Berita Nasional
JATAM Kuliti Jaringan Bisnis Tambang Sherly Tjoanda, Ada yang Izinnya Sudah Dicabut
JATAM menilai, keterlibatan pejabat daerah dalam struktur kepemilikan atau pengelolaan perusahaan swasta
Ringkasan Berita:
- Laporan ini menyoroti konsentrasi kekuasaan dan jaringan bisnis ekstraktif keluarga Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda
- Melky menyebut tumpang tindih antara kekuasaan politik dan kepemilikan bisnis tambang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan serius.
- JATAM memetakan bagaimana Sherly Tjoanda tidak hanya berperan sebagai aktor politik
- JATAM juga menemukan adanya potensi pelanggaran prosedural dalam penerbitan izin tambang.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bersama Simpul JATAM Maluku Utara merilis laporan investigatif berjudul “Konflik Kepentingan di Balik Gurita Bisnis Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda
Laporan ini menyoroti konsentrasi kekuasaan dan jaringan bisnis ekstraktif keluarga Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, baik sebelum maupun setelah menduduki jabatan politik di provinsi tersebut.
Isu soal kerajaan bisnis Sherly Tjoanda sejatinya sudah beredar sejak beberapa waktu lalu.
Isu ini kemudian meluas seiring beredarnya informasi soal legalitas salah satu perusahaan yang terafiliasi dengan Sherly
Sherly sendiri ketika diklarifikasi soal kepemilikan sejumlah perusahaan tambang, memilih mengabaikan pertanyaan dari wartawan.
Berdasarkan laporan yang diterima Tribunnews.com pada Kamis (30/10/2025), ada enam perusahaan tambang yang dimiliki Sherly meski adapula yang izinnya telah dicabut pada tahun 2022 lalu.
Enam perusahaan itu adalah PT Karya Wijaya (nikel), PT Indonesia Mas Mulia (emas dan tembaga), PT Bela Berkat Anugerah (kayu), PT Bela Sarana Permai (pasir besi), PT Bela Kencana Nikel (nikel, izin dicabut), serta PT Amazing Tabara (emas, izin dicabut).
Koordinator JATAM, Melky Nahar, mengatakan temuan tersebut menunjukkan adanya hubungan erat antara kepentingan politik dan bisnis tambang di wilayah Maluku Utara.
Menurutnya, situasi ini membuka ruang konflik kepentingan yang serius dan berpotensi merusak tata kelola sumber daya alam.
“Kami menemukan keterhubungan antara jabatan publik dan kepemilikan perusahaan tambang di wilayah Maluku Utara. Ketika kekuasaan dan bisnis berjalan beriringan, rakyat kehilangan ruang hidupnya,” ujar Melky di Jakarta.
Dalam laporan setebal puluhan halaman itu, JATAM memetakan bagaimana Sherly Tjoanda tidak hanya berperan sebagai aktor politik, tetapi juga sebagai pebisnis tambang yang terafiliasi dengan sejumlah perusahaan di sektor nikel, emas, tembaga, hingga pasir besi.
Dukungan pemerintahannya terhadap korporasi tambang dinilai berbanding terbalik dengan nasib masyarakat di lapangan yang justru menghadapi kekerasan, kriminalisasi, intimidasi, serta kehilangan ruang hidup akibat ekspansi industri ekstraktif di berbagai wilayah seperti Maba Sangaji di Halmahera Timur, Pulau Obi, dan Halmahera.
Pertumbuhan ekonomi tak gambarkan realita
JATAM menilai, narasi pertumbuhan ekonomi dua digit yang kerap diklaim sebagai keberhasilan pembangunan daerah tidak menggambarkan kondisi riil di akar rumput.
| Sosok Wakil Bupati Pidie Jaya Arogan yang Tinju Pegawai Dapur MBG |
|
|---|
| In Harapan dan Doa Gibran untuk Prabowo Subianto di KTT APEC |
|
|---|
| BPKP Berkomitmen Perkuat Pengawasan Digital di Sektor Publik |
|
|---|
| Aqua Merasa Dirugikan dan Minta Pernyataan 'Sumur Bor' Diluruskan, KDM Menolak demi Jaga Martabat |
|
|---|
| Purbaya Bongkar Cara Prabowo Tolak Usulan Aneh: Ngelirik Saya, Disuruh Omong, Saya Hantam di Situ! |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.