Polemik Ijazah Jokowi

Jadi Kuasa Hukum Roy Suryo Cs, Denny Indrayana Ungkit 'Dosa-dosa' Jokowi selain Dugaan Ijazah Palsu

Ada beberapa alasan hingga akhirnya Denny Indrayana yang kini masih berada di Australia memutuskan untuk membela Roy Suryo.

Editor: Feryanto Hadi
Twitter @dennyindrayana
Eks Wamenkumham RI, Denny Indrayana menyebut, Jokowi selama menjadi presiden telah melakukan tindakan-tindakan yang diduga inkonsistusional 

 

Ringkasan Berita:
  • Ada beberapa alasan hingga akhirnya Denny Indrayana yang kini masih berada di Australia memutuskan untuk membela Roy Suryo
  • Denny Indrayana mengumumkan bahwa dirinya akan bergabung di tim kuasa hukum Roy Suryo
  • Denny juga memandang bahwa masalah yang menjerat Roy Suryo cs bukan semata soal ijazah Jokowi.

 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Pakar Hukum Tata Negara, Prof Denny Indrayana membeberkan alasannya memilih bergabung sebagai kuasa hukum Roy Suryo Cs. 

Salah satunya, dia akan menghadapi dugaan cawe-cawe penguasa di kasus dugaan fitnah ijazah Jokowi.

"Saya memutuskan menjadi kausa hukum karena ingin menegaskan bahwa tidak boleh ada penggunaaan kekuasaan untuk membungkam sikap kritis dari orang-orang bahkan jika berjadapan dengan mantan presiden sekalipun

Untuk itu, saya ingin menambahkan dari perspektif hukum tata negara, bidang yang saya geluti, politik hukum, bagaimana kemudian relasi kekuasaan dengan hukum tanpa mengkesampingkan isu-isu hukum-hukum pidananya," jelas Denny Indrayana dikutip dari video yang dia unggah di akun X pribadinya, Jumat (14/11/2025)

Sebab, menurut Denny, tata negara dan politik penegakan hukum adalah perspektif yang harus diletakkan sebagai pondasi dasar pada saat melihat dan menganalisis masalah ijazah Jokowi

"Karena mantan presiden Jokowi telah menunjukkan bagaimana dia merusak tatanan demokrasi terutama saat masa akhir jabatannya. Cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Kemudian ada putusan Mahkamah Konstitusi yang menjadikan Gibran memenuhi syarat sebagai cawapres, yang dimana itu adalah bentuk-bentuk pelanggaran konstitusi. Dan sekarang berlanjut dengan mentersangkakan warga negara yang bersikap kritis terkait dugaan ijazah palsu," ungkapnya

Baca juga: Endus Ada Cawe-cawe Kekuasaan di Kasus Ijazah Jokowi, Denny Indrayana Akan Bela Roy Suryo Cs

"Karena itu saya merasa wajib melakukan langkah advokasi hukum, untuk menegaskan tidak boleh penggunaan kekuasaan menentukan arah penegakan hukum. Terlebih hukum pidana. Hukum yang bisa membuat orang dipenjarakan. Hukum yang bisa membatasi HAM. Dalam konteks itu, penggunaan hukum pidana adalah alat intimidasi yang harus dilawan."

"Tidak boleh siapapun, termasuk antan presiden sekalipun, melaporkan orang yang ingin membuka kebenaran dokumen publik dalam hal ini ijazahnya Jokowi kepada khalayak. Justru seharusnya, yang sudah lama kita tunggu, Jokowi harusnya dengan gentlemen menunjukkan ijazahnya," tandasnya

Dugaan kriminalisasi

Denny juga melihat bahwa kasus ini sarat akan dugaan kriminalisasi

"Hari ini saya akan memberikan sedikit komentar atas berjalannya proses pemeriksaan Roy Suryo sebagai tersangka di Polri. Akhirnya saya memutuskan untuk bergbung sebagai tim kuasa hukum. Bukan semata melawan kriminalisasi tetapi juga modus intimidasi, yang memperalat hukum pidana untuk kepentingan mantan penguasa," ungkap Denny 

Denny mengajak masyarakat harus melihat masalah ini secara substansif.

"Ini bukan hanya persoalan pidana. senbagaimana pasal-pasal yang dituduhkan, lebih mendasar dari itu, ini adalah persoalan konstitusionalitas bagaimana penegakan hukum harus merdeka dari berbagai kepentingan, termasuk intervensi kekuasaan," katanya

Denny juga menyinggung soal 'kemerdekaan' hakim di negara Australia dan Indonesia

Menurutnya, hakim di Indonesia masih punya potensi untuk 'disetir' kekuasaan

"Di negara Australia, alhamdulillah, saya punya izin praktik, sehingga saya bisa membandingkan bagaimana penegakan hukum di dua negara. Di negara yang lebih demokratis seperti Australia, kemandirian, kemerdekaan, kekuasaan kehakiman adalah prinsip yang dijaga dengan sangat teguh.

Di negara yang lebih tidak demorkatis, di negara konoha misalnya, persoalan kemandirian dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman ini adalah suatu hal yang sekarang sangat dilanggar," kata dia

Baca juga: Diperiksa selama 9 Jam di Polda Metro, Roy Suryo Cs Tak Ditahan, Begini Penjelasan Polisi

Denny juga memandang bahwa masalah yang menjerat Roy Suryo cs bukan semata soal ijazah Jokowi.

"Dan saya berpendapat, persoalan tersangkanya Roy Suryo dan kawan-kawan, bukan semata masalah ijazah palsu mantan presiden Jokowi atau hanya pidana. Lebih dari itu, adalah isu konstitusionalitas yang harus sama-sama kita hormati jika ingin menjadi bangsa yang besar," imbuh Denny Indrayana

Alasan tak ditahan

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Iman Imanuddin menjelaskan alasan tiga tersangka kasus dugaan penyebaran tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo tidak ditahan usai menjalani pemeriksaan, Kamis (13/11/2025).

Ketiga tersangka ialah Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma atau Dokter Tifa.

Menurut Iman, keputusan tersebut diambil karena penyidik menjunjung tinggi asas-asas yang diatur dalam undang-undang selama proses pemeriksaan.

“Hak-hak bagi beliau-beliau untuk mendapatkan waktu makan siang, ibadah, dan lainnya kami berikan selama proses pemeriksaan,” ujar Iman kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (13/11/2025).

Ia menyebut pemeriksaan terhadap ketiga tersangka berlangsung selama sembilan jam.

Dalam pemeriksaan itu, penyidik mengajukan 134 pertanyaan kepada Roy Suryo, 157 pertanyaan kepada Rismon Sianipar, dan 86 pertanyaan kepada Dokter Tifa.

“Setelah pemeriksaan selesai, ketiganya kami perbolehkan pulang ke rumah masing-masing,” kata Iman.

Iman menjelaskan ketiga tersangka tidak ditahan karena mereka mengajukan ahli dan saksi yang dianggap dapat meringankan.

“Kami sebagai penyidik harus menjaga keseimbangan antara keterangan dan informasi yang ada agar proses penegakan hukum tetap adil dan berimbang,” ujarnya.

Baca juga: Roy Suryo, Rismon Sianipar dan dr Tifa Diizinkan Pulang setelah Diperiksa Polisi selama 9 Jam

Penyidik akan memeriksa ahli dan saksi yang diajukan para tersangka dalam waktu dekat, meski belum memastikan jadwalnya.

"Untuk ahli yang diajukan oleh para tersangka ada dua, kemudian untuk saksi meringankan ada tiga," kata Iman.

"Kami akan segera melakukan permintaan keterangan terhadap para saksi dan ahli yang dimohonkan oleh para tersangka tersebut," lanjutnya. 

Roy Suryo Cs Bilang Firli Bahuri dan Silfester Matutina Tidak Ditahan Polda Metro

Kuasa hukum Roy Suryo Cs, Ahmad Khozinudin, menilai penetapan 3 kliennnya sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya bersifat sepihak dan tidak didukung bukti relevan. 

Sebab katanya pihak penyidik atau kepolisian tidak menunjukan ijazah asli Jokowi ke publik sebelum menetapkan tersangkka aras Roy Suryo, Rismon Sianipar dan Dokter Tifa.

"Hari ini kami memulai panggilan dari Polda Metro Jaya yang telah secara sepihak dan zalim menetapkan klien kami sebagai tersangka dengan bukti-bukti, walaupun banyak tidak memiliki relevansi dengan apa yang dituduhkan," kata Khozunudin saat mendampingi kliennya diperiksa polisi.

Juga tidak pernah diketahui secara pasti apakah bukti itu bisa menguatkan tuduhan ada pencemaran, tuduhan ada menyerang kehormatan yang dilaporkan oleh Saudara Joko Widodo," ucap Khozinudin, kepada wartawan di Mapolda Metroi, Kamis.

Menurut Khozinudin, meski penyidik mengklaim memiliki 700 bukti, dan telah memeriska 130 saksi, dan 22 ahli, hal itu tidak serta-merta membuktikan bahwa kliennya melakukan pencemaran nama baik dan fitnah atas Jokowi, termasuk dituding memanipulasi data elektronik.

"Kalau tidak relevan, maka semuanya tidak bernilai. Yang kami tunggu hanya satu bukti, yakni ijazah Saudara Joko Widodo yang sampai hari ini belum pernah ditunjukkan,” katanya.

Ia juga menilai Polda Metro Jaya telah melanggar asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) karena secara terbuka menyebut nama kliennya dalam surat panggilan sebagai tersangka.

“Kalau media yang menyebut nama, itu wajar. Tapi kalau aparat penegak hukum yang melakukannya, itu pelanggaran asas hukum, yakni presumption of innocence,” tambahnya.

Khozinudin menuding penetapan tersangka terhadap Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma terkesan tergesa-gesa dan bermuatan politik. 

“Kami menduga ini bukan proses hukum murni, melainkan ada tangan-tangan kekuasaan. Bahkan, sebelum seluruh terlapor diperiksa, klien kami sudah ditetapkan tersangka,” ujarnya.

Ia membandingkan dengan kasus lain yang disebut belum ditangani secara tegas oleh kepolisian dan bahkabn tersanga tidak ditahan sampai bertahun-tahun.

"Firli Bahuri sudah dua tahun lebih berstatus tersangka, tapi tidak ditahan. Sylvester Matutina pun tidak pernah ditahan meski perkaranya sudah inkrah,” katanya.

Karenanya Khozinudin yakni Polda Metro juga tidak akan melakukan penahanan atas kliennya dalam pemeriksaan kali ini.

"Karena itu hari ini kami yakin klien kami pun tidak akan dilakukan penahanan sebagaimana Polda tidak melakukan penahanan terhadap Firli Bahuri (eks Ketua KPK tersangka kasus pemerasan)," kata Ahmad Khozinudin.

Baca juga: Sekelompok Ibu-ibu Kawal Roy Suryo ke Polda Metro, Serukan “Mana Ijazahmu?”

Selanjutnya, kata Ahmad yang harus ditahan karena berkekuatan hukum tetap adalah Silvester Matutina, relawan Jokowi yang juga Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), terkait kasus fitnah atas Jusuf Kalla.

"Saat di tingkap penyidikan di kepolisian yang bersangkutan tidak pernah ditahan. Proses tersangka itu yang pasalnya juga sama dengan klien kami yakni penghinaan dan fitnah sesuai Pasal 310 KUHP dan 311 KUHP.

Ahmad mengatakan Matutina tidak pernah ditahan dalam prosesnya.

"Karena itu, hari ini sebagai bukti bahwa negara kita negara hukum, Polda sedang menjalankan penegakan hukum maka tidak ada proses penahanan terhadap klien kami," katanya.

Sementara itu, Roy Suryo menyatakan kehadirannya bersama rekan-rekannya bukan atas nama pribadi, melainkan sebagai bentuk perjuangan masyarakat. 

“Kami hadir mewakili rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan atas negeri ini,” ujarnya.

Roy menuding pemerintahan sebelumnya telah melakukan tindakan sewenang-wenang, termasuk kriminalisasi terhadap sejumlah tokoh.

Ia berharap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak mengulangi hal tersebut.

“Jangan sampai rezim sekarang menambah daftar kriminalisasi seperti yang dulu menimpa Bambang Trimulyono dan Gus Nur,” katanya.

Roy juga mengaku tengah menyiapkan buku berjudul Gibran's Black Paper, yang disebutnya memuat temuan terkait dugaan ijazah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. 

“Buku itu kami rencanakan untuk mengungkap kebenaran bahwa Gibran tidak memiliki ijazah SMA, baik di dalam maupun luar negeri,” ujarnya.

Rekan Roy, Rismon menegaskan pihaknya siap menjalani pemeriksaan dan membantah tuduhan telah merekayasa dokumen atau video.

“Kalau itu tidak terbukti, nanti saya berencana untuk menuntut kepolisian sebesar Rp126 triliun, satu tahun anggaran kepolisian," katanya.

"Jadi jangan sampai tuduhan itu adalah tuduhan tanpa basis ilmiah, apa yang kami lakukan ada itu namanya ilmunya digital image processing, jangan sampai ilmu tersebut jadi ilmu terlarang memproses citra digital atau video digital, bukan berarti mereka merekayasa atau mengedit, itu berbasi algoritma," sambung dia.

Ia menyebut percepatan penetapan tersangka berkaitan dengan aktivitas mereka mengumpulkan data terkait pendidikan Gibran. 

Rismon mengklaim memiliki dokumen dari Direktorat Jenderal di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang menunjukkan Gibran hanya menempuh pendidikan hingga kelas 10 di Orchid Park Secondary School dan melanjutkan ke jenjang diploma.

“Artinya, Wakil Presiden tidak pernah lulus SMA dan tidak memiliki ijazah SMA,” ujarnya.

Rismon menyatakan akan membagikan hasil penelitiannya dalam bentuk buku dan versi digital gratis kepada publik. 

“Kami akan edarkan secara gratis agar masyarakat tahu kebenarannya,” katanya. (M31)

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved