Raperda KTR
Raperda Kawasan Tanpa Rokok DKI Dinilai Lampaui Amanat UU, Terlalu Eksesif dan Tidak Implementatif
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi, menilai Raperda KTR DKI lampaui amanat UU, Eksesif dan Tidak Implementatif
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Budi Sam Law Malau
Ringkasan Berita:
- Pansus DPRD DKI menuntaskan pembahasan Raperda Kawasan Tanpa Rokok dan menyerahkannya ke Bapemperda untuk tahap lanjutan.
- Gaprindo keberatan karena aturan dinilai melampaui UU, memperluas area KTR, memberi sanksi lebih berat, dan melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah.
- Gaprindo menilai aturan ini bisa mematikan ritel modern dan warung kecil, namun ruang revisi disebut sudah terbatas.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI Jakarta telah merampungkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Draf yang berisi 27 pasal dalam 9 bab itu kini akan diserahkan kepada Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) untuk tahap lanjutan.
Raperda KTR memunculkan dinamika panjang, mulai dari tarik-menarik substansi hingga aksi demonstrasi dari berbagai kelompok yang menilai aturan tersebut terlalu menekan, terlalu ketat, bahkan berpotensi memukul ekonomi usaha kecil.
Baca juga: Raperda KTR Rampung, Pramono-Khoirudin Sepakat Warung Kelontong Tetap Boleh Jualan Rokok
Menyikapi ini, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi, menyampaikan aspirasi kepada perwakilan Bapemperda DPRD DKI Jakarta.
Dia menjelaskan, Gaprindo bersama beberapa organisasi lainnya sudah menyampaikan masukan ke sejumlah fraksi, di antaranya Fraksi Demokrat, PDIP, PKB, dan terbaru Fraksi PKS.
Inti keberatan mereka, kata Benny adalah adanya sejumlah ketentuan dalam Raperda KTR yang dinilai melampaui amanat undang-undang.
“Ada beberapa ketentuan di dalam Raperda itu yang melebihi dari amanat yang ada di undang-undang,” ujar Benny saat ditemui di Gedung DPRD Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Ia mencontohkan penambahan kawasan tanpa rokok yang dinilai berlebihan.
Yakni fasilitas olahraga dan beberapa tempat umum lainnya.
Perluasan kawasan ini tidak diatur dalam peraturan perundangan di atasnya.
Selain itu, sanksi yang diatur dalam draf Raperda KTR DKI Jakarta dinilai terlalu keras dibandingkan norma regulasi nasional.
Hal lain yang menjadi sorotan Gaprindo adalah ketentuan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan area bermain anak, sebagaimana merujuk pada aturan turunan pemerintah.
“Ini di Jakarta kan sangat padat, jadi kalau itu dipaksakan, juga tidak akan mungkin dilaksanakan,” ujarnya.
Menurutnya, jika ketentuan itu diterapkan secara kaku, maka hampir seluruh toko modern serta warung kecil yang menjual rokok berpotensi tutup.
Bukan hanya ritel modern yang terdampak, tetapi juga warung kelonting tradisional yang selama ini mengandalkan penjualan rokok sebagai sumber penghidupan.
Baca juga: Ratusan Pedagang Demo DPRD DKI Jakarta, Tolak Raperda KTR, Khawatir tak Bisa Jual Rokok
| APMI Nilai Larangan Sponsor Rokok Bisa Melemahkan Industri Musik |
|
|---|
| INDEF Ingatkan Dampak Ekonomi dari Pembatasan Penjualan Rokok di Jakarta |
|
|---|
| Regulasi Tembakau Harus Libatkan Semua Pihak, Bukan Hanya Soal Kesehatan |
|
|---|
| Pedagang Pasar Menolak Raperda KTR yang Melarang Penjualan Rokok, APPSI: Ini Penindasan |
|
|---|
| Fraksi PSI Minta Rumah Pemotongan Hewan dan Puskeswan Masuk Kawasan Tanpa Rokok |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/LAMPAUI-UNDANG-UNDANG-Ketua-Gabungan-Produsen-Rokok-Putih-Indone.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.