Berita Nasional

Purbaya Sidak Bea Cukai, Temukan Praktik Curang Barang Impor, Suasana Heboh Jadi Tegang

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa melakukan sidak dengan meninjau proses pemeriksaan arus barang impor di Kantor Bea Cukai Tanjung Perak, Surabya

TikTok @purbayayudhi
PURBAYA TEMUKAN KECURANGAN - Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa melakukan sidak dengan meninjau langsung proses pemeriksaan arus barang impor di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP) Tanjung Perak, Surabaya, Selasa (11/11/2025). Kedatangan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya bikin heboh dan langsung tegang begitu Purbaya menemukan praktik curang underinvoicing. 

Menkeu menegaskan, temuan ekstrem ini akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan ulang terhadap dokumen dan barang terkait.

Langkah ini menjadi penting untuk mencegah penghindaran bea masuk dan pajak impor yang merugikan penerimaan negara.

“Nanti akan kita recheck lagi,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menkeu Purbaya juga memantau proses pencocokan antara dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dengan kondisi fisik barang di kontainer menggunakan alat Container Scanner.

Ia menilai, secara umum pelaksanaan pemeriksaan di lapangan sudah berjalan baik dan sesuai prosedur.

“Proses pemeriksaannya sudah bagus. Saya lihat juga pengoperasian container scanner yang baru, dan ini membantu mempercepat pemeriksaan,” katanya.

Purbaya menjelaskan, penggunaan container scanner berbasis teknologi informasi menjadi bagian dari upaya modernisasi sistem kepabeanan.

Ia memastikan data hasil pemeriksaan di daerah akan terhubung langsung ke kantor pusat di Jakarta untuk memperkuat sistem pengawasan nasional.

“Nanti kan IT based, saya akan tarik juga ke Jakarta sehingga orang Jakarta (kantor pusat) bisa lihat langsung apa yang terjadi di lapangan,” jelas Purbaya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan juga melaporkan telah mengidentifikasi potensi kehilangan penerimaan negara sekitar Rp 140 miliar akibat praktik selisih harga atau underinvoicing dalam ekspor produk turunan minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO).

Dirjen Pajak, Bimo Wijayanto, menjelaskan modus underinvoicing terbaru yang terdeteksi pada tahun 2025 ini dilakukan dengan penyelewengan penggunaan label ekspor bahan lemak (Fatty Matter) yang tidak sesuai dengan harga barang sebenarnya.

“Kami deteksi di tahun 2025 itu ada sekitar 25 wajib pajak pelaku ekspor yang menggunakan modus yang sama. Dugaan kami dari 25 pelaku tersebut setidaknya total transaksinya itu sekitar Rp 2,08 triliun," kata Bimio.

"Jadi potensi kerugian negara kami estimasi dari Rp 2,08 triliun dari sisi pajak itu sekitar Rp 140 miliar,” ucap Bimo kepada awak media di Buffer Area MTI NPCT 1,Cilincing pada Kamis (6/11/2025).

Baca juga: Purbaya Mau Tangkapi, Pedagang Baju Bekas Pasar Senen Resah, Kementerian UMKM: Mereka Perlu Dibina

Bimo menegaskan, underinvoicing ini menyebabkan kerugian ganda, baik dari bea masuk maupun pajak penghasilan.

Nilai bea masuk yang seharusnya dikenakan bisa 10 kali lipat lebih besar apabila komoditas tersebut dilaporkan dengan Harmonized System (HS) Code yang tidak sebenarnya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved