Kesehatan

Kampanye MENARI Ajak Masyaraka Kenali Gangguan Irama Jantung Lewat Deteksi Dini Denyut Nadi

Deteksi dini sederhana seperti MEraba NAdi SendiRI (MENARI) dapat menyelamatkan nyawa seseorang dengan gangguan irama jantung.

|
health.grid.id
Perawat memeriksa denyut nadi pasien dengan tangan. Konsep medis dan perawatan kesehatan. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTAAritmia atau gangguan irama jantung masih menjadi salah satu penyebab utama penyakit kardiovaskular yang sering terabaikan.

Padahal, deteksi dini sederhana seperti memeriksa denyut nadi sendiri dapat menyelamatkan banyak nyawa.

Melalui kampanye 'MEraba NAdi SendiRI (MENARI)', Indonesia bergabung dalam gerakan global Pulse Day 2026, yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengenali irama jantung sebelum terlambat.

Head of Pulse Day Task Force dan Chairperson of Public Affairs Committee Asia Pacific Heart Rhythm Society (APHRS), Dr. dr. Dicky Armein Hanafy, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC, menjelaskan bahwa Pulse Day adalah inisiatif tahunan global yang didedikasikan untuk meningkatkan pemahaman tentang aritmia jantung.

“Langkah sederhana seperti memeriksa denyut nadi sendiri bisa menyelamatkan hidup. Letakkan dua jari di pergelangan tangan atau leher, hitung denyut selama 30 detik dan kalikan dua untuk mendapatkan detak per menit. Normalnya berada di kisaran 60–100 denyut per menit,” jelas dr. Dicky dalam keterangan resmi, Rabu (12/11/2025).

Pulse Day diperingati setiap tanggal 1 Maret, sebagai pengingat bahwa 1 dari 3 orang di dunia berisiko mengalami aritmia serius sepanjang hidupnya. 

Atrial Fibrillation, pemicu stroke yang bisa dicegah

Salah satu fokus utama Pulse Day adalah deteksi dini Atrial Fibrillation (AF), jenis aritmia yang paling sering ditemukan dan menjadi penyebab utama stroke yang bisa dicegah.

“AF sering kali tanpa gejala khas, sehingga banyak yang tidak menyadari risikonya. Melalui kampanye MENARI, kami ingin mengingatkan bahwa langkah kecil seperti memeriksa nadi bisa menyelamatkan hidup,” ujar dr. Dicky.

Data Mengkhawatirkan dan Tantangan di Indonesia

Terkait AF, dr. Dicky menambahkan bahwa ini adalah kondisi ketika irama jantung menjadi tidak teratur dan sering kali sangat cepat.

“Irama jantung yang tidak teratur ini dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan darah di jantung, yang berpotensi memicu Stroke, Gagal jantung, maupun berbagai komplikasi lain yang berkaitan dengan sistem kardiovaskular," ucapnya.

Ia menjelaskan, gejala AF dapat berbeda-beda pada setiap orang, namun umumnya meliputi detak jantung yang cepat atau berdebar kuat (palpitasi), nyeri dada, pusing, kelelahan, kelemahan tubuh, sesak napas, hingga menurunnya kemampuan berolahraga.

Pada beberapa kasus, gejala tersebut dapat muncul dan menghilang secara tiba-tiba, tetapi pada sebagian lainnya dapat berlangsung terus-menerus dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

"Tentu saja akan sangat mengurangi kualitas hidup penderitanya, sehingga ini membuat kami semakin giat untuk menyuarakan deteksi dini Aritmia, salah satunya AF,” ujar dr. Dicky.

Di sisi lain, Dr. Agung Fabian Chandranegara, Sp.JP(K), FIHA, Sekretaris Jenderal PERITMI/Indonesian Heart Rhythm Society (InaHRS), mengingatkan tentang tingginya angka Sudden Cardiac Death (SCD) atau kematian jantung mendadak yang menyumbang 10–15 persen dari seluruh kematian global setiap tahun.

“Di Indonesia, data nasional masih terbatas, namun beban penyakit jantung yang terus meningkat menandakan potensi kasus tinggi,” jelasnya.

Edukasi Bantuan Hidup Dasar (BHD)

Ia juga menekankan pentingnya edukasi Bantuan Hidup Dasar (BHD) seperti resusitasi jantung paru (RJP/CPR).

Menurutnya, pada kasus henti jantung di luar rumah sakit/OHCA, setiap menit tanpa CPR menurunkan peluang hidup secara signifikan.

"Beberapa penelitian menunjukkan bahwa CPR oleh bystander CPR (penolong/orang di sekitar pasien) dapat meningkatkan peluang hidup tiga hingga empat kali lipat, sedangkan penggunaan AED (Automated External Defibrillator) oleh masyarakat bisa meningkatkan peluang hidup hingga lima kali lipat,” kata dr. Agung.

Pelatihan BHD terbukti menyelamatkan nyawa. Semakin banyak masyarakat yang bisa melakukan CPR, semakin besar peluang korban henti jantung untuk bertahan hidup.

Beberapa langkah praktis yang bisa diingat masyarakat seperti kenali tanda henti jantung yaitu korban tidak responsif dan tidak bernapas normal; segera hubungi 112 atau 119; mulai kompresi dada di bagian tengah, keras dan cepat (100–120 kali per menit, kedalaman 5–6 cm).

Gunakan AED bila tersedia dan ikuti instruksi alat; lanjutkan sampai petugas medis datang atau korban kembali sadar.

"Bantuan sederhana yang dilakukan dengan cepat bisa menentukan antara hidup dan mati pasien tersebut,” tandas dr. Agung.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved