Viral Media Sosial

Dapat Kuliah dari JK, Said Didu Duga Pemerintah Ada 'Main' dengan Mafia Tanah

Said Didu menduga pernyataan Nusron Wahid merupakan sinyal kepada oligarki dan mafia tanah untuk menghubungi Kementerian ATR/ BPN.

Editor: Dwi Rizki
Twitter @msaid_didu
MAFIA TANAH - Mantan Sekretaris Kementerian BUMN sekaligus Aktivis, Said Didu dan mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla. Said Didu mengungkapkan pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid tidak tegas, diduganya merupakan sinyal kepada oligarki dan mafia tanah untuk menghubungi Kementerian ATR/ BPN. 
Ringkasan Berita:
  • Said Didu menyorot 'ketidaktegasan' Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dalam menangani sengketa tanah yang melibatkan Jusuf Kalla, dianggap sebagai sinyal untuk oligarki dan mafia tanah.
  • Tanah sengketa di Makassar punya dua sertifikat berbeda: HGB atas nama PT Hadji Kalla dan HPL atas nama PT GMTD (anak usaha Lippo Group).
  • Pernyataan menteri disebut sebagai 'kode halus' bagi para mafia tanah untuk bernegosiasi lewat jalur kebijakan dan hukum.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Mantan Sekretaris Kementerian BUMN sekaligus Aktivis, Said Didu kembali mengulas soal mafia tanah, khususnya terkaih sengketa tanah yang dialami Jusuf Kalla dalam media sosialnya.

Lewat twitter atau x pribadinya, @msaid_didu pada Rabu (12/11/2025), Said Didu mengungkapkan pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid yang tidak tegas.

Diketahui, dalam pernyataannya, Nusron wahid menyebutkan bidang tanah yang kini menjadi objek sengketa memiliki dua dasar hak atas tanah yang berbeda.

Pertama, terdapat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Makassar pada 8 Juli 1996 dan berlaku hingga 24 September 2036.

Kedua, di atas lahan yang sama juga terdapat sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) atas nama PT GMTD, yang berasal dari kebijakan Pemerintah Daerah Gowa dan Makassar sejak tahun 1990-an.

Selain kedua dasar hak tersebut, sengketa ini juga berkaitan dengan gugatan dari Mulyono, serta putusan Pengadilan Negeri (PN) Makassar Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Makassar dalam perkara antara GMTD melawan Manyombalang Dg. Solong, di mana GMTD dinyatakan sebagai pihak yang menang.

Tidak tegasnya pernyataan Nusron Wahid itu diduganya merupakan sinyal kepada oligarki dan mafia tanah untuk menghubungi Kementerian ATR/ BPN.

Baca juga: Said Didu Beberkan Perwira Tinggi TNI-Polri di Balik Sengketa Tanah Jusuf Kalla

Sehingga, kebijakan menguntungkan oligarki dan semua pihak yang termasuk dalam pusara mafia tanah

"Pernyataan Menteri ATR/BPN terkait pagar laut di PIK-2 dan kasus perampokan tanah pak JK di Makassar yang mencla-mencle, dapat diduga keras sebagai signal kepada pihak oligarki dan mafia tanah untuk 'menghubungi' (dagang kebijakan dan hukum)," tulis Said Didu.

Dalam postingan sebelumnya pada Selasa (11/11/2025), Said Didu bertemu dengan Jusuf Kalla.

Tidak diketahui lokasi mereka bertemu, hanya saja dalam potret yang dibagikan terlihat Jusuf Kalla tengah berdiri di hadapan Said Didu.

Di sebelah Jusuf Kalla terlihat sebuat papan tulis.

Tidak jelas apa yang ditulis mantan Wakil Presiden RI itu.

Namun, Said Didu menjelaskan bahwa pertemuannya dengan Jusuf Kalla satu di antaranya membahas tentang masalah mafia tanah yang merugikan mereka.

Diketahui, Said Didu kini tengah memperjuangkan tanah miliknya di Kawsan PIK 2 Kabupaten Tangerang, sedangkan Jusuf Kalla tengah bersengketa dengan Lippo Group atas lahannya di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar.

Tanah seluasn 16,4 hektar milik Jusuf Kalla itu diduga dicaplok oleh PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, anak dari perusahaan Lippo Group.

"Alhamdulillah, hari ini 'kuliah' dari Bapak Jusuf Kalla selama sekitar 2 jam. Membahas masalah mafia tanah dan perampokan oleh Oligarki dll," ungkap Said Didu.

"Kesimpulan: perampokan tanah oleh oligarki dan mafia tanah adalah masalah yang sangat serius dan harus dilawan demi kepentingan rakyat," tegasnya.

Penjelasan Menteri ATR/ BPN

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkap akar masalah sengketa lahan di kawasan Tanjung Bunga, Makassar, yang melibatkan pihak mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, yakni PT Hadji Kalla dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk. 

Mulanya, Nusron mengatakan, sengketa tanah seluas 16,4 hektare ini merupakan kasus lama yang akarnya telah berlangsung puluhan tahun sebelum masa kepemimpinannya di ATR/BPN.

"Kasus ini merupakan produk tahun 1990-an. Justru kini terungkap karena kami sedang berbenah dan menata ulang sistem pertanahan agar lebih transparan dan tertib," ujar Nusron dikutip dari Kompas.com.

Berdasarkan penelusuran Kementerian ATR/BPN, bidang tanah yang kini menjadi objek sengketa ternyata memiliki dua dasar hak atas tanah yang berbeda.

Pertama, terdapat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Makassar pada 8 Juli 1996 dan berlaku hingga 24 September 2036.

Kedua, di atas lahan yang sama juga terdapat sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) atas nama PT GMTD, yang berasal dari kebijakan Pemerintah Daerah Gowa dan Makassar sejak tahun 1990-an.

Selain kedua dasar hak tersebut, sengketa ini juga berkaitan dengan gugatan dari Mulyono, serta putusan Pengadilan Negeri (PN) Makassar Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Makassar dalam perkara antara GMTD melawan Manyombalang Dg. Solong, di mana GMTD dinyatakan sebagai pihak yang menang.

Nusron menjelaskan secara hukum, putusan tersebut hanya mengikat para pihak yang berperkara dan ahli warisnya, sehingga tidak otomatis berlaku terhadap pihak lain di lokasi yang sama.

Namun, ia menegaskan bahwa fakta hukum juga menunjukkan PT Hadji Kalla memiliki hak atas dasar penerbitan yang berbeda.

"Fakta hukum menunjukkan bahwa di lahan itu terdapat beberapa dasar hak dan subjek hukum berbeda. Karena itu, penyelesaiannya harus berdasarkan data dan proses administrasi yang cermat, bukan dengan mengeneralisasi satu putusan," jelas Nusron.

Ia menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi di lapangan merupakan kewenangan PN Makassar sesuai dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Sementara itu, Kementerian ATR/BPN menjalankan fungsi administratif berdasarkan data pertanahan yang sah.

"Secara administrasi, Kementerian ATR/BPN berkewajiban memastikan bahwa objek tanah yang disebut dalam putusan sesuai dengan data pertanahan yang ada," tegasnya.

Sebagai langkah koordinatif, Kantah Kota Makassar telah mengirim surat resmi kepada Pengadilan Negeri Makassar untuk meminta klarifikasi dan koordinasi teknis.

"Termasuk perlunya konstatiring administratif sebelum pelaksanaan eksekusi agar tidak terjadi salah objek," tambahnya.

Nusron menyebut bahwa kasus ini menjadi momentum penting untuk mempercepat pembersihan dan digitalisasi data lama, serta sinkronisasi peta bidang tanah guna mencegah terbitnya sertifikat tanah ganda dan overlapping di masa depan.

"Kalau hari ini kasus lama muncul ke publik, itu justru karena sistem kita sedang jujur dan dibuka. Kami ingin semua terang agar ke depan tidak ada lagi tumpang tindih," imbuhnya.

Nusron juga menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN tidak berpihak kepada siapa pun, baik PT Hadji Kalla, PT GMTD, Mulyono, maupun Manyombalang Dg. Solong.

Kementerian ATR/BPN berfokus pada penertiban administrasi dan kepastian hukum pertanahan, dengan prinsip netralitas dan keterbukaan informasi.

"Kami berdiri di atas hukum, bukan di atas kepentingan siapa pun. Fokus kami membenahi sistem agar ke depan setiap hak atas tanah berdiri di atas kepastian hukum," tutup Menteri Nusron.

Perwira Tinggi di Balik Sengketa Tanah Jusuf Kalla

Kasus sengketa tanah yang dialami oleh mantan Wakil presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla menjadi perhatian publik.

Diketahui, tanah seluas 16,4 hektar yang berlokasi di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar itu diduga dicaplok oleh PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, anak dari perusahaan Lippo Group.

Kasus tersebut disoroti oleh mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu.

Dirinya menegaskan pencaplokan tanah yang diduga dilakukan oleh Lippo Group adalah buah dari permainan mafia tanah.

Lewat status twitter atau x pribadinya @msaid_didu pada Selasa (11/11/2025), Said Didu membeberkan sejumlah perwira tinggi dari TNI hingga Polri yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

"Fakta eksekusi abal-abal tanah Pak Jusuf Kalla @Pak_JK di Makassar. Ternyata beking mafia tanah yg 'eksekusi' tanah Pak JK," tulis Said Didu menyebutkan sejumlah perwira tinggi (Pati) TNI dan Polri yang terlibat dalam pusara mafia tanah.

"Pati bintang 2 dari Mabes AD, pati bintang 2 dari Korps Marinir, pati Mabes Polri dari 2 unit, dari GMTD (Lippo Group) dikenal dekat dengan Menteri ATR/BPN sekarang," bebernya.

Sejumlah perwira tinggi yang disebutkannya terlibat dalam pencaplokan tanah milik Jusuf Kalla.

Hal itu dikuatkan dari sejumlah potret eksekusi tanah milik Jusuf Kalla yang kini beredar terbatas.

Baca juga: Riwayat Tanah Jusuf Kalla yang Diduga Dicaplok Lippo Group, Beli dari Anak Raja Gowa

"Foto mereka saat 'eksekusi abal-abal' tersebut sudah beredar terbatas," imbuhnya.

Sedangkan, para aparat yang bersikap netral kini dalam posisi sulit.

Mereka akan dimutasi agar tak lagi menangani kasus sengketa tanah antara Jusuf Kalla dan Lippo Group.  

"Aparat di bawah yang bersikap netral, saat ini sedang proses dimutasi. Ini fakta bahwa Oligarki sudah mengatur aparat untuk merampok tanah rakyat," ungkap Said Didu

"Bapak Presiden @prabowo seharusnya turun tangan berantas mafia tanah," tambahnya.

Postingan Said Didu ramai ditanggapi masyarakat.

Beragam pendapat bersusulan memenuhi kolom komentar, termasuk mantan Kabareskrim Polri, Susno Duadji.

Lewat twitternya @susno2g, Susno Duadji menegaskan seluruh oknum aparat yang terlibat harus ditindak tegas, termasuk Hakim yang mengadili.

"Mafia tanah dan siapapun yang jadi backing harus ditindak tegas, dalam perkara tanah Pak JK, hakim yang mengadili harus diproses hukum," tegasnya.

Riwayat Tanah Jusuf Kalla

Kemarahan mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla memuncak setiba di lahan miliknya yang berlokasi di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar pada Rabu (5/11/2025).

Sembari bertolak pinggang, Jusuf Kalla menegaskan kembali lahan seluas 16,4 hektar yang dicaplok PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, anak dari perusahaan Lippo Group adalah miliknya.

Jusuf Kalla mengaku membeli langsung lahan yang berada di Trans Studio Mal itu langsung dari ahli waris yang diklaim keturunan Raja Gowa, pada tiga dekade silam.

MAFIA TANAH - Jusuf Kalla meninjau lahan miliknya yang berlokasi di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada Rabu (5/11/2025). Dirinya marah besar mengetahui tanahnya diambil alih PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, anak dari perusahaan Lippo Group.
MAFIA TANAH - Jusuf Kalla meninjau lahan miliknya yang berlokasi di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada Rabu (5/11/2025). Dirinya marah besar mengetahui tanahnya diambil alih PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, anak dari perusahaan Lippo Group. (Instagram @Maze)

"Tiga puluh tahun lalu saya sendiri yang beli dan tidak ada (pernah bermasalah). Kami tidak ada hubungan hukum dengan GMTD," kata JK.

"Iya, karena kita punya, ada suratnya, sertifikatnya," tegasnya.

"Ini 30 tahun lalu saya beli. Kenapa tiba-tiba ada orang datang mau merampok?," ujar JK.

"Ini tanah saya sendiri yang beli dari ahli warisnya dari Raja Gowa. Semua Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa," lanjutnya.

Bukti Kepemilikan Tanah

Kuasa Hukum PT Hadji Kalla, Azis Tika mengatakan, klaim kepemilikan atas lahan didasarkan pada alas hak resmi berupa empat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang diterbitkan pada tanggal 08 Juli 1996 oleh Badan Pertanahan Nasional  Kota Makassar.

Alas hak yang diklaim PT Hadji Kalla itu berupa; Bidang tanah yang diuraikan di dalam sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor: 695/Maccini Sombala. Surat Ukur tanggal 4 Nopember 1993 seluas 41.521 m2, tercatat atas nama PT Hadji Kalla.

Kedua, Bidang tanah yang diuraikan di dalam sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor : 696/Maccini Sombala. Surat Ukur tanggal 4 Nopember 1993 seluas 38.549 m2, tercatat atas nama PT Hadji Kalla.

Ketiga, Bidang tanah yang diuraikan di dalam sertifikat Hak Guna  Bangunan Nomor : 697/Maccini Sombala. Surat Ukur tanggal 4  November 1993 seluas 14.565 m2, tercatat atas nama PT Hadji Kalla.

Keempat, Bidang tanah yang diuraikan di dalam sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor : 698/Maccini Sombala. Surat Ukur tanggal 4 Nopember 1993 seluas 40.290 m2, tercatat atas nama PT Hadji Kalla.

"Selain bukti kepemilikan empat HGB tersebut dengan jumlah luas 134.925 m2, klien kami juga memiliki bukti dokumen Akta Pengalihan Hak Atas tanah Nomor 37 tertanggal 10 Maret 2008 seluas 29.199 M2, sehingga total keseluruhan seluas 164.151 M2," ujarnya memperlihatkan fisik sertifikat HGB.

Azis juga mengungkapkan, PT Hadji Kalla telah menguasai lahan tersebut sejak tahun 1993 dan tidak pernah terputus sampai saat ini, yaitu sejak terjadinya transaksi 
jual beli pada tanggal 20 Nopember 1993.

Transaksi jual beli itu masing-masing nomor 931/KT/XI/1993, seluas 41.521 meter persegi; dari Andi Erni, nomor 932/KT/XI/1993 seluas 38.459 meter persegi; dari Pihak Andi Pangurisang, nomor 933/KT/XI/1993, seluas 14.565 meter persegi; dari Pihak Andi Pallawaruka, nomor 934/KT/XI/1993 seluas 40.290 meter persegi; dari pihak A Batara Toja.

"Pada tahun 2016 pihak BPN telah menerbitkan keputusan perpanjangan HGB klien kami sampai dengan tanggal 24 September 2036," tuturnya.

Lebih lanjut dijelaskan Azis, PT Hadji Kalla baru mengetahui PT GMTD Tbk telah mengajukan  permohonan eksekusi atas lahan tersebut dengan permohonan tertanggal 13 Agustus 2025 yang diajukan melalui kuasa hukumnya.

Kuasa pemohon eksekusi dari pihak GMTD itu kata Azis, beralamat di Tanjung Bunga Mall GTC Ga-9 No 1B Makassar pada objek tanah seluas 163.362 M2 yang terletak di Jl Metro Tanjung Bunga Makassar.

Permohonan ekseskusi tersebut berdasarkan perkara 228/Pdt.G/2000/PN Mks, yang melibatkan PT GMTD sebagai penggugat melawan Manyombalang Dg Solong sebagai tergugat 1 dan 4 tergugat lainnya, yaitu Budianto Pamusureng, Hj Tohopa Daeng Kebo, Andi Baso Daeng Gassing dan Andi Hasnah Daeng Jia.

Menurut Jusuf Kalla, gugatan yang dilayangkan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) telah diputus pengadilan, bukan ditujukan ke PT Hadji Kalla.

"Yang dituntut Manyombalang. Itu penjual ikan, masa penjual ikan punya tanah seluas ini," ucap JK.

"Jadi itu kebohongan rekayasa macam-macam. Itu permainan. Jadi jangan main-main di sini, di Makassar ini," tegasnya.

Meski Demikian JK mengaku belum memikirkan langkah hukum yang akan diambil jika lahan seluas 164.151 M2 terus diusik.

Hanya saja, dirinya mengaku siap memberikan perlawanan hukum jika lahan itu tetap diganggu.

"Saya juga tidak tahu hukumnya nanti kita ajukan ke mana, (tapi) mau sampai manapun kita siap untuk melawan ketidakadilan, ketidakbenaran itu," ucapnya.

JK pun menduga, objek gugatan yang dimenangkan GMTD dengan tergugat-nya, bukanlah di atas lahan yang diklaim miliknya.

"Objek ini saya punya. Salah objek, katanya semua orang, katanya ini dia melawan Daeng Manyomballang dan kawan kawan, panggil dia, mana tanahmu," sebutnya.

Kubu Jusuf Kalla Terpanah 

Diketahui, lahan di seberang jalan depan Trans Studio Mall itu, telah ditimbun (pematangan) dan dipagari untuk proyek pembangunan property terintegrasi PT Hadji Kalla.

Namun, saat proyek penimbunan terus berlanjut, sekelompok massa mencoba merangsek masuk ke dalam lahan yang juga dijaga kelompok massa kubu PT Hadji Kalla.

Bahkan, terjadi bentrok antar kelompok massa pada Sabtu (18/10/2025), malam itu, berakibat adanya korban luka tiga orang, terkena anak panah.

Kuasa Hukum PT Hadji Kalla, Azis Tika mengatakan kelompok massa yang melakukan gangguan fisik itu diduga dari kelompok GMTD.

"Pada saat adanya aktivitas pematangan lahan dan pemagaran dimulai pada tanggal 27 September 2025, klien kami mengalami banyak gangguan fisik dari pihak tertentu," kata Azis Tika dikutip dari Tribunnews.com.

"Yang kemudian pihak-pihak tersebut diketahui diduga dilakukan dari PT GMTD Tbk, afiliasi Grup Lippo yang juga melakukan klaim atas tanah tersebut," sambungnya.

Jusuf Kalla Marah Besar

Diberitakan sebelumnya, Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK) marah besar mengetahui tanahnya diambil alih PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, anak dari perusahaan Lippo Group.

Lahan seluas 16,4 hektar yang dibelinya sejak 35 tahun lalu itu dimenangkan oleh Lippo Group dari seorang penjual ikan yang mengakui tanah miliknya. 

Kemarahan Jusuf Kalla terekam video dan viral di media sosial.

Video tersebut satu di antaranya diunggah akun instagram @maze pada Kamis (6/11/2025).

Dalam tayangan, Jusuf Kalla terlihat bersama sejumlah orang berada di lahan kosong yang berlokasi di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Diketahui, momen tersebut terjadi pada Rabu (5/11/2025).

Kedatangannya untuk meninjau langsung lahan miliknya yang diduga dicaplok Lippo Group.

Sembari tolak pinggang, Jusuf Kalla pun mempertanyakan bagaimana seorang penjual ikan bisa memiliki lahan seluas 16 hektare.

Padahal, lahan tersebut telah dibelinya secara sah dari keluarga Kerajaan Gowa.

“Dia belum datang ke Makassar, kita sudah punya,” ujar Jusuf Kalla di Kawasan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar, Rabu (5/11/2025).

Baca juga: Sekelas Jusuf Kalla Diduga Jadi Korban Mafia Tanah, Tanah 16 Hektar Diserobot

JK menyebut Lippo Group atau Lippo Karawaci yang merupakan induk usaha PT GMTD terlibat dalam rekayasa kepemilikan lahan.

“Jadi itu kebohongan dan rekayasa, itu permainan Lippo, itu ciri Lippo itu. Jadi jangan main-main di sini, di Makassar ini,” tegas JK, mengingatkan.

Menurut JK, dugaan praktik mafia tanah tersebut perlu diwaspadai karena bisa merugikan masyarakat.

“Kalau begini, nanti seluruh kota dia akan memainkan seperti itu, rampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla ada yang mau main-main, apalagi sama rakyat lain,” ujar JK.

Ia menegaskan PT Hadji Kalla akan melawan setiap upaya dugaan rekayasa kepemilikan lahan dan mengingatkan lembaga peradilan untuk bersikap adil.

“Mau sampai ke mana pun, kita siap untuk melawan ketidakadilan, tidak kebenaran. Dan jangan juga, aparat pengadilan itu berlaku adillah dukung kebenaranlah, jangan dimainin,” pungkas JK.

JK Sebut Perampokan

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), meninjau langsung lahan sengketa di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulsel, Rabu (5/11/2025). 

Lahan seluas 164.151 meter persegi itu kini diklaim oleh perusahaan milik JK, PT Hadji Kalla, serta .

“35 tahun lalu saya sendiri yang beli dan tidak ada (pernah bermasalah). Kami tidak ada hubungan hukum dengan GMTD, tidak,” kata JK dikutip dari Kompas.com.

JK menegaskan lahan tersebut memiliki dasar kepemilikan sah dan tidak pernah bersengketa.

“Jadi itu kebohongan rekayasa macam-macam,” ujarnya.

JK juga merespons informasi soal rencana eksekusi lahan oleh GMTD.

“Eksekusi kan harus didahului dengan constatering atau pengukuran. Mana pengukurannya? Mana orang BPN-nya? Mana orang camatnya? Kan tidak ada semua,” ucapnya.

Ia bahkan menantang pihak tergugat dalam perkara lama yang dijadikan dasar klaim GMTD.

“Kalau begini, dia akan mainkan seluruh kota. Dirampok seperti itu. Hadji Kalla saja mau dimain-maini apalagi yang lain,” tegasnya.

JK menyebut lahan 16,4 hektar itu memiliki alas hak resmi dari BPN sejak 8 Juli 1996 dan HGB telah diperpanjang hingga 24 September 2036.

“Kita kan punya suratnya, ada sertifikatnya, lalu-lalu tiba-tiba dia (GMTD) mengaku-ngaku. Itu perampokan namanya kan?” tegas JK. 

“Kita ini orang taat hukum. Mau sampai ke mana pun, kita siap untuk melawan ketidakadilan dan ketidakbenaran. Dan aparat keadilan berlaku adillah. Jangan dimaini,” sambung dia.

Dikonfirmasi terpisah, pihak GMTD enggan mengomentari kasus ini.

Sehari sebelumnya, Presiden Direktur PT GMTD Ali Said meminta semua pihak menghargai putusan majelis hakim.

Dasar Hukum Lahan 

Kuasa Hukum PT Hadji Kalla, Azis Tika, menyebut kliennya telah beroperasi lebih dari tujuh dekade dan menguasai lahan tersebut sejak 1993.

Ia menjelaskan kegiatan di lokasi itu berupa pematangan dan pemagaran lahan untuk rencana pengembangan kawasan properti terintegrasi.

Azis merinci empat bidang bersertifikat HGB atas nama PT Hadji Kalla serta satu akta pengalihan hak, dengan total luas 164.151 meter persegi.

Ia menegaskan perolehan lahan melalui jual beli sah dan HGB telah diperpanjang hingga 24 September 2036.

Azis juga menyebut adanya permohonan eksekusi dari GMTD tertanggal 13 Agustus 2025 atas 163.362 meter persegi lahan berdasarkan perkara Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Makassar.

Namun PT Hadji Kalla menegaskan tidak menjadi pihak dalam perkara tersebut.

“Pihak PT Hadji Kalla, BUKAN pihak dalam perkara yang putusan perdata disebutkan di atas. Putusan itu hanya mengikat para pihak yang berperkara serta ahli waris atau penerus haknya,” ujarnya.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved