Berita Karawang
Dulu Pemburu Harta Karun dan Perusak alam, kini Nelayan Karawang Jadi Pelestari Lingkungan
Nelayan Karawang kini berubah, tak lagi berorientasi cari harta karun dan merusak alam, kini mereka jadi agent of change.
Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Valentino Verry
WARTAKOTALIVE.COM, KARAWANG - Ombak sangat kencang, cuaca juga tak begitu cerah. Puluhan nelayan berbondong-bondong berlayar menggunakan kapalnya ke tengah laut.
Atmosfer penuh semangat kental terasa usai mendengar kabar adanya harta karun dari kapal karam yang disebut-sebut milik Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC).
Dalam benak sudah terbayang bongkahan emas, dan harta berharga lainnya yang ada pada kapal karam tersebut.
Namun, malapetaka itu pun terjadi ketika ada belasan nyawa nelayan melayang dan beberapa lainnya alami cacat permanen hingga lumpuh gegara berburu harta karun.
Baca juga: Warga Desa Pasar Rawa Temukan ‘Harta Karun’, Pohon Nipah dengan Ragam Manfaat Ekonomi
Petaka itulah menjadi kenangan pahit yang selalu teringat Nanang Sai (50), seorang nelayan di Kampung Tangkolak Desa Sukakerta, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Kepada Warta Kota saat ditemui, Senin (8/9/2025), Nanang mengaku masih teringat ketika suasana pemburuan harta karun itu.
Awal penemuan harta karun itu dari nelayan yang tak sengaja jangkarnya tersangkut.
Saat dicek ternyata jangkarnya itu tersangkut di sebuah kapal karam.
Baca juga: KLa Project Cari Video Klip Pertama Lagu Yogyakarta, Katon Bagaskara: Klip Itu Kayak Harta Karun
Ketika itu, ia tak ikut ke tengah laut bersama bapaknya.
Namun, masih ingat suasana masa pemburuan harta karun sekitar tahun 1980.
"Saya umur 5 tahun, bapak ikut berburu. Saat dengar ada korban. Alhamdulillah bapak baik-baik saja," katanya.
Pasca pemburuan harta karun, terkuak bahwa di dasar laut Karawang itu memiliki kekayaan akan terumbu karang.
Seperti tak ada rasa kapok, warga pun kala itu memburu terumbu karang.
Baca juga: Belanda Kembalikan Harta Karun Lombok yang Dicuri, Zulkieflimansyah: Lihat Nanti, Jangan Geer dulu!
Awalnya, mereka mengambilnya untuk keperluan kontruksi pembangunan rumah di pesisir.
Karena faktor ekonomi dan tidak adanya larangan. Lama-lama para nelayan tergiur mengambil terumbu karang itu untuk dijual ke luar daerah.
"Saya ikut jadi kulinya, ambil terumbu karang buat bangun rumah, ada juga sebagian dijual," kata Nanang.
Berbeda dengan Nanang, Admu (29) nelayan lainnya tak merasakan langsung pemburuan harta karun.
Ia hanya mendengar cerita dari bapaknya soal pemburuan harta karun.
Dirinya hanya mengalami saat pengambilan terumbu karang oleh nelayan secara masif.
"Benar soal itu (harta karun), ada buktinya disimpan warga tapi cuman serpihan keramik sama guci. Saya engga alami langsung, kalau pengambilan terumbu karang iya," ujarnya.
Senada dengan Admu, Dame Saputra (37) mendengarkan cerita hal serupa dari bapaknya.
Bahwa, wilayahnya ini ternyata kaya akan terumbu karang, namun hancur dirusak oleh nelayan itu sendiri.
Para nelayan berburu harta karun maupun terumbu karang pakai alat sederhana berupa kompresor tambal ban.
Kompresor, kata Dama, jelas berbeda dengan tabung oksigen.
Rasanya panas dan kering di tenggorokan. Bahkan praktik ini dilakukan juga untuk menangkap ikan.
Pemburuan harta karun itu terjadi sejak tahun 1980 hingga tahun 1995. Pemburuan berhenti karena adanya korban jiwa.
Tak lagi berburu harta karun, nelayan justru memburu terumbu karang, dan menghalakan segala cara untuk menangkap ikan, yakni dengan menggunakan bahan racun dari zat kimia.
Karena adanya ekosistem terumbu karang membuat ikan berkumpul, dasar itulah nelayan menggunakan zat racun agar membuat hasil tangkapan ikannya melimpah.
Tapi kejayaan itu tak berlangsung lama, sampai puncaknya tahun 2010-2020 para nelayan mengeluhkan hasil tangkapan ikan alami penurunan drastis.
Karena itulah, sejumlah warga mulai sadar untuk kembali memulihkan kondisi yang dahulu dirusak.
Apalagi, Pemerintah telah membuat Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tentang larangan pengambilan terumbu karang dan UU Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 untuk illegal fishing dengan menggunakan alat yang merusak ekosistem laut. Dalam UU itu memberikan sanksi pidana bagi pelanggarnya.
Kepala Bidang Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat Dyah Ayu Purwaningsih membenarkan terkait cerita pemburuan harta karun itu.
Tim dari KKP juga sudah mendatangi beberapa kali lokasi itu. Dan pemerintah telah menetapkan lokasi itu sebagai BMKT atau Benda Muatan Kapal Tenggelam.
"Memang dari dulu ini kawasannya karang ya, karena dari zaman Belanda dulu ya VOC jaman perdagangan China lewat sini, karena pantura," jelasnya.
Sekarang ini lokasi itu menjadi kawasan dilindungi dan tidak boleh lagi ada aktivitas pemburuan harta karun tersebut.
Dan benda-benda kapal karam peninggalan VOC yang masih bisa diselamatkan itu pun sudah dibawa ke museum milik KPP.
"Pemerintah sendiri mengetahui ada kapal karam dan potensi ekosistem terumbu karang di Dusun Tangkolak Karawang itu sekitar tahun 2010. Maka dari itu, sekarang ini sangat menjadi perhatian kami," imbuhnya.
Pejabat sementara (Pjs) Kepala Desa Sukakerta Nurhasan juga membenarkan semua kisah tersebut.
Bahkan, akibat pemburuan harta karun itu menelan korban jiwa.
Sesudah masa kelam itu, saat ini masyarakat yang dulunya menjadi pelaku pengrusakan laut, kini bertransformasi menjadi pelaku pelestarian.
“Saya lihat perubahan itu, orang-orang yang tulus peduli. Laut dan mangrove kini lebih baik," ujarnya.
"Ini bukan hanya proyek, tapi gerakan merubah kebiasaan buruk ke baik,” imbuhnya.
PROGRAM OTAK JAWARA
Pada tahun 2022, Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) bersama peneliti dari Universitas Institut Pertanian Bogor (IPB) hadir.
Kehadiran PHE ONWJ, karena data dari ahli terumbu karang Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Wazir Mawardi, M.Si menyebutkan luasan terumbu karang di Tangkolak itu mencapai 4.020 hektare. Namun, kondisinya sangat rusak.
"Saya tahunya ada di utara Jakarta, saya engga tahu kalau di sini ada (terumbu karang), kaget juga. Saya tahu dari tahun 2019, waktu terjadi kebocoran itu kan. Saat diteliti amazing ya, area terumbu karangnya cukup luas," jelasnya.
Karena membutuhkan waktu panjang, maka harus melibatkan nelayan setempat. Dan terbentuklah Kelompok Pandu Alam Sendulang (PAS).
Kelompok yang beranggotakan belasan nelayan usia muda ini diketuai oleh Dame Saputra (37).
Dame mengaku, beberapa tahun sebelum kehadiran PHE ONWJ sebetulnya sudah muncul kesadaran nelayan usia muda akan kerusakan yang telah diperbuat para pendahulu, dalam hal ini sang bapak masing-masing.
Akan tetapi, hadirnya PHE ONWJ menjadi arah dan penyemangat baru agar para anak nelayan ini dapat menebus dosa bapaknya terhadap kerusakan hayati di laut, terutama terumbu karang.
"Ya sebetulnya itu rusak karena ulah warga dan para nelayan sendiri juga. Jadi ibaratnya, bapak kita yang merusak. Kita anak-anaknya yang memperbaikinya," ujar Dame.
Kini empat tahun berjalan, perubahan itu mulai terlihat. Mulai dari pertumbuhan terumbu karang yang sangat baik. Ribuan fragmen karang kecil terus tumbuh, menjadi rumah bagi ikan-ikan.
Ekosistem terumbu karang yang mulai pulih itupun sekarang mulai diminati wisatawan untuk snorkeling maupun diving.
Begitupun, senyum para nelayan mulai merekah kembali. Karena hasil tangkapan ikan mulai meningkat 20 persen lebih dari biasanya.
"Alhamdulillah, alam kami mulai membaik dan nelayan mulai meninggalkan kebiasaan buruk di masa lalu. Sekarang juga tangkapan ikan nelayan mulai kembali melimpah," terangnya.
General Manager PHE ONWJ, Muzwir Wiratama menjelaskan pihaknya membawa program OTAK JAWARA atau singkat dari Orang Tua Asuh Karang Laut Utara Jakarta dan Jawa Barat.
Dalam menjalankan program ini menggandeng peneliti IPB dan masyarakat dari Kelompok PAS.
Mereka mengemban tiga misi utama. Mengembalikan habitat terumbu karang melalui transplantasi, meningkatkan ekonomi melalui hasil tangkap ikan, dan membentuk ekosistem pariwisata sebagai alternatif mata pencaharian.
"Pogram OTAK JAWARA bukan sekadar program biasa. Ini adalah bentuk komitmen jangka panjang untuk pelestarian lingkungan laut, dengan melibatkan akademisi, praktisi, dan warga lokal," tegasnya.
Associate Monitoring Pemulihan Environmental PHE ONWJ, Ahmad Salman Alfarisi, menjelaskan sejak tahun 2022 sudah ada 420 modul ditenggelamkan dengan cakupan sekitar 0,28 hektare di wilayah Karawang.
Modul itu berbentuk Paranje atau kandang ayam. Struktur itu menjadi media buatan untuk menempelkan fragmen karang kecil. Di sanalah kehidupan baru bermula.
Karang yang awalnya hanya berukuran enam sentimeter kini tumbuh subur, membentuk karang meja yang melebar. Bahkan ada yang patah karena ukurannya semakin besar, hingga harus diikat dan dilem kembali agar tidak hanyut terbawa arus.
"Setiap tahunnya kita tenggelamkan 100 Paranje, tapi kadang lebih. Untuk di Karawang saja sudah 420 modul kami tenggelamkan selama 4 tahun," imbuhnya.
Selain itu, PHE ONWJ juga telah memberikan peningkatan kapasitas berupa edukasi, sertifikasi selam, dan memberikan bantuan alatnya.
Langkah itu bertujuan memudahkan nelayan dalam menjalankan program OTAK JAWARA, serta menghilangkan kebiasaan lama para nelayan menyelam menggunakan kompresor tambal ban yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09
| Kebut Pembentukan Koperasi Merah Putih, Pemkab Karawang Kolaborasi Kejaksaan |
|
|---|
| Dorong Petani Jamur Go Digital, UBP Karawang Luncurkan Aplikasi Srijamur Merang |
|
|---|
| Juru Parkir di Karawang Menangis Haru usai Dibebaskan, Dijerat Hukum karena Warisan Satwa Dilindungi |
|
|---|
| Remaja di Cikarang Tewas Dibacok Teman Sekolah, Begini Kronologinya |
|
|---|
| Rail Clinic Hadir di karawang, Puluhan Siswa SD Ikut Pemeriksaan Mata Gratis |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/nelayan-karawang2.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.