian dan Kejaksaan.

Namun, hasil uang negara yang dikembalikan tidak sesuai dengan ongkos yang dikeluarkan.

Menurutnya, ada empat poin krusial mengenai kinerja lembaga pemberantasan korupsi tersebut, yakni masalah tata kelola kelembagaan, sumber daya manusia, proses peradilan pidana, dan tata kelola anggaran.

Baca: Sheila Marcia Butuh Dua Bulan untuk Pulihkan Fisik dan Mental Usai Kecelakaan

"Dalam tata kelola kelembagaan, sebagai lembaga yang khusus melakukan penindakan dan pencegahan tipikor, operasional penanganan perkara yang ditangani KPK lebih besar dari Kepolisian dan Kejaksaan, namun uang negara yang mampu dikembalikan tidak begitu signifikan," kata Masinton kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/8/2017).

Politikus PDI Perjuangan ini menjelaskan, kinerja KPK dalam penanganan perkara korupsi masih jauh dari harapan, karena terlalu mengandalkan teknologi penyadapan untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Hal itu mengakibatkan banyak perkara besar dengan kerugian negara yang sangat besar tidak bisa ditangani KPK dengan cepat, seperti kasus Pelindo II dan Bank Century.

Baca: Sheila Marcia Ingin Nikmati Masa Tua di Bali

"KPK lebih terlihat berjalan sendiri, sehingga fungsi pokok dan utama sebagai triger mechanism terhadap penegak hukum lainnya tidak dilaksanakan secara maksimal, dalam melakukan supervisi dan koordinasi seperti bertindak di luar kewenangannya. Misalnya, kasus pengambilalihan peran LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dalam memberikan perlindungan saksi dan korban," tutur Masinton.

Anggota Komisi III DPR ini menjelaskan, terkait tata kelola SDM, ada empat pegawai KPK yang tidak dipensiunkan, meskipun sudah capai batas usia pensiun, dan itu melanggar PP Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.

Dirinya juga mengatakan, ada 29 pegawai ataupun penyidik KPK yang diangkat sebagai pegawai tetap, namun belum diberhentikan dan mendapat persetujuan tertulis dari instansi asalnya.

Baca: Saat Diimunisasi BCG, Tak Ada yang Aneh Atau Istimewa dari Bayi Ajaib di Enrekang

"Dalam hal ini, BPK mengeluarkan opini berkaitan dengan ketiadaan standar, baik untuk pengadaan barang maupun kompetensi SDM KPK," ucapnya.

Dalam konteks peradilan pidana, Masinton menjelaskan, dalam melaksanakan tugasnya, KPK cenderung bertindak melanggar pengelolaan informasi yang berkaitan dengan kasus atau perkara yang ditanganinya.

Dia mencontohkan bocornya berita acara pemeriksaan (BAP) yang seharusnya dilindungi tapi sering dibocorkan, sehingga menimbulkan ekses terjadi peradilan opini terhadap nama-nama yang disebut.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved