Bela Komdigi, Agung Nugroho Nilai Komnas HAM Salah Tafsir Soal Kebebasan Digital

Komnas HAM dianggap keliru dalam menilai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terkait isu kebebasan berekspresi yang dapat penilaian skor 58.

Dok. Rekan Indonesia
PROTES SKOR KOMNAS HAM - Wamen Komidigi Nezar Patria (kemeja putih) saat menerima kunjungan Ketua Rekan Indonesia Agung Nugroho (kemeja hijau) di kantornya, Jakarta Pusat pada Senin (6/10/2025) lalu. Agung protes pada penilaian Komnas HAM kepada Komdigi dengan skor 58 terkait isu kebebasan berekspresi. 

“Kebebasan berekspresi bukan berarti bebas menyebar kebohongan atau kebencian. Negara wajib hadir agar kebebasan itu tidak berubah jadi alat perusak,” katanya.

Sementara itu Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria angkat bicara usai Komnas HAM memberi nilai 58 ke Komdigi karena kerap sewenang-wenang menghapus konten.

Nezar menegaskan, Komdigi tidak pernah menghapus konten tanpa dasar.

"Terima kasih atas pertanyaan terkait hasil penilaian Komnas HAM. Kami memandang laporan tersebut sebagai masukan yang berharga untuk memperkuat tata kelola ruang digital di Indonesia," ujar Nezar dikutip dari Kompas.com.

“Terkait dengan nilai rendah, khususnya pada isu kebebasan berekspresi, perlu saya tegaskan bahwa Komdigi tidak pernah serta-merta ‘menghapus konten’ tanpa dasar," sambungnya.

Sebelumnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberi nilai kategori rendah untuk Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi) dalam penilaian hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.

“Skor secara keseluruhan dari ekspert 57,4 dan skor dari komisioner keseluruhan 58,85, sehingga secara rata-rata nilai akhirnya adalah 58," kata Komisioner Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Komnas HAM RI, Rabu (8/10/2025).

Abdul Haris Semendawai menjelaskan ada enam elemen kunci penilaian yang digunakan Komnas HAM dengan skor yang diberikan oleh pakar dan para komisioner.

Elemen kuncinya adalah hak menyatakan pendapat di muka umum, hak menyatakan pendapat dalam pidato, ekspresi simbolis, hak atas kebebasan akademik, hak akses informasi, dan hak ekspresi seni. Salah satu temuan yang dipaparkan dalam penilaian tersebut adalah kriminalisasi atas ekspresi di ruang digital.

“Penghapusan konten secara sewenang-wenang, dan akses internet serta literasi digital rendah di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar)," ucap Semendawai. (faf)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved