Berita Nasional

Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Surya Paloh: Beliau Berperan Penting dalam Pembangunan Nasional

Surya Paloh tak memungkiri jika selama menjabat Soeharto masih memiliki banyak kekurangan dan kesalahan.

Warta Kota
Gelar Pahlawan Nasional yang dianugerahkan Presiden Prabowo Subianto kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, menuai reaksi keras dari sejumlah kalangan. 

Dalam unggahannya pada Senin (10/11/2025), Rachland membagikan pernyataan berjudul 'Pernyataan Bersama' yang menyoroti keputusan negara menobatkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.

Mereka menilai, pemberian gelar itu berpotensi mengaburkan sejarah dan mengaburkan batas moral bangsa.

“Kami tak menolak mengakui jasa yang disumbangkan siapa pun terhadap Republik ini, termasuk Soeharto. Tetapi kepahlawanan adalah hal yang jauh lebih besar dan penting dari sekadar menghargai jasa seseorang,” tulis pernyataan tersebut.

Pernyataan itu menegaskan bahwa kepahlawanan tidak semestinya digunakan untuk menutupi atau menyamarkan kesalahan dan kejahatan sejarah.

Para tokoh menilai, langkah pemerintah justru 'menyuntikkan bius amnesia sejarah ke tubuh bangsa'.

“Kepahlawanan adalah mekanisme moral kolektif, cara bangsa mendidik anak-anaknya membedakan benar dan salah dalam sejarah. Ia tidak boleh dikosongkan maknanya menjadi sekadar kemegahan personal, karena sesungguhnya ia adalah kompas moral bagi kehidupan bersama dalam menuju masa depan," jelasnya.

Dirinya setuju, rekonsiliasi bisa saja berguna untuk menyembuhkan luka-luka bangsa.

Namun, dirinya maupun para tokoh para mempertanyakan sikap inkonsisten negara yang dianggap hanya mengakui sebagian sejarah, tanpa membuka ruang bagi tokoh-tokoh kiri yang turut berjuang melawan kolonialisme dan imperialisme, namun dihapus dari catatan resmi sejarah karena perbedaan ideologi.

"Kami bertanya: Apakah bangsa ini telah kehilangan keberanian untuk mengakui sejarahnya sendiri? Apakah nilai nilai yang hendak diajarkan kepada anak anak dan cucu kita dari sikap inkonsisten dan mau menang sendiri tersebut?" tanya Rachland.

"Bahwa kekuasaan boleh berbuat apa saja sepanjang mendatangkan kemakmuran? Bahwa kepatuhan pada negara lebih penting daripada kemanusiaan dan solidaritas sosial?" bebernya.

"Bahwa kebebasan adalah ancaman konstan pada pembangunan ekonomi? Bahwa korban-korban boleh jatuh dan dilupakan demi stabilitas politik?" tegas Rachland.

Apabila itu pelajaran moral yang akan diwariskan kepada generasi muda, maka bangsa Indonesia ditegaskannya bukan sedang membangun masa depan, melainkan sedang memperpanjang bayang-bayang masa lalu.

"Terhadap kemungkinan itu, kami menyatakan tidak setuju," tutupnya.

Berikut daftar 35 Tokoh Nasional yang menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto:

  1. Andi Arief
  2. Rachland Nashidik
  3. ⁠Hery Sebayang
  4. Jemmy Setiawan
  5. Aam Sapulete
  6. Robertus Robet
  7. Syahrial Nasution
  8. Rocky Gerung
  9. Yopie Hidayat
  10. ⁠Bivitri Susanti
  11. ⁠Abdullah Rasyid
  12. ⁠Ulin Yusron
  13. ⁠Iwan D. Laksono
  14. ⁠Beathor Suryadi
  15. ⁠Affan Afandi
  16. ⁠Zeng Wei Zian
  17. ⁠Umar Hasibuan
  18. ⁠Hendardi
  19. Syahganda Nainggolan
  20. Hardi A Hermawan
  21. Denny Indrayana
  22. Benny K. Harman
  23. Endang SA
  24. Yosi rizal
  25. Syamsuddin Haris
  26. ⁠Khalid Zabidi
  27. ⁠Monica Tanuhandaru
  28. ⁠Ikravany Hilman
  29. ⁠Hendrik Boli Tobi
  30. ⁠Isfahani
  31. ⁠Elizabeth Repelita
  32. ⁠Roni Agustinus
  33. Marlo Sitompul
  34. Tri Agus Susanto S Oka Wijaya

 

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved